Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemberantasan Korupsi dari Kejaksaan hingga Bank Swiss

16 Desember 2018   05:00 Diperbarui: 16 Desember 2018   11:18 1251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu penyakit akut bangsa ini adalah korupsi. Susah mengatakan orang Indonesia tanpa korupsi. Seolah menjadi karakter yang mengerak. Bagaimana tidak miris, ketika ketangkap KPK sedang transaksi kejahatan dinyatakan sebagai apes. Atau uang korupsi adalah rezeki dari Tuhan yang tidak boleh ditolak. Ini entah keblinger atau memang tidak ada lagi otak dan nurani.

Seorang pimpinan lembaga tinggi negara lebih gila lagi, ketika membela kader mereka yang tertangkap KPK kasus suap menyuap antara kepala daerah dengan dewan daerah ia nyatakan sebagai karena gajinya kecil. Karena gaji kecil, wajar melakukan korupsi, entah mukanya dari apa sehingga tidak malu bahkan dengan pedenya mengajukan diri menjadi salah seorang kandidat RI-1 atau RI-2, untung tidak laku.

Habibat yang demikian subur, mau apapun dilakukan tetap saja akan mentok. Kehendak baik kurang ditunjang pola pikir yang sama di seluruh lapisan masyarakat di dalam memandang perilaku korup. Ada lagi dalih budaya uang terima kasih itu biasa, dan akhirnya juga masuk bui karena adanya paksaan besaran untuk uang terima kasih itu.

Dewan penyetor paling besar kegilaan dalam korupsi, bagaimana absensi penuh namun kursi di ruang sidang kosong, itu bertahun-tahun malah semakin parah. Namun dari sana malah ada pernyataan lebih gila, ketika pimpinan meminta dimaklumi kinerja buruk mereka. Perlu cermin besar karena ruangnya malah layar lebar hanya untuk main media sosial sepanjang waktu. Memalukan, bukan hanya gagal.

Pimpinan lain menuntut pembubaran KPK dengan segala dalihnya. Padahal memperbaiki kinerja rekannya di parlemen saja sama amburadulnya dengan lalu lintas di jalan raya bangsa ini. Saling serobot, saling merasa paling benar, dan seenaknya sendiri.

Penegakan hukum juga tidak jelasnya. Bagaimana KPK bekerja keras namun dalam persidangan hukuman bisa dipancung dengan kekuasaan peradilan yang mutlak dan independen. Terbaru, MA memberikan potongan bagi hukuman  perilaku korup oleh Gubernur Nur Alam.  Bagaimana ada efek jera jika demikian.

Berkaitan dengan efek jera. Peradilan juga sedang melakukan sidang bagi para pelaku suap oleh terpidana korupsi kepada kepala lembaga pemasyarakatan. Bagaimana satu demi satu kebobrokan LP diungkapkan.

Bagaimana bisa di dalam LP ada bangunan saung atas pembeayaan para napi di sana. Jika mereka yang membangun, jangan kaget mereka pun bisa "membeli"  petugas di sana. Semua bangunan itu harusnya negara yang membangun. Jika demikian, fasilitas negara, sehingga warga binaan tidak bisa menyandera petugas.

Bangunan itu masih belum seberapa, ternyata ada jual beli surat izin, dan pura-pura sakit itu pun bisa ke mana-mana. Mirisnya adalah ke hotel dengan artis muda, bukan pasangan sahnya. Ada lagi pelanggaran hukum, perzinahan yang terjadi di sana. Ini serius bukan main-main.

Ternyata ada bisnis esek-esek, ketika salah satu napi berinisiatif membangun kamar bercinta yang awalnya buat dia sendiri dan pasangan, yang kemudian disewakan bagi pasangan lain. lagi-lagi pelanggaran, di mana bilik ini belum ada secara resmi. Salah satu hukuman adalah warga binaan memang terpangkas kebebasannya, termasuk salah satu kebutuhan mendasar pasangan yang sudah berkeluarga. Lagi-lagi pelanggaran.

Para pelaku ternyata semuanya para nara pidana korupsi. Mengapa mereka masih begitu digdaya? Karena mereka masih bisa membeli semua hal dengan hasil malingan mereka. Main perempuan yang bukan pasangan, bahkan kalangan artis, di hotel berbintang, surat izin keluar untuk berobat. Semua itu jelas uang dan uang untuk bisa melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun