Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kesendirian Prabowo dan Gerindra, PKS pun Beranjak

23 April 2019   09:24 Diperbarui: 23 April 2019   09:32 3066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup menarik pilihan Prabowo dan lingkaran utamanya, di mana mereka bersikukuh kalau pemilu curang dan menolak hasilnya. Narasi KPU dan pelaksanaan buruk juga mereka perdengarkan. Hal lumrah dalam alam demokrasi. Jauh lebih menarik lagi adalah sikap rekan koalisi mereka yang bermain cukup berbeda.

Demokrat yang memang sejak awal bermain dengan pola yang berbeda, membebaskan kader bahkan elitnya untuk mendukung dan memilih capres berbeda, jelas kini makin menjauh. Melarang ikut aksi inkonstitusional itu jelas keputusan resmi, tidak terlibat dalam kampanye berbalut ibadah pagi bersama, tanda-tanda mereka ada pada simpang yang berimpitan.

Keyakinan mereka yang makin kuat dengan perolehan yang masih cukup signifikan, meskipun akan lebih rendah dari pada periode lalu, toh masih cukup aman. Dari pada ribut-ribut pada dukungan capres yang tidak memberikan dampak bagi mereka, lebih enak yakin dengan partai mereka sendiri, toh masih bisa berharap dapat minimal kursi pimpinan dewan, majelis, dan siapa tahu menteri, kan jauh lebih bagus.

Keputusan jelas, meskipun tidak mengatakan dengan lugas, bahwa Prabowo, sudahlah, itu tidak ada, namun siap-siap berbeda jalur. Sangat mungkin dan jelas pilihan mereka. Sejak awal memang setengah hati juga mereka dalam koalisi.

PAN pun sedikit banyak mirip Demokrat, di mana mereka juga tidak ribut ketika Bima Arya menyatakan dukungan kepada Jokowi-KHMA, hanya normatif bla...bla.... Salah satu partai politik yang konon mendapatkan kardus itu cukup wajar diam saja dengan ulah Prabowo, toh suara mereka lumayan, bahkan naik, seturut hitung cepat. Mereka mendapatkan kenaikan yang lumayan banyak, di tengah badai korupsi pejabat dearah dan perilaku ugal-ugalan elit mereka.

Pilihan realistis lah dengan berdiam dengan ulah Prabowo dan beberapa lingkaran intinya yang memberikan narasi terus menerus adanya kecurangan. Coba bayangkan jika diulang lagi pemilu, belum tentu suara mereka bisa setinggi itu. Simalakama, dan modal perlu lagi, memang murah?

Sikap yang wajar juga, mau mengatakan menolak hasil hitung cepat pada pilpres, toh pileg mereka naik, mau tidak menerima, lah belum tentu bisa lagi mendapatkan pemilih sebesar itu.  Sangat bisa dipahami ketika mereka pilih diam-diam saja.

PKS pun memilih percaya hitung cepat untuk pileg. Bagaimana tidak, mana menyangka kalau mereka memperoleh kenaikan yang cukup tinggi. Padahal serbuan Garbi, adanya kisruh Fahri, dan dengan kampanye ugal-ugalan, kecenderungan menenggelamkan PKS bergaung kencang. Toh taklid ala PKS masih cukup mumpuni.

Kini dengan posisi dan kondisi demikian, wajar kalau mengatakan DKI-2 silakan kembali pada Sandi. Mengapa demikian? Mereka tidak lagi ngotot hanya sekadar wakil gubernur Jakarta, karena tentu akan menyasar pimpinan dewan. Mereka jelas lebih realistis untuk mendapatkan suara setinggi itu tidak mudah. Jelas ini pilihan  yang terbaik, soal koalisi kan sudah usai.

Gerindra, Hasjim sebagai tokoh yang tentu dipahami sebagai penyokong dana utama, selain Sandi telah menyatakan, tidak akan melakukan aksi inkonstitusional, people power bukan pilihannya. Ini soal akomodasi, bukan soal lain.  Berat diongkos dan hasil belum tentu baik. Lagi-lagi pilihan realistis.

Koalisi ini bukan lagi soal partai politik secara organisatoris, hanya orang per orang yang masih belum sepenuhnya menerima kenyataan. Kan memang hasil resmi KPU sedang berjalan, artinya belum sepenuhnya kenyataan. Hitung cepat, jarang yang meleset hingga sembilan persen, padahal secara umum kisaran selisih hingga sembilan persen. Hanya orang tertentu yang masih bersikukuh hasilnya tidak demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun