Lucunya Pemilu 2019, Nunung Srimulatpun Kalah Lucu
Pagelaran pemilu paling lucu ya 2019. Mulai dari istilah, proses, hingga upaya-upaya pihak yang terlibat sangat menggelikan dan kadang maaf naif dan bodoh. Begitu banyak istilah lucu, ada jenderal kardus, jenderal baper, tampang Boyolali, tempe setipis ATM, sandiawara uno, anak mami, dan dagelan lainnya.
Perilaku pun tidak kalah lucu. Ada joged waktu debat, pjat-pijatan, ada pula orang berkisah korban banjir, tetapi bagian belakangnya bersih dari lumpur. Usai coblosan ada MA, ada mau menuntut ke Mahkamah Internasional, dan ada caleg galal melenggang menuntut ketua umum ke pengadilan negeri. Jangan lupa juga ada kandidat gagal menuntut ke MK karena rivalnya mengedit photo sehingga cantik.
Nunung ditangkap penegak hukum karena narkoba tentu bukan karena kalah lucu dengan politikus yang ndagel selama ini. Ranah berbeda namun memang cukup gapleki perilaku mereka ini. Hanya merepotkan, nggribeti, bukan mendewasakan dan mencerdaskan.
Namanya alam demokrasi memang memberikan kebebasan dan  persamaan hak di muka  hukum dan jaminan kesempatan yang  sama untuk siapa saja mau menjadi apa saja.  Nah ketika mereka menikmati kebebasan ini, namun abai akan norma politik bertanggung jawab malah mengandalkan politik itu cair, ya sudah jadinya kelucuan dan kelucuan.
Semua tentu paham, tahu, dan mengerti UU pemilu itu penetapan pemenang ada pada KPU dan hasil perselisihan jika berkaitan dengan suara ada pada Bawaslu, namun jika perselisihan itu berkaitan dengan cara atau kinerja masih ada upaya MK. Itu pasti dipahami dengan baik oleh para doktor dan bahkan profesor hukum dan politik. Namun toh masih saja ngeyel menuntut ke MA.
Ketika mengupayakan mengubah kekalahan menjadi kemenangan ke MK itu  pun lahirlah drama kelucuan demi kelucuan. Ada saksi yang ternyata ada terdakwa, ujung-ujungnya ia masuk bui lebih awal. Ada saksi yang bingung apa yang harus ia katakan, bukti yang ia yakini ternyata tidak ada dalam daftar. Bersama para pegacara malah kisruh sendiri.
Ada saksi yang terkencing-kencing, mirip dengan Nunung kalau melawak saking lucunya sampai pipis di tempat. Lagi-lagi sama kan kisah Nunung dan politikus pemilu kali ini. Kelucuan yang cukup mahal tapinya.
Menuntut Ketua Umum menentukan mereka menjadi caleg terpilih yang menjadi anggota dewan. Ini juga lucu yang menentukan menjadi wakil rakyat atau bukan itu pemilih, rakyat yang memilih mereka, jumlah pemilih yang cukup. Penetapan oleh KPU atas pilihan rakyat, bukan penetapan ketum atas perintah pengadilan negeri.
Lucu atau maaf naif, kog malah kembali ke era Orba saja di mana nama-nama tergantu sang bos besar ini di  nomor ini dan pasti jadi. Terkenal dengan istilah caleg nomor sepatu yang hanya penggembira semata karena nomor bawah yang tidak akan pernah ada suara menjangkau mereka.
KPU bukan pengadilan negeri pula, entah ini ide atau gagasan dari mana ada model paling baru, sehingga mereka menuntut model demikian. Kekalahan itu soal jumlah pemilih bukan soal ketua umum.