Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

KPAI, Haornas, dan Kisah Tragis Beasiswa Djarum

9 September 2019   12:54 Diperbarui: 9 September 2019   12:59 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Kemarin, rekan yang bekerja di PT Djarum menyatakan ngalah dhuwur wekasan, palahane ra kangelan nyiapke audisi-audisian. Jelas bagi PT Djarum itu adalah keuntungan, tidak perlu repot, keluar uang pula.

Rekan lain rumahnya Purwokerto mau jauh-jauh mengantar anaknya ke Kudus demi tembus beasiswa dari pabik rokok yang didengung-dengungkan berbahaya, pada sisi lain juga tidak kurang-kurang peminatnya, serta toh banyak penikmat secara tidak langsung.

Kecenderungan, maaf munafik masih demikian kuat. Menguntungkan dukung, tidak dapat apa-apa tendang. Semua hal demikian, lihat saja berbagai-bagai peristiwa mempertontonkan hal demikian. miris sebenarnya, mengaku bangsa berideologi Pancasila, mengamuk kalau agamanya tersentuh, dan wajib mengisi kolom agama, namun munafik menjadi gaya hidup yang seolah membanggakan.

Beberapa hal patut dilihat:

KPAI sebagai punggawa penjaga anak, dalam satu sisi telah tepat dan benar mengatakan perlindungan pada anak-anak. Sepakat, tidak ada yang salah, bahkan harus demikian, memang itu adalah tugas dan kewajibannya.

Namun, apakah itu juga berlaku pada kasus-kasus lain?  Ini menjadi penting karena jika benar melakukan hal yang sama, artinya memang mereka benar bekerja profesional dan itu patut diacungi jempol lima sekaligus. Pinjam tetangga juga boleh. Faktanya, tidak demikian. Mengapa ssb  yang setiap kampung ada, dan itu juga anak-anak lho, jangan dikira kakak-kakek. Mosok kakek main bola.

Pun dalam gelaran kampanye kemarin, anak-anak terlibat, mereka ke mana? Atau anak-anak jalanan itu tidak kurang-kurang yang perlu mereka perhatikan kog. Bukan bermaksud mendeskreditkan KPAI dengan tugas mulianya, namun mengapa abai pada yang esensial malah meributkan yang remeh.

Jika berbicara eksploitasi anak, mengapa diam saja pemain sinetron anak, yakin itu paksaan dari emaknya, atau audisi idol junior, atau dai cilik dan hafidz cilik, gak sah sewot dan nuduh soal pelecehan agama, apa bedanya dengan yang ada di Djarum?

Soal rokok. Benarkah bahwa rokok itu penyebab adanya polemik ini, jika ini rokok kan bukan ranah KPAI, namun dinas kesehatan dan benar KPAI memiliki kewenangan itu. Namun lagi-lagi ke mana KPAI ketika ada anak yang dibawa bahkan disewakan untuk mengemis, atau menyewakan ojek payung? Benar itu terlalu kecil bagi mereka.

Menarik adalah ketika ingatan publik kembali ke masa silam. Di mana banyak cabor yang bisa banyak berbicara kemudian hilang karena induk yang banyak memberi gizi itu mundur. Ada dulu PORKAS dan SDSB, benar bahwa itu judi. Toh tidak siap dan ada solusi untuk pembinaan berkelanjutan. Ini soal sikap, gampang kog menghentikan dan membubarkan, namun apa ada jalan keluar yang lebih baik?

Ping pong dan tenis lapangan dulu sempat moncer karena ada penanggung jawab untuk itu semua dengan kelimpahan uang dan fasilitas. Jangan naif mengatakan nasionalisme semata. Itu omong kosong. Jelas juga bukan matre, namun konsekuensi logis, mau maju ya perlu banyak bea, tidak ada yang gratis. Siapa yang mau menggantikan peran Djarum sekarang?

Pembinaan sejak usia dini, apakah ini melanggar HAM anak? Perlu kejernihan dulu, jangan semua anak harus duduk manis di kelas. Belum tentu sesuai dengan bakat anak untuk sekolah, mosok KPAI lupa sejarah Thomas Alpha Edison sih? Anak memiliki bakat masing-masing. Anak suka tepok bulu diminta masuk kelas juga melanggar HAM. Hayo mikir gak ke sana? Jangan semua dijadikan pelajar yang membebek, buka wawasnan ke depan, banyak jalan menuju Roma, bukan hanya kelas. Ini salah satu penyakit penyeragaman yang sudah ketinggalan zaman.

Olah raga, atlet itu masanya sangat singkat. Perlu persiapan dini, dan usai pun cepat. Mosok usia usai sunat baru pegang raket, kalau kalah dihujat, pinjam istilah Pak Beye, come on, bangun. Bicara pada ranah yang tepat, jangan hanya satu sisi abai sisi-sisi lain.

Ini kecurigaan, bukan tuduhan, karena kog pola sama, waktu yang berdekatan, dan momennya pas. Entah berlebihan atau tidak, jika ada unsur gerakan fundamentalis seolah terlibat. Demikian masifnya serangan pada keberhasilan sebagai sebuah bangsa.

Sejarah banyak upaya pengaburan, ingat bukan tokoh agama kabur, namun sejarah yang diputarbalikan tidak karuan, sehingga orang menjadi bingung. Gajahmada dengan tambahan Ahmad, Borobudur era Salomo alias Sulaeman, Sriwijaya itu fiktif, dan seterusnya bukan ranah untuk membeber itu.

Hanya mau mengatakan bahwa ada gejala gerakan adanya upaya menurunkan kebanggaan akan masa lalu, sejarah, dan prestasi bangsa ini. Pun prestasi pemerintah pun juga mau dinafikan, agatr rakyat itu tidak memiliki akar kebanggaan, sehingga mudah ditaklukan dengan jargon baru yang dengan masif ditawarkan.

Mematahkan kebanggaan. Semua tentu paham kalau bulu tangkis lah cabor yang eksis dan terus menerus memberikan kebanggaan. Toh KPAI diam sejuta bahasa pada cabor lain, sepak bola misalnya sampai ada yang meninggal dan maling berkeliaran. Benar bukan ranah KPAI, toh ssb buanyak di mana-mana. Identik kog dengan audisi Djarum.

Akan susah mendapatkan pengakuan atau adanya fakta adanya agenda lain selain benar-benar karena perlindungan anak. Jauh lebih cenderung politis, kalau tidak lebai bisnis yang berbicara. Susah meyakini karena demikian banyak fakta malah memberikan arah sebaliknya.

Miris sebenarnya lembaga yang seharusnya menjadikan anak aman, negara lebih berkualitas, serta masa depan bangsa lebih baik namun masih jauh dari harapan. Tidak salah apa yang dilakukan KPAI, namun mengapa hanya menyasar audisi Djarum saja. Toh masih begitu banyaknya keprihatinan yang lain, namun tidak mendapatkan perhatian yang sama.

Sebenarnya PB bisa melakukan tanpa perlu swasta, rokok lagi terlibat, jika maling-maling berdasi itu mau bertobat dan tidak lagi tamak demi hasrat probadi dan keluarga sendiri. Mereka mengentikan malingan dan dananya untuk olah raga dan BPJS. Memang mau, wong sudah divonis saja masih menerima gaji. Sekali maling tetap maling mana mau berbagi. Mengeruk iya. Miris

Selamat Hari Olah Raga dalam Kelam

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun