Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Filosofi Semar dan Kampanye Pilpres 2019

7 Januari 2019   10:00 Diperbarui: 7 Januari 2019   10:03 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu tokoh pewayangan khas Nusantara adalah Semar. Tokoh yang layak diteladani kepemimpinnya dan kesederhanaannya ini tidak akan ada dalam Mahabarata dan Ramayana versi India.  Pengabdian tiada akhir ala Semar memberikan suri teladan bagi bangsa yang seolah hendak dicabik-cabik oleh perselisihan yang anehnya ada yang memilih itu.

Ada sepuluh filosofi Semar yang layak dilihat secara mendalam, bagi pemimpin dan calon pemimpin bangsa ini. Ingat ini bukan soal agama atau kesukuan, namun nilai baik yang bisa dipakai untuk kesejahteraan bersama. Belum-belum nanti dikaitkan dengan agama atau sektarian lainnya. sangat jauh dari itu semua.

Urip iku urup. Hidup itu nyala jiwa, ada gairah, manfaat bagi lingkungan sekitar. Hidup dalam rti yang positif. Memberikan masukan baik, bukan semata hasutan yang tidak berdasar. Dampak baik, karena toh dampak itu bisa sangat buruk. 

Api itu kecil bermanfaat, namun kalau sangat besar ya berbahaya. Pun air juga demikian. Jangan karena semangat nantinya malah merusak. Contoh   konkret hoax, kebohongan, berita palsu, dan sejenisnya. Daya rusak itu juga urup namun bukan membangun.

Memayu hayuning bawana, ambrasta dur angkara, bagaimana pemimpin itu wajib mengupayakan keselamatan dan memberantas angkara murka. Bagaimana jika malah sebaliknya coba. Menakut-nakuti dengan berita buruk yang dihiperbolakan. 

Memberitakan kecemasan dan nantinya akan datang sebagai penyelamat, namun  itu pun tidak bisa diyakini kebenarannya karena tidak ada rekam jejaknya demikian.

Sura dira jaya jayaningrat lebur dening pangastuti,  mengalahkan sifat angkara murka dengan sikap bijak, lembut hati, dan sabar. Bayangkan, bagaimana jika yang menguasai jiwanya adalah sifat ugal-ugalan, emosional, merendahkan, dan suka akan kekerasan. Kepemimpinan model apa yang hendak ditawarkan coba, jika isinya adalah kemarahan dalam kata dan bahasa tubuh itu nyata.

Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha, berjuang tanpa perlu membawa massa. Lha ini menemukan konteksnya, di mana biasa menggerakan massa, menggerudug yang tidak disukai, memaksakan kehendak, dan fitnah serta mengubah persepsi adalah pekerja sehari-hari.

Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun kelangan, jangan mudah sakit hati manakala sedang mendapatkan kemalangan, jangan pula sedih berlebihan jika kehilangan. Nasihat bijak agar tidak memainkan politik sebagai korban. Menuding pihak lain sebagai pelaku dan  diri dan kelompoknya diperlakukan tidak semestinya.

Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman. Jangan mudah heran, jangan mudah menyesal, dan jangan mudah terkejut pada sesuatu, jangan kolokan atau manja. Keberanian menghadapi tantangan, bukan malah baper dan merasa diperlakukan tidak adil. Perilaku pemimpin itu tahu risiko dan siap menyambutnya dengan lapang hati.

Aja ketungkal marang kalungguhan, kadonyan, lan kemareman. Jangan terobesisi pada kedudukan, materi, dan kesenangan duniawi. Cocok dan pas, sehingga bisa berfikir jernih, menakar diri, dan mengukur kemampuan, sehingga tidak menggunakan segala cara demi kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan itu sarana bukan tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun