Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Watak Asli Sandi Mulai Kembali

29 April 2019   19:06 Diperbarui: 29 April 2019   19:47 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Watak Asli Sandi Mulai Kembali

Usai pemilu,  tampilan perdana Sandiaga no demikian memelas. Wajah kuyu, pucat, tertunduk, dan lesu. Simpati banyak terucap dari banyak pihak, termasuk pendukung Jokowi sekalipun. Ada pula saking kasihan atau entahlah sudah berjanji untuk memilih di 2024 nanti.

Ditambah dengan sikapnya yang cukup berbeda dengan Prabowo, sangat wajar ketika orang menjadi menaruh kasihan padanya. Apalagi jika berbicara soal modal, keyakinan publik Sandi jauh lebih banyak menanggung kerugian. Isu kardus, penjualan saham, dan jelas dampak buruk atas harga sahamnya, dinilai sebagai kerugian Sandi pribadi.

Penilaian bahwa bangsa ini pendek ingatan terbukti benar, bagaimana ketika Sandi disemati paraban Sandiwara Uno, si Sandi anak mami, si tempe setipis ATM, atau macam-macam kejengkelan para pendukung Jokowi-KHMA dan juga para pelaku politik santun dan beradab. Kejengkelan dan kemarahan publik ketika tiba-tiba Pangudi Luhur bisa menghasilkan santri milenial, atau kehebohannya yang  menyebut nama ibu ini dan itu dalam debat.

Tampilan seperti orang kalah perang,  dan ada narasi dan isu kalau pipinya digampar dan bibirnya pecah, semua langsung memberikan dukungan dan doa. Seolah kemarahan  ketika dikibuli, kejengkelan ketika berlebihan dalam menyatakan tudingan yang tidak  mendasar itu susah seabad lalu.

Usai kembali lagi kekagetannya mungkin, atau ada konsolidasi ulang, sehingga paling tidak ada dua hal yang memperlihatkan ingatan kalau Sandi telah kembali.

Jokowi kalau mau ketemu tidak perlu pakai perantara, ketemu-ketemu saja. Lihat bagaimana sikap seorang negarawan seperti ini?  Bagaimanapun posisi Jokowi itu masih presiden, selain capres yang masih sama-sama menunggu pengumuman resmi. Jika seperti ini, ada kesan jika Jokowi mau mengemis untuk bisa bertemu.

Unsur kepongahan bahwa mereka yang memiliki kuasa, kedudukan, dan kemenangan. Padahal semua hitung cepat, bahkan hingga kisaran 50% hitung manual pun menghasilkan hitungan yang relatif sama. Selisih 9-10 % untuk paslon 01. Jauh lebih etis jika mereka sebagai penantang untuk datang, bukan malah arogan dan menantang Jokowi untuk datang.

Pantas bahwa pendukungnya malah membuat narasi jelas Jokowi kalah karena meminta untuk bertemu. Padahal ini bukan soal menang atau kalah, namun soal kesatuan bangsa dan negara yang selama ini telah tersekat demikian kuat hanya karena pilpres.

Kecenderungan memainkan politik kayu, belah bambu,  isu kasar, kampanye hitam berada dalam jajaran 02. Namun dengan sikap merendah yang memang selalu ditampilkan Jokowi, jelas tidak disambut dengan semestinya oleh Sandi dalam hal ini. Apalagi dia itu masih muda, berbeda jika yang berbicara adalah Prabowo.

Kembalinya sifat asli Sandi nampak dalam tanggapannya mengenai banyaknya petugas yang meninggal. Penghentian hitung suara karena banyaknya yang meninggal. Lagi-lagi abai akan fakta dan logika. Yang meninggal itu setingkat KPPS yang memiliki waktu yang sangat sempit dengan beban kerja begitu tinggi, kemudian sumber daya manusianya biasanya ala kadarnya. Tentu bukan menafikan korban, namun bahwa itu tidak menjawab persoalan.

Perjalanan hitung manual hari-hari ini jelas sudah sampai tahap PPK. Artinya PPS pun berjalan relatif aman dan selamat tanpa ada kejadian yang berlebihan, sebagaimana peristiwa yang menimpa para petugas KPPS. Sangat terlambat responsnya, tidak menjawab yang faktual. Idenya lagi-lagi telat sebagaimana biasanya.

Mengapa demikian gagapnya Sandi menyikapi hasil dan isu yang berkembang akhir-akhir ini?

Telah pulih dari kekagetannya bahwa ia dan pasangannya terpuruk tidak seperti yang ia bayangkan sejak awal. Perilakunya yang cengengesan, termasuk ketiga berdebat tidak berlebihan jika ada penilaian bahwa ia memperlihatkan keadaan kepercayaan tinggi pasti memenangkan kompetisi. Meremehkan dengan pengulangan yang sama dengan ketika kampanye dan debat di DKI. Kemenangan yang tidak disangka itu akan terjadi dengan sendirinya. Padahal kondisi berbeda jauh.

Pengalaman di DKI yang ugal-ugalan dijawab dengan baik oleh pemilih nasional. Tingkat keaktifan pemilih yang lebih baik memberikan satu bukti dan indikasi ini. Pun hasil pembangunan  Jakarta yang malah mundur menambah orang untuk tidak mau memilihnya, padahal enak Sandi berpikir yang berbeda.

Melihat apa yang ia lakukan dengan perubahan tiba-tiba kuyu, lemas, dan kaget bukan alang kepalang, dan kemudian berbicara dua hal yang tidak menjawab permasalahan malah menjadikan ingatan bahwa ornag ini memang levelnya itu. Tampilan sesaat kemarin dalam kondisi yang tidak fit, tidak sepenuhnya sadar, dan lepas dalam kondisi yang apolitis.

Apa yang ditampilkan Sandi ini menjadi perhatian banyak pihak dan pemilih untuk 2024, di mana pribadi ini patut dijadikan perhatian, susah diyakini untuk menjadi pemimpin yang semestinya untuk level presiden. Tampilan inkonsisten jelas demi keterpilihan dan menggunakan segala cara demi kemenangan semata.

Padahal bangsa ini demikian terpuruk karena kebiasaan pemimpin yang suka populer dan pokoknya menang. Menyenangkan banyak pihak dengan merugikan negara tidak masalah. Apa iya  masih yakin untuk melabuhkan pilihan pada calon pemimpin yang demikian.

Pemimpin labil begitu, perlu dicermati, ketika pemilih masih berkarakter sama, baru sebulan saja sudah lupa, apalagi lima tahun ke depan. Simpati atas derita orang itu baik dan harus, namun tidak juga untuk kemudian menjatuhkan pilihan hanya karena belas kasihan. Pemimpin itu dipilih ya karena karakter dan prestasi, bukan karena kasihan.

Kepongahan dan jemawa bukan karakter leluhur bangsa ini. Jika memang kalah memang sudah seharusnya, jika menang, siap-siap menjadi nasionalisasi DKI. Rekonsiliasi menjadi susah ketika Sandi sudah pada wataknya yang ini, ketika Prabowo jelas sudah demikian kaku.
Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun