Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ma'ruf Amien Blunder Jokowi

19 Januari 2019   08:13 Diperbarui: 19 Januari 2019   08:32 1315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ma'ruf Amien  Blunder Jokowi

Pemilihan bakal calon wakil presiden sudah berlangsung tahun lalu. Usai debat pertama kemarin, mulai muncul riak-riak lagi mengapa bukan Mahfud MD, atau mulai membahas istri Pak Kyai. Ya wajar saja namanya juga orang kecewa dan tidak terjawab ekspektasinya. Ungkapan kecewa yang wajar, namanya juga manusia yang berpolitik.

Porsi bicara dan gaya mendukung capres pasangan pun jadi sorotan, banyak lah isu-isu dan othak-athik gathuk yang muncul seputaran sosok wakil presiden ini. Apalagi jika diperbandingkan dengan kubu satunya yang memang bertolak belakang secara banyak segi. Wajar untuk menggaet pemilih yang bisa diraih dengan membandingkan sosok. Masih wajar lagi-lagi namanya demokrasi.

Jokowi dan koalisi memilih Pak Kyai memang sebuah blunder. Bagaimana tidak, koalisi satunya masih tarik ulur, menggembor-gemborkan ulama, eh malah keduluan rombongan Jokowi. Susahnya mereka mau memainkan isu antiislam atau kriminalisasi ulama. Padahal itu jualan paling murah meriah. Tanpa gembar-gembor rekomendasi dari ulama mereka memasang ulama pada posisi yang tertinggi.

Blunder kedua, suara NU sangat signifikan di dalam pemilu. Mau menggunakan hoax, ala luar asing itu, toh kalah dengan kekuatan dan kharisma kyai kampung yang tidak ada bandingannya. Google pun kalah pamor dan wibawa di hadapan kyai yang bukan kyai televisi dengan dandanan mewah, mobil sport, dan bayaran nol banyak itu. ulama yang mengaji setiap saat, memuji Allah dalam hati, bukan untuk dipuji dan digaji.

Nah potensi ini diserobot yang awalnya mereka sudah melihat itu sebagai sebuah durian runtuh, eh ternyata yang mengelola kebun duren datang dan memanennya. Siapa tidak jengkel coba?

Blunder ketiga, daerah basis kekalahan periode 2014 memegang teguh suara kyai, Madura, Banten, Sumbar. Memang susah untuk membalik jadi menang, tetapi dengan pendekatan ini, toh bisa diharapkan menipiskan margin selisih perolehan suara.

Keempat, pemilih itu ada dominasi kaum milinial katanya, toh masih memilih yang sepuh. Lha ini timur lho, Indonesia lagi, anak masih ikut kata orang tua. Nah orang tua ikut kata sesepuh, kyai, dan ulama, toh tidak akan berbeda. Beda dengan barat di mana anak muda sangat mandiri dan lepas dari pengaruh siapapun.

Kelima, lha kandidat presiden antiislam, pelaku kriminalisasi ulama, eh malah memilih ulama, piye jal mau mem-bully-nya? Kan susah, merepotkan saja. Jadi perlu belajar lagi menemukan isu yang bisa menjual sama besar dampaknya.

Padahal mereka mau mengamnil ulama. Lha ulama mana yang bisa menyaingi ketua MUI dan pejabat NU lagi. Semua kalah kelas, tidak heran mendadak santri bisa tercipta. Kesulitan ganda menganga di depan mata. Mau apapun serba salah, silamakama malah ikut anak segala yang bisa jadi korban.

Keenam, eh antiulama, toh membebaskan ulama terpidana terorisme. Sedikit banyak atas masukan Pak Kyai dan Yusril sebagai pengacara lah. Susah melihat tidak ada peran mereka di dalam memberikan nasihat baik hukum, politis, pemahaman agama, dan juga paling penting humaniora kepada presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun