Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti Kiprah Fadli Zon di Bawah Kepemimpinan Si "Plonga-plongo"

12 Oktober 2019   09:26 Diperbarui: 12 Oktober 2019   09:42 11875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menanti Kiprah Fadli Zon di Bawah Kepemimpinan Si "Plonga-plongo"

Eits jangan baper apalagi ngegas dulu, plonga plongo meminjam istilah dari pimpinan dewan periode lalu itu. Istilah sangat  tidak patut disematkan pimpinan dewan bagi presiden yang sedang memerintah. Partner kerja bahasa resminya. Namun itulah kualitas priadinya.

Politik itu cair, tidak ada yang abadi. Mana ada kawan sejati da lawan kekal. Itu yang kemarin terjadi, Prabowo ke istana dan berbicara dengan akrab, erat, dan kekeluargaan dengan Presiden Jokowi. 

Rivalitas selesai dengan usainya gugatan MK. Jokowi menjadi presiden dan presiden terpilih menunggu waktu pelantikan, dan Prabowo menjadi rakyat biasa lagi. Sesederhana itu.

Nah ketika pertemuan kedua, di istana lagi, signal Prabowo dan Gerindra merapat dan mendukung pemerintahan sangat terbuka. Salah satu yang biasanya menjadi perbincangan dan spekulasi adalah mendapatkan jatah kursi kabinet atau menteri sangat terbuka.

Berbagai pembicaraan, nama, ataupun posisi itu beragam. Salah satu yang juga masuk dalam perbincangan adalah Fadli Zon. Cukup menarik, bagaimana ia akan menjadi menteri dengan rekam jejak digital yang demikian masif itu, plus kejamnya netijen bangsa ini kalau mengulik  kenaifan yang ada.

Menilik sepi dan diamnya Zon akhir-akhir ini, cukup kuat ia akan masuk dalam kabinet. Indikasi yang sangat mungkin. Model Jokowipun demikian biasa bersikap pada "musuh" bukan semata rival dalam berpolitik. Lihat ada Tantowo Yahya, Ngabalin, ataupun secara tidak langsung Kapitra Ampera. Pendekatan yang logis sebagai  seorang politisi tulen.

Justru perlu dilihat adalah bagaimana sikap profesional Fadli sebagai politikus. Apakah ia tetap akan garang dan menyerang dengan mengatasnamana autokritik? Jika iya, kurangi saja kadar ugal-ugalan, dan beri proporsi dan porsi kewarasan di sana dengan menambahkan solusi dan dukungan, akan menjadi baik dan bagus malah.

Kritik itu harus, namun mendasar dan bukan semata waton sulaya. Nah ketika porsi waton sulaya ini tidak ada justru menjadi kekuatan bagi bangsa dan negara. Namun apakah itu bisa dan mampu serta memiliki kapasitas untuk itu.  

Susah untuk meyakini bisa, selama ini tanpa adanya kualitas yang tersaji. Lima tahun  bukan waktu singkat untuk mengetahui kapasitas orang, apalagi aktif dalam media.

Akan tambah buruk bagi citra Zon, jika tetap melakukan nyinyiran dengan lagak lagu yang sama. Karena memperlihatkan kepribadian yang maaf tidak tahu malu dan memperhinakan diri ketika masuk dalam kabinet dan mempermalukan kabinet dan presiden, sama juga melempar kotoran ke muka sendiri.

Patut ditunggu juga, jika ia berbalik arah dan menjadi pemuja dan pemuji presiden dan pemerintah. Ini lagi-lagi bumerang, nyata hanya karena pengin jabatan ia sok kritis dan banyak kritik kemarin. Sangat mungkin dilakukan dengan dalih bagian pemerintah harus senada dan mendukung penuh apapun yang sudah menjadi keputusan pemerintah.

Jika ini yang terjadi, jangan salahkan netijen, akan menguliti apa yang pernah ia tuliskan. Ingat ia sangat banyak menuliskan hinaan, nyinyiran, dan caci maki, jarang kritik yang ia nyatakan. Siapkah ia menangung itu semua?

Lebih cenderung pilihan ini, melihat rekam jejak dan perilakunya selama ini, ia akan berbalik arah dan menjadi pendukung paling setia Jokowi dan pemerintahan. Potensi yang berangkat dari rekam jejaknya selama ini.

Ketika membaca berita Jokowi dan Prabowo wefie, kemudian membuat status media sosial menanti kiprah Fadli Zon menjadi menteri, sebagian besar menolak minimal menertawakan. Hal yang sangat logis. Pun politik juga memiliki logika sendiri.

Saatnya Fadli Zon unjuk kemampuan, usai menjadi pimpinan dewan gagal total, bagaimana bila menjadi eksekutif bisa gilang gemilang, sebagaimana nyinyirannya pada Menteri KKP. Pembuktian yang selayaknya ditunggu.  Biar benar bisa melakukan atau tidak.

Kesempatan itu patut diberikan, biarkan basis kinerja itu ada, bukan hanya berdali pengawas sebagaimana selama ini.  Eksekutif itu peran personal sangat besar, salah langkah, ia sendiri yang akan menanggung, ada dewan yang menyorot, plus para pengamat baik ahli atau amatiran, jangan kaget dan merah padam kemudian marah.

Menarik lagi apa yang akan dilakukan Nikita Mirzani melihat Zon sebagai menteri, apalagi jika tidak mampu membuktikan omongannya selama ini. Menjadi bulan-bulanan artis kontroversial menjadi anggota dewan masih bisa diam, kalau menteri? He..he...he..

Memang risiko terlalu besar bangsa dan negara, birokrasi lagi dipertaruhkan dalam pundak orang semacam Fadli Zon. Belum lagi kemarahan publik atas perilaku ugal-ugalan politiknya itu bisa bertambah-tambah.

Toh tidak patut juga menghakimi seseorang yang belum membuktikan apa-apa di dalam pemerintahan. Nah jika demikian, ya biarkan memberikan bukti bagi negeri ini. Tiga empat bulan bisa menjadi bukti, si plonga-plongo, atau si mantan pimpinan dewan yang gak bermutu?

Setujukah Fadli Zon masuk kabinet? Itu hak sepenuhnya presiden terpilih yang menentukan. Memang akan banyak yang kecewa, namun menarik juga jika dicoba mau melihat seberapa kualitas dia di eksekutif, ketika sudah membuktikan di legeslatif tanpa hasil itu.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun