Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

PKS Partai Paling Riuh Rendah Prapemilu Kini Sunyi Sepi

30 Juni 2019   09:00 Diperbarui: 30 Juni 2019   09:30 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PKS Partai Paling Riuh-rendah Kini Sunyi Sepi

Siapa yang tidak tahu PKS  dan intriknya sebelum pemilu. Menggadang-gadang sembilan kader terbaik untuk capres dan cawapres, yang tersingkir oleh konon katanya kardus. Satupun tidak ada yang mendekati untuk menjadi bakal capres ataupun cawapres.

Upaya masih dengan #2019gantipresiden, sempat heboh dan  terjadi polemik yang cukup tajam di pertengahan 2018. Ada anggapan mencuri star, ada yang mengaitkan dengan upaya mengubah pemerintahan, dan banyak hal lain. Toh sama saja tidak membawa kader mereka ikut dalam kontestasi tertinggi.

Persoalan pilkada dan kekosongan jabatan DKI-2 juga turut memeriahkan keberadaan PKS. Namun lagi-lagi hanya menjadi sebuah penantian tiada kepastian. Malah seolah menjadi bahan olok-olokan dan ping-pong, terumata oleh penguasa Gerindra DKI dalam tangan M. Taufik.

Mekanisme yang berubah-ubah tidak karuan membuah PKS serba salah. Mau membangkang, bisa kehilangan peluang  wagub, menurut toh dipermainkan dan hanya menjadi korban dan korban lagi. Hingga usai pilpres dengan segala hal ikhwalnya toh DKI-2 seolah terlupakan.

Memang sedikit terobati dengan pileg yang lumayan. Dengan gegap gempita dan keriuhrendahan yang mereka pilih, cukup membuat suara mereka cukup besar. Ditambah kaderisasi mereka yang memang militan dan susah berubah.

Kondisi cukup berbeda dengan pilpres, mereka diam seribu bahasa usai koalisi mereka sejak hitung cepat memiliki potensi ketinggalan. Mereka jauh lebih realistis dan cukup nyaman dengan pileg, mana duli dengan pilpres.

Partai lain ribet dan ribut, seperti Demokrat, mereka diam saja. Perilaku Demokrat ramai sudah mereka lakukan sebelum pemilu dan itu bermanfaat, dari pada yang didapat Demokrat. Sisi ini membuat mereka hingga kini seolah sendirian saja.

Di tengah kasak-kusuk kabinet dan mau atau menolak bergabung dengan pemerintahan, seperti Demokrat yang berhitung soal 2024 untuk AHY. Atau PAN yang cukup galau karena reputasi sepanjang tahun pemerintahan kemarin, dan juga keberadaan si sepuh AR yang serba galau bersama dengan Jokowi.

PKS diam seribu bahasa, tidak ada juga sinyalemen, apalagi tawaran untuk bergabung. Hal yang cukup jelas arah dan ke mana pemerintahan ke depan mau dibawa. Keberadaan yang serba nanggung, hanya mungkin hanya dengan Gerindra, jika tidak diajak pula untuk bersama-sama membangun negeri.

Perlu beberapa hal yang layak dilihat, jika keberadaan ini benar-benar terjadi:

Jika PKS sendirian saja menjadi oposisi, tentu sangat tidak normal dan  parah, karena ketimpangan yang amat sangat. Dengan keberadaan kursi yang tidak sampai sepuluh persen jelas menjadi bulan-bulanan setiap voting di dalam  mengambil keputusan dan kebijakan. Ini sangat tidak sehat dan bukan jiwa demokratis.

Posisi rekan koalisi pilpres kemarin pun, apalagi Demokrat dan PAN cenderung tidak akan senada dengan PKS, khususnya Demokrat yang mengamankan sosok AHY yang perlu panggung. PAN yang masih galau dan bingung karena matahari kembar di sana. Koalisi adil makmur menjadi koalisi galau.

Sangat wajar jika PKS yang memang memiliki platform yang cukup berbeda jika bersama dengan koalisi Jokowi. Rekam jejak mereka selama pemerintahan SBY juga cukup memberikan warna untuk tidak mudah untuk mengajak mereka bersama-sama.

PAN yang memiliki reputasi tidak kalah dengan PKS tentunya juga menjadi pertimbangan kebersamaan dalam pemerintahan Jokowi-KHMA. Di mana mereka baru saja berlaku seenaknya sendiri, dan tiba-tiba balik kanan.

Demokrat memang belum pernah berperan sebagai oposisi dan berperan pada posisi berseberangan dan membuka peluang demi AHY tentu perlu berpikir cerdik, termasuk pemenang pemilu harus bersikap dan berhitung dengan mendalam dan cermat.

Gerindra justru memiliki banyak kesamaan terutama dengan PDI-P selama sepuluh tahun dalam rezim SBY dan menjadi oposisi bermartabat cukup baik. Ada peluang malahan. Dan di sana jauh lebih positif bagi Gerindra untuk memperbaiki citra buruknya selama 2014-2019.

Jika demikian, sangat mungkin malah PKS tetap sendirian, atau terpaksanya bersama-sama dengan PAN, atau Gerindra, dengan Demokrat yang akan memainkan dua kaki lagi. Jika masih memakai pola ini Demokrat makin hilang dari peredaran.

Mengapa susah agi PKS? Karena masih memiliki kepentingan DKI-2 jadi mereka susah bersikap mendahului Gerindra, mau berseberangan dengan Prabowo jelas rugi untuk posisi DKI, pun mau bersama Gerindra juga belum jelas, pihak istana pun tidak memberikan signal kuat untuk itu.

Posisi lemah PKS sejatinya bisa untuk kekuatan pemerintah di dalam pembersihan unsur-unsur Antipancasila yang banyak ditengarai saling berkelindan di sana. Susah dipungkiri bahwa banyak tokoh dan elit gerakan mengganti Pancasila saling silang dengan partai ini.

Kepercayaan dari rakyat ini sepatutnya diimplemantasikan oleh pemerintah untuk semakin kuat di dalam menghadapi gerakan yang hendak menggantikan Pancasila. 

Kepercayaan rakyat yang jauh dari kelompok ini patut diapresiasi dan diberikan penghargaan dengan tindakan pasti dalam menegakan hukum soal HTI dan kawan-kawan yang berafiliasi dengan aksi mengganti Pancasila.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun