Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anies, Komunis, dan Pilihan Politik demi 2024

10 Oktober 2019   10:54 Diperbarui: 10 Oktober 2019   11:37 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu, Gubernur Anies mengingatkan bahaya Komunisme itu nyata. Setuju, sepakat, toh saya juga masih mengalami cukup lama imbas masalah itu. Pro dan kontra masih demikian kuat mengenai hal ini. Ada yang  mengatakan itu mainan penguasa, atau juga kampanye sekelompok orang.

Yang jelas masih cukup segar bagaimana orang demikian ketakutan dengan cap OT. Betapa susah bergerak baarang siapa yang berkaitan dengan mereka itu. Hal yang sangat mudah bisa ditemui dalam kisah novel-novel. Itu faktual. Dalam kisah nyata pun demikian. berseliweran kisah tragis itu.

Waspada itu boleh dan harus malah, namun paranoid jangan sampai. Begini saja, jika memperingati Kesaktian Pancasila, bukan membahas kualitas dan kekuatan jiwa dari Pancasila, malah membahas pihak yang dikalahkan oleh Pancasila, itu normal atau tidak?

Begini, el classico di mana Madrid dipecundangi barca di Madrid. Pasti yang akan dibahas adalah keperkasaan Barca, bukan soal keberadaan Madrid. Atau bagaimana sebaliknya, ketika di Barca, Barcelona dikalahkan tim kecil. Akan dibahaslah tim kecil yang luar biasa itu. kemarin M. City kalah di kandang oleh tim tidak level. Mereka dikupas bagaimana pemain yang dibuang pelatih Pep malah mempermalukan, ekspelatih yang telah menjualnya. City tidak lagi menjadi fokus.

Ada apa Anies membahas Komunisme bukan malah mengupas Pancasila yang tetap jaya di hadapan komunisme. Ingat ini pun masih kontroversial sebenarnya. Paling tidak secara normatif ya memang demikian adanya.

Menjadi sebuah indikasi kalau Anies memiliki kecenderungan berpihak pada kelompok yang bukan Pancasilais, tampaknya bisa demikian.   Beberapa kali menjadi pembicaraan bagaimana pilihannya yang cenderung populis ngawur itu adalah upaya demi 2024.

Awal mula bersikap demikian secara publik jelas pilkada DKI 2017. Bagaimana ia menjadi bagian utuh atas perilaku ugal-ugalan berpolitik identitas. Kapitalisasi atas suku dan agama Ahok sebagai petahanan paling menjanjikan. Ayat dan mayat menjadi komoditas yang demikian vulgar terjadi. sangat wajar ketika itu hanya dalam masa kampanye, namun terus menerus ternyata dipakai.

Mei, ketika ada kerusuhan ekses hasil dari  pilpres dengan berbagai kepentingan. Keberadaannya yang tidak ada di tempat. Dan tiba-tiba malah mengusung keranda korban yang sebagian pihak mengatakan itu adalah perusuh. Kondisi yang identik dengan rusuh ala Timur Tengah dengan memainkan rasa heroisme, korban siapapun dia pokoknya ada dalam keranda yang bisa menaikan tensi politik.

Kemarin, demo tidak jelas lagi, lagi dan lagi, dibanding gubernur lain, ia paling aneh dan lucu. Mengunjungi  "korban" dan menawarkannya ASN jalur khusus. Lagi dan lagi keberpihakan yang aneh dan lucu, di tengah permasalahan yang sangat sumir, bahkan tidak ada urgensinya ada korban seperti yang ia kunjungi.

Ramadhan yang lalu, ia mengundang ulama Palestina. Jelas konteks ini adalah konteks politis, di mana orang bersimpati pada Palestina. Sejatinya Palestina bukan soal agama, murni politik. Namun demi ketenaran ia mengundang mereka, mengenakan syal Palestina.

Tidak jarang ia juga berkumpul untuk sembahyang atau sholat yang tidak pada tempatnya. Mengapa demikian? Jelas permainan dan mengaduk-aduk  perasaan pemilih, adanya pemimpin religius, agamis, dan menjanjikan karena keaktifannya beribadah.

Selain keanehan sikap. Ia juga cenderung menggunakan politik cemar asal tenar.  Tentu yang terbaru mengenai maaf ketidakadaan tampungan kamar kecil atau septic tank, warga dianjurkan bergabung dengan tetangga.

Aneh dan di luar nalar gagasan ini. Banyak hal bisa  dilakukan.

Pertama, ini ide ribet karena orang bisa terganggu ketika jadwal buang air besar itu tidak bisa diganggu gugat. Bagaimana mungkin ritme biologis ini harus ndhodog rumah tetangga. Gagasan koplak,  di mana ibukota negara, digarap seperti orang kampung yang masih sangat erat tali silaturahminya.

Kedua, jika dalam perkampungan padat, biasanya ada toilet umum, sangat mungkin adanya toilet portabel, tuh di lapak dagang online banyak. Mosok begitu saja tidak tahu.

Ketiga, jalan kampung, buat saja tengah-tengahnya menjadi penampungan kotoran. Sangat mungkin, jalan paling sempit itu bisa lewat sepeda motor, sekitar 75 cm, nah di tengah pergunakan saja box culvert, 40 cm. Sangat mungkin bisa diaplikasikan.

Keempat, beberapa RT memiliki ruang terbuka meskipun sempit, misalnya pos ronda, taman, atau lapangan kecil. Mengapa tidak sebagian kecil dipakai untuk itu dan dengan cor toh atasnya masih bisa dipergunakan sebagai peruntukan yang sama selama ini.

Trotoar sebagai tempat pejalan kaki, jalan raya sudah sangat padat, malah diperbolehkan untuk berdagang. Alasan demi menyambung hidup. Lha apa iya orang boleh nyopet karena tidak mau kerja bukan semata untuk menyambung hidup. Wong berdagang tidak harus di kaki lima juga kog. Hanya karena enggan ribut dan menertibkan yang bisa merugikan nama dia secara politis.

Ini gubernur enggan kerja keras. Anggaran besar, tim juga gede dengan bayaran mega juga. Mengapa menghasilkan gagasan-gagasan receh begitu.

Sejatiya Anies tidak memiliki konsep di dalam memerintah dan mengatur. Model konseptor akademis yang kadang tidak bisa dilakukan di lapangan. Ketika di Jakarta saja gagal, konsepnya tidak jelas, apa iya masih laku untuk nasional.

Pilihan-pilihan politiknya nampak jelas demi popularitas 2024. Kinerja bukan menjadi ukuran bagi politikus model demikian. Ketenaran entah apapun caranya menjadi tujuan dan sarana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun