Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Nasi Padang dan Persiapan Pilpres Jokowi

22 April 2019   09:12 Diperbarui: 22 April 2019   09:27 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hitung cepat masih jadi polemik, hitung manual masih hingga sebulan lagi. Pesta demokrasi masih akan sebulan lagi berjalan. Suasana adem sudah mulai tercipta, kondisi mulai kondusif dan membaik. Saling balas  klaim anggap saja hiburan.

Pilihan Jokowi nasi padang, jangan dianggap tanpa makna. Jokowi yang orang Jawa sangat suka akan bahasa simbol, bahasa di balik sesuatu yang ia lakukan. Pemilih di Sumbar yang cukup minim, toh juga warga negara Indonesia, Jokowi presidennya, ingat masih presiden lho hingga Oktober dan sangat mungkin lima tahun ke depan.

Jika kubu lain lebih cenderung panas, riuh rendah dengan tuding sana tuding sini, klaim dan deklarasi, itu karena mereka sangat kecewa melihat hasil instan mereka. Kekeliruan mereka adalah asyik dengan menunggu dan menyiptakan peluang jatuhnya Jokowi. Ingat fokusnya Jokowi, bukan pemilih   yang menjadi prioritas.

Tampilan dalam kampanye jelas demikian. Berkali ulang hanya berkutat pada kesalahan pemerintah, kegagalan yang acap kali adalah justru keunggulan incumbent, salah satunya infrastruktur. Maunya menohok denga telak, sayangnya malah menjadi blunder sendiri.

Apalagi dalam berkali-kali debat, mereka kedodoran dan lagi-lagi klaim dan membesarkan diri dengan mengatakan meang telak bla...bla...bla... Jelas ini parah. Bagaimana pun rakyat makin cerdas, sayang mereka yang membodohi diri sendiri hendak ikut mengajak rakyat menjadi bodoh. Sayangnya rakyat tidak mau demikian.

Eh banyak simpatisan, dan jelas ditolak sebagai tim pemenangan, ketika kampanye hitam, fitnah, hoax, dan sejenisnya berseliweran. Aneh-aneh dan parah yang membuat keadaan tidak lebih  mudah.

Persiapan Jokowi sangat panjang. Lima tahun yang ia jalani didedikasikan demi bangsa dan negara ini dengan baik dan konsentrasi demi pembangunan bangsa dan negara. Lihat beda fokus dan akhirnya juga hasil bukan?

Aksi blusukan yang sangat populer dan menjadikannya presiden di 2014 tetap ia lakukan, kini berbeda konteks dan cara tentunya. Protokoler tidak seleluasa sebagai walikota dan gubernur, dan wilayahnya pun kini termasuk internasional. Blusukan ala presiden dengan cara kunjungan ke daerah dan negara lain. Dilakoni dengan baik.

Pembangunan di mana-mana direncanakan dan dirancang dengan matang. Di tengah penyakit kronis korupsi, tetapi ketertinggalan tetap harus dikejar, maka gelontoran dana dan upaya menutup celah perta pora maling harus tetap dijaga. Dan itu bisa berjalan relatif baik. Ingat relatif, toh maling masih ditangkapi termasuk elit parpol pendukung dalam diri Setya Novanto dan Romi.

Ini hal tidak mudah, gelontoran dana luar biasa hingga desa-desa bahkan, namun di tengah maraknya pesta para tikus berdasi. Tabiat puluhan tahun yang biasa memikirkan proyek dan kini panen proyek namun diawasi dengan ketat, tentu membuat banyak pihak jengkel dan sekaligus gemes. Di depan mata banyak kudapan yang biasa dicomot begitu saja kini, tidak bisa lagi.

Kontradiksi yang menjengkelkan bagi banyak kalangan namun menyenangkan bagi rakyat kebanyakan. Pilihan yang berisiko namun Jokowi ambil dan tempuh, ini kualitas. Pembeda yang sama sekali belum pernah  dilakukan presiden Indonesia era modern ini.

Penegakan hukum di tengah tudingan kriminalisasi dan krisis identitas yang disengaja, termasuk di dalamnya persiapan untuk pemilu dan bangsa yang lebih baik. Ini lagi-lagi  pertaruhan pilihan tidak populis dan cenderung nelangsa, dan lagi-lagi itu pilihan berani. Toh bisa meyakinkan banyak pihak bahwa itu adalah benar di antara kesalahan bersama-sama.

Salah satu penegakan hukum itu adalah menyasar juga ulama yang memang melakukan perilaku melanggar hukum. Tudingan pihak lain sebagai kriminalisasi tidak didengar dan berjalan terus. Hal yang jika berbicara soal pemilih ini merugikan, namun demi bangsa yang lebih baik ia tempuh.

Pilihan sulit dan simalakama, namun toh berdaya guna juga. Keadaan menjadi lebih terkendali dan kondisi makin tenang dan kondusif, coba biarkan saja seperti apa keadaan pemilu kemarin. Saracen, Dhani, Rizieq, dan banyak lagi menjalani peradilan di tengah tudingan antiulama dan kriminalisasi, cukup membantu keadaan lebih baik.

Apalagi dibantu dengan kesalahan fatal sikap rival dalam menghadapi keadaan Ratna Sarumpaet. Kejelian polisi pantas mendapatkan apresiasi. Coba itu gagal dan terbang ke luar negeri, kisah berbeda.

Bayangkan persiapan matang dengan pilihan-pilihan tidak populer namun demi bangsa dan negara menjadi lebih baik demikian, toh masih bisa mendapatkan suara cukup signifikan. Persiapan panjang ini juga pasti membawa dampak bagi pileg, partai-partai yang ada di dalam koalisi mereka relatif aman.

Rakyat yakin dengan memilih koalisi yang solid, pemimpin yang sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan berani mengambil risiko. Sangat berbeda dengan rival yang salah membangun sikap koalisi yang bermartabat. Dan itu terbaca dengan gamblang bagi pemilih.

Persiapan panjang satunya demi bangsa dan negara, satunya demi kekuasaan dengan narasi kecemasan, pemilu curang, dan sejenisnya. Hukuman dan hadiah ternyata berlaku dengan baik. Pemilihan kemarin adalah jawaban atas proses.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun