Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi UU KPK dan Bantal Buluk ABG

14 September 2019   09:54 Diperbarui: 14 September 2019   10:09 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Revisi UU KPK dan Bantal Buluk ABG

Beberapa tahun lalu, ketika bekerja sebagai pembina bagi siswa-siswi dan kaum muda, suatu hari ada kelompok yang datang. Satu kejadian lucu ketika diumumkan barang-barang terlarang dibawa ke kamar tidur, seperti makanan kecil, alat komunikasi, dan sejenisnya ada anak yang datang meminta izin membawa bantal yang haduh ampun dekil.

Ia peluk dengan erat, katanya kalau tidak memakai bantal itu tidak bisa tidur. Katanya sejak kecil menggunakan bantal itu. Saking dekat, lekat, dan sudah ketagihannya kelihatannya tidak pernah dicuci oleh orang tuanya. Dibiarkan begitu saja. Nyaman sih dan itu subyektif.

Soal kesehatan, mengenai segi estetis, dan hal lainnya tidak lagi menjadi pertimbangan. Rekannya pun banyak yang "gilo", enggan melihat saking dekilnya. Ini adalah subyektif dan sugestif. Sangat wajar, pihak lain enggan, bahkan maaf jijik, tidak berpengaruh.

Nah beberapa hari ini heboh dengan revisi UU KPK, ada yang khawatir bahkan curiga bahwa ini adalah pelemahan KPK, pihak lain mengapresiasi ini sebentuk penguatan dan mengembalikan pern KPK pada relnya, namun ada juga yang tidak melihat ini sebagai hal yang mendesak dilakukan. Argumen masing-masing pun kuat dan bisa diterima nalar sehat. Lepas adanya  kepentingan dan maksud-maksud yang ada di sana.

Kelompok-kelompok dan pro-kontra revisi:

Pertama, kelompok yang antirevisi. Ada beberapa alasan dan itu sangat wajar dan memang bisa dipahami dengan beberapa argumen yang mengikuti.

Pihak-pihak ini curiga karena inisiatif dari DPR, dan tentu juga paham seperti apa perilaku dewan itu selama ini. Dewan seolah berdiri berseberangan dengan KPK. Mirisnya komisioner KPK itu pilihan DPR. Simalakama bener.

Alasan kedua, mengenai beberapa usulan dan revisi mengenai hukuman yang diperingan, dan kewenangan lain yang cenderung hendak dipersulit. Posisi KPK makin tersudut dan lemah, bisa dikendalikan pihak lain. lagi-lagi ini  sangat wajar khawatir dan waspada jika demikian.

Alasan ketiga, KPK sudah bekerja dengan baik selama ini. Dan jangan sampai jika ada revisi malah membuat KPK malah lebih lemah dan mundur.

Kelompok kedua, pihak yang prorevisi. Alasan juga kuat dan masuk akal.

Kelompok ini cenderung melihat rekam jejak KPK dan juga presiden. Apa yang dilakukan presiden itu benar dan menguatkan peran KPK dengan aturan baru yang lebih jelas. Memang ada masalah dan itu perlu diakui dengan jernih dan jeli melihat itu sebagai kesempatan perbaikan.

Adanya desas-desus soal faksi di dalam KPK. Ini jelas berbahaya, karena apa? Adanya kepentingan lain, selain pemberantasan korupsi. Toh selama ini juga demikian jelas dan nyata, gamblang. Bagaimana kasus-kasus tertentu bisa dilakukan dengan relatif baik, namun dalam kasus lain seolah-olah mentah lagi dan lagi.

Keberadaan pegawai dan komisioner yang cenderung tidak sehat, perlu diubah. Ada pengakuan dari komisioner lalu dan terpilih lagi, bagaimana penyidik menolak memberikan  hasil pemeriksaan, padahal tindak lanjut pun harus sepengetahuan dan bahkan tanda tangan komisioner. Bagaimana bisa penanggung jawab utama tidak tahu isi dan hasil namun harus tanda tangan. Ini masalah.

UU bukan Kitab Suci, jadi ingat era ORBA anti yang namanya resufle, seolah itu adalah kiamat. Padahal tidak mesti seperti itu. Ketika dengan diniati dengan motivasi baik dan benar  patut mendapatkan dukungan. Memang bahwa ada niat buruk, dan itu yang perlu dicermati dan dikritisi.

Ini kinerja politik, bukan matematik. Dalam konteks ini politis harus berhitung. Saling sandera dan saling balas itu sangat mungkin. Menyenangkan semua pihak itu mustahil. Kompromi yang paling mungkin. Nah tentu presiden tidak akan mungkin menolak mentah-mentah, karena bisa dibalas ketika mengajukan RUU diperlakukan yang sama bisa berabe.

Kepala dari 560-an anggota, meskipun ada fraksi toh bisa terjadi adanya perbedaan sikap dan pemikiran. Ini susahnya berbicara politik. Dan itu bisa sangat ribet. Kompromi demi bangsa dan negara  bukan hal yang tabu dan buruk. Asal bukan dengan dagang daging sapi tentunya. Sandera demi keuntungan sepihak.

Keberadaan KPK masih terlalu minim kontribusinya dibandingkan dengan ekpektasi dan anggaran yang sudah digunakan. Keadaan yang tidak semestinya, seperti WP dan adanya faksi yang tidak seharusnya perlu pembenahan, dan itu akan sangat baik dan efektif jika dengan revisi UU.

Kelompok ketiga, yang  masih menunggu tindak lanjut, karena merasa tidak perlu adanya revisi. Sudah cukup dengan segala kekurangan dan kelebihannya, dari pada malah terhambat di dalam kinerja. Pendapat ini juga masih wajar dan bisa dipahami dengan baik.

Revisi UU KPK memang mengundang tanda tanya. Inisiatif dari dewan, mendadak, di ujung masa kerja, tidak masuk prolegnas lagi. Namun pada sisi lain memang keprihatinan di dalam KPK juga tidak kecil. Sangat wajar jika ada yang malah bingung, belum lagi ada narasi yang sangat susah melihat itu tidak ada yang menggerakan.

Menganggap KPK baik-baik saja. Jelas ini tidak demikian. Meskipun tidak ada pelanggaran hukum misalnya, toh selama ini banyak lobang yang dibuat dan ditinggalkan. 

Itulah fungsi revisi UU ini. salah satu contoh, mengapa hanya menelusuri orang-orang tertentu dan berhenti. Yang disebut dalam putusan seharusnya bisa menjadi rujukan awal untuk membuka kasus dan pihak baru, toh selama ini mandeg.

Susah dan masih akan lama soal pembuktian terbalik, pemiskinan, dan hukuman mati bagi koruptor. Ini masih utopis.

Minimal adalah tindakan pencegahan dan pembinaan generasi penerus antikorupsi masih sangat jauh dari harapan. Ini sangat mendesak. Jangan lagi bicara kekurangan tenaga terus.

Keberadaan revisi itu sudah sebuah keharusan kog, bukan hanya menilai baik-baik saja KPK. Seperti abg dengan bantal buluknya, ia menilai baik saja, nyaman dengan itu. Padahal segi kesehatan dan estetis tidak demikian.

Niat baik dan kehendak baik demi negeri dan bangsa ini memang masih jauh dari harapan. Memang ada yang akan memperlemah dan itu tugas seluruh anak bangsa mengawasi dan mengritisi.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun