Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Anies, Komunis, dan Pilihan Politik demi 2024

10 Oktober 2019   10:54 Diperbarui: 10 Oktober 2019   11:37 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Selain keanehan sikap. Ia juga cenderung menggunakan politik cemar asal tenar.  Tentu yang terbaru mengenai maaf ketidakadaan tampungan kamar kecil atau septic tank, warga dianjurkan bergabung dengan tetangga.

Aneh dan di luar nalar gagasan ini. Banyak hal bisa  dilakukan.

Pertama, ini ide ribet karena orang bisa terganggu ketika jadwal buang air besar itu tidak bisa diganggu gugat. Bagaimana mungkin ritme biologis ini harus ndhodog rumah tetangga. Gagasan koplak,  di mana ibukota negara, digarap seperti orang kampung yang masih sangat erat tali silaturahminya.

Kedua, jika dalam perkampungan padat, biasanya ada toilet umum, sangat mungkin adanya toilet portabel, tuh di lapak dagang online banyak. Mosok begitu saja tidak tahu.

Ketiga, jalan kampung, buat saja tengah-tengahnya menjadi penampungan kotoran. Sangat mungkin, jalan paling sempit itu bisa lewat sepeda motor, sekitar 75 cm, nah di tengah pergunakan saja box culvert, 40 cm. Sangat mungkin bisa diaplikasikan.

Keempat, beberapa RT memiliki ruang terbuka meskipun sempit, misalnya pos ronda, taman, atau lapangan kecil. Mengapa tidak sebagian kecil dipakai untuk itu dan dengan cor toh atasnya masih bisa dipergunakan sebagai peruntukan yang sama selama ini.

Trotoar sebagai tempat pejalan kaki, jalan raya sudah sangat padat, malah diperbolehkan untuk berdagang. Alasan demi menyambung hidup. Lha apa iya orang boleh nyopet karena tidak mau kerja bukan semata untuk menyambung hidup. Wong berdagang tidak harus di kaki lima juga kog. Hanya karena enggan ribut dan menertibkan yang bisa merugikan nama dia secara politis.

Ini gubernur enggan kerja keras. Anggaran besar, tim juga gede dengan bayaran mega juga. Mengapa menghasilkan gagasan-gagasan receh begitu.

Sejatiya Anies tidak memiliki konsep di dalam memerintah dan mengatur. Model konseptor akademis yang kadang tidak bisa dilakukan di lapangan. Ketika di Jakarta saja gagal, konsepnya tidak jelas, apa iya masih laku untuk nasional.

Pilihan-pilihan politiknya nampak jelas demi popularitas 2024. Kinerja bukan menjadi ukuran bagi politikus model demikian. Ketenaran entah apapun caranya menjadi tujuan dan sarana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun