Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Sukses "Makar", Monas Diambilalih

17 Mei 2019   18:21 Diperbarui: 17 Mei 2019   18:34 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Buka bersama TNI-Polri di lapangan Monas, dihadiri Presiden Jokowi. Hal yang lumrah dan wajar sebagai presiden bersama jajaran hadir dalam acara baik di dalam suasana baik pula. Apakah sesederhana itu? Bisa iya, bisa juga tidak. Namanya orang politik, di masa seperti ini, sangat wajar ada tafsiran macam-macam.

Asal masih dalam koridor wajar, normal, dan bukan berupa fitnah, caci-maki, dan tuduhan yang tidak mendasar sih tidak apa-apa. Namun jangan lupa Presiden Jokowi sangat suka simbol dan menggunakan itu sebagai bahasa dalam menyikapi sebuah peristiwa atau fenomena.

Sejak mau mencalonkan diri menjadi walikota di Solo, Jokowi telah memilih baju batik motif godhong kates. Cukup simbolik, bahwa daun pepaya itu pahit namun berdaya guna. Hal yang sama ketika menjadi cawali periode kedua, dan menjadi cagub dengan kotak-kotak bersama Ahok. Hal yang terus dijaga dalam banyak kesempatan menjadi presiden.

Baju kerja putih digulung dan celana hitam yang ia dengung-dengungkan sebagai kesederhanaan. Dan itu cenderung itu menjadi motivasi juga dalam kesederhanaan pejabat dan elit yang biasanya menjadi pejabat. Apa adanya dan kerja cepat yang terjadi paling tidak hingga hari ini sudah terjadi.

Itu dalam konteks baju, pakaian. Dalam perilaku, beberapa kali memperlihatkan itu. paling fenomenal dan menjadi ingatan publik jelas ketika Presiden ke enam SBY mengadakan Tour de Java, Presiden Jokowi mengunjungi Hambalang dan Pk Beye batal mengadakan keliling Jawanya dan berhenti main medsos yang masih ingat bukan isinya?

Atau ketika MKD yang menyidangkan kisah papa minta saham, yang banyak diplesetkan majelis kelucuan dewan, karena memang lucu-lucu, eh presiden mengundang para pelaku dunia humor ke istana. Hal yang dinilai sebagai hal yang lucu bukan serius. Sampai diwartakan kalau Pak Jokowi tertawa sampai mengusap air mata.

Papa minta saham juga hanya lelucon mengenai fenomena meminta pulsa dengan papa atau mama minta pulsa diplesetkan menjadi papa minta saham, apalagi kondisinya sedang panas-panasnya, presiden menghadapi dengan cair. Jelas  bahwa label papa minta saham cukup melekat dalam diri Setya Novanto.

Beberapa hal lain juga diwarnai dengan bahasa simbol, baik yang dipaparkan dengan jelas, atau hanya dibiarkan begitu saja tanpa ada penjelasan. Namun bahwa sasmita itu sampai dan dipahami. Selama prakampanye hingga kampanye sering Jokowi memanfaatkan hal ini.

Kalau diajak ramai kita lawan, politikus gendruwo, politikus sontoloyo, atau juga photo keluarga dengan istri, anak-menantu, dan cucu. Apakah itu hanya jargon atau peristiwa begitu saja? Jelas tidak. Bubur lemu untuk AHY yang datang juga sarat makna, sebagaimana pilihan pakaian adat dalam acara kenegaraan yang dipilihnya.

Monas dan TNI-Polri

TNI-Polri itu bagian atau alat negara, ingat alat negara, bukan Jokowi, namun presiden sebagai bagian dari negara. Nah sinergi TNI-Polri yang terpampang memperlihatkan bahwa TNI-Polri ada di belakang presiden, ingat presiden, mau Jokowi atau mungkin saja Prabowo, akan selalu siap. Mungkinnya jangan kelupaan, jangan-jangan nanti diambil sebagai bukti lagi kalau Prabowo presiden kan cilaka.

Fenemona dan wacana people power yang demikian masif, perlu jawaban seperti ini. Hendropriyono telah menyatakan makar akan gagal, sepanjang TNI-Polri tidak mendukung. Hal yang jelas ditampilkan dalam acara ini. NKRI menjadi tanggung jawab TNI-Polri dan masyarakat bersama pemerintah. Ingat pemeritah, siapapun pemimpinnya, dan sampai pelantikan nanti bisa saja Jokowi lagi, atau ganti.

Monas itu selama ini identik dengan kawasan kaum tertentu, maka ada istilah monaslimin, alumni monas university, plesetan dan ledekan dari aksi-aksi yang selalu menggunakan Monas sebagai pusat atau titik kumpul aksi, sejak 2016 yang lalu.

Keberadaan Monas yang dulu juga menjadi tempat khusus bagi beberapa kelompok yang selama ini ada di kubu Prabowo.  Perlu kita ingat bagaimana permusuhan yang demikian kuat ketika Ahok menjabat gubernur dengan mengembalikan fungsinya sebagai kawasan umum, bukan agamis. Mereka marah.

Kemudian ketika kelompok yang mereka usung menang dan mengembalikan menjadi "kawasan  mereka" banget, seolah itu adalah tempat "sakral" mereka. Jokowi menggunakan itu untuk acara di mana kondisi ini adalah konsolidasi yang sangat penting namun malah seolah terambil alih.

Balasan menusuk ketika BPN membuka posko kemenangan di daerah Sumber Solo, dekat kediaman pribadi Jokowi. Yang ternyata tidak berdampak, bahkan disesali amat sangat oleh PAN yang tidak meloloskan satu calegpun ke Senayan dari Jawa Tengah. Jawaban cerdas dan berkelas, ugal-ugalan dijawab dengan matang.

Ada dua kemenangan yang sudah ada di tangan Jokowi atas Prabowo yang dengan beberapa lingkaran khususnya masih saja bersikukuh bahwa mereka menang dan penuh kecurangan. Sama sekali tidak ada bukti, dan maunya people power, kini disajikan show of force, kesatuan TNI-Polri bersinergi.

Monas sebagai pusat aksi dan kegiatan mereka, di mana sebagian besar ada pada kubu yang berbeda, dan kini itu malah oleh Jokowi tinggal sepekan saja dipakai dengan kekuatan yang jauh lebih konkret dari pada hanya omong besar people power yang telah direvisi oleh dosen pembimbing menjadi kedaulatan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun