Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

#PrabowoWithoutDi**, antara Pembelaan, Pelecehan, dan....

24 Juni 2019   07:59 Diperbarui: 24 Juni 2019   08:19 1870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

#PrabowoWithoutDi**, antara Pembelaan, Pelecehan, dan Guyonan yang Menghambat Rekonsiliasi

Beberapa hari lalu taggar PwD itu trending di media sosial. Cukup mengejutkan ketika bintang yang dipakai siapa, isinya apa, dan bagaimana ditutup dengan taggar itu. Narasinya pun bernada guyonan. Beberapa hal layak dilihat lebih jauh.

Kira-kira siapa pelaku utama di dalam membuat guyonan ini? Susah melihat bahwa ini adalah dari kubu Prabowo-Sandi, dengan beberapa indikasi, satu, soal angka kemenangan, belum pernah menyebut angka 61%. Berbedayang biasanya adalah 54%, 62%, atau 52%, dan pernah juga 80%. Toh angka 61% ini hanya kali ini.

Dua, kecil juga kemungkinan kelompok mereka menyantumkan taggar pelecehan pilihan sendiri. Aneh saja dengan menjadikannya trending dengan hal yang mengolok-olok. Berbeda dengan ketika taggar SOSobserver dulu. Masih dalam konteks kampanye, sangat mungkin. Meskipun sama-sama dengan menggunakan bintang film porno.

Tiga, pihak yang membuat ini tahu, akun pendukung Prabowo-Sandi lemah dalam membaca dan literasi, pokok bagi-share menang dan dan Prabowo hebat tanpa mau tahu esensinya benar datau tidak. Nah mereka paham bahwa taggar ledekan ini mereka tidak akan mereka pedulikan dan pahami dengan meminta bantuan ggogle translate misalnya.

Dari tiga point itu, kecenderungan ini adalah upaya olok-olok dari pihak yang sudah jengah dengan upaya Prabowo dkk yang makin lucu dan tidak karuan. Bisa siapa saja mereka ini.

Masalah berikut yang bisa lebih memilukan adalah adanya resistensi karena malu dari pihak pendukung Prabowo-Sandi, apalagi dikipas-kipasi oleh dua orang dari kubu mereka, paling tidak dari PAN dan Demokrat.

Faldo Maldini yang menyatakan bahwa tugas berat Jokowi adalah meyakinkan pihak yang tidak memilihnya dengan sangat keras, karena kutub yang   tercipta sangat kuat. Ketidakpercayaan dari yang tidak memilihnya sangat besar. Padahal mereka yang menciptakan, namun Jokowi yang diminta bertanggung jawab.

Jansen Sitindaon yang melihat  sidang MK yang terbuka, jika ada kecurangan yang terbukti, legitimasi kemenangan Jokowi-KHMA berkurang. Narasi curang yang jauh-jauh hari sudah didengungkan dan diulang-ulang ini menjadi beban dalam benak rakyat yang tidak tahu apa-apa sebenarnya.

Nah kondisi demikian yang seolah sengaja diciptakan, diperparah dengan degelan #PwD itu. Lihat saja reaksi pendukung Prabowo-Sandi yang merasa bahwa itu benar dan hebat. Kemenangan itu ada pada pihak mereka. Reaksi yang selalu demikian,  kebenaran yang diberikan oleh pihak luar malah dianggap penghinaan, dan kesesatan yang beraroma pujian bagi mereka dinilai kebenaran yang sejati.

Narasi Profesor Tokuda yang ditulis sebagai cucu dari tentara Jepang yang menyesal pernah menjajah Indonesia, profesor demokrasi, dan meyakini Prabowo-Sandi menang, namun ditutup dengan taggar pelecehan mendasar sebenarnya. Narasi diatasnya itu abal-abal, diperkuat dengan taggar ngaco, namun toh diyakini.

Jika mau bersih saja, mana ada sih orang mau menjual dagangan dan di bawah sekali ditulis, awas ini barang bekas. Apalagi di atasnya pun profil yang dinyatakan juga jauh dari kenyataan. Jelas si pembuat tahu tabiat yang mau disasar.

Asli ini sebatas olok-olok, kalau menjadi viral jelas saja, tapi bahwa esensinya memperolok Prabowo sebagai pribadi. Ini makin tidak baik, ketika pendukungnya itu lemah dalam mencari pembanding dan melihat mana yang lebih benar dan mana yang asal-asalan. Miris jika berbicara bagi bangsa dan negara lebih jauh.

Berbeda itu sudah pasti dalam alam demokrasi, namun tidak layak juga untuk memperolok ketika pihak lain sudah kalah. Mereka yang tidak pernah mau tahu kenyataan dibanjiri dengan model demikian, bukannya tambah mengerti namun makin fanatis dan menolak melihat kenyataan. Ini masalah serius.

Elit-elitnya pun demikian, apalagi akar rumput. Mirisnya adalah jika elit itu demi uang dan kekuasaan, kalau yang di bwah, akar rumput, hanya menjadi korban dan tidak karu-karuan akibatnya. Perseteruan yang tidak ada ujung pangkalnya kadang, karena esensi masalahnya hilang dari sana.

Payah lagi jika berhadapan dengan hukum, biasanya akar rumput dan ditinggalkan begitu saja. Mereka dilupakan, padahal ketika membela kadang bisa melanggar hukum. Ini sudah berkali ulang, elit bisa mengelak dengan jaringan dan kekuatan finansial mereka, bagaimana yang orang biasa?

Jauh lebih bijak adalah tidak menambahkan masalah dengan mencoba memberi tahu mereka, toh tidak akan mau tahu dan tidak akan mencari tahu. Ini sudah tercipta sekian lama.  Seolah pekerjaan sia-sia belaka. Paling-paling akan menuding pihak yang memberi tahu sebagai iri, dungu, dan sejenisnya.

Membiarkan mereka seolah katak dalam tempurung juga tidak baik, namun memberikan pembelajaran dalam kondisi yang masih  panas seperti ini juga sia-sia.  Tugas para elit mereka untuk meredam pengikut mereka dengan narasi positif, dan itu sangat mungkin, ketika para elit bisa bertemu dan memiliki rumusan yang sama bagi bangsa dan negara.

Media mengurangi intensitas pemberitaan dan kupasan dari politikus sontoloyo yang hanya mencari panggung dan uang semata. Siapa saja mereka toh semua juga paham kog. Politikus gagal dan barisan sakit hati yang kepentingannya  terganggu. Jika panggung mereka tidak ada, tidak akan memanaskan suasana yang tidak dipahami akar rumput.

Para pendukung Jokowi-KHMA yang kemungkinan menangnya besar juga tidak perlu memaksakan pihak yang tidak mau tahu itu untuk tahu. Biarkan saja, ada waktu untuk sadar juga. Harapan itu perlu proses. Memaksakan kehendak ya akhirnya sama dengan mereka bukan?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun