Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Salah Teman dan Koalisi Lupa Kawan

18 November 2018   05:00 Diperbarui: 18 November 2018   05:20 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Megawati yang biasanya diam, entah mengapa mengeluarkan pernyataan yang cukup memanaskan telinga yang memang awalnya sudah tipis itu.  Ia menyatakan hubungan dengan Prabowo baik-baik saja, tidak pernah saling menjelekan, dan memang setuju, secara umum Prabowo normal-normal saja. Orang-orang di sekelilingnya memang cenderung seolah koalisi itu musuh yang tidak ada benar-benarnya apa yang dilakukan pemerintah.

Menengok ke belakang, relasi baik Gerindra-PDI-P, khususnya jajaran Gerindra secara umum baik-baik saja, juga masa oposisi bersama selama SBY memimpin, tidak ada masalah. Relasi sebagai oposisi secara bagus, berkarakter, dan juga demokrasi bisa berjalan dengan baik malah, karena benar terjadi ada posisi berseberangan dengan pemerintah, namun bukan waton sulaya. 

Koalisi Salah Teman

Entah dimulai kapan, karena dalam beberapa isu strategis toh Prabowo dengan gagah berani menyatakan berada di belakang Jokowi. Jelas terbaca dalam pencalonan kapolri yang penuh drama itu.  Pun pelantikan kedatangan Prabowo dan sikap hormatnya terbaca dengan tulus, itu harapan berbangsa yang sangat adem, bagus, dan menjanjikan. Eh ternyata tidak demikian fakta selanjutnya.

Apa yang dinyatakan Megawati tampaknya memang demikian. orang-orang di sekitarnya yang banyak ulah dan petingkah yang menghambat Prabowo untuk menjadi dirinya sendiri.  Lebih cenderung diam dan mengalah karena memang perlu kebersamaan.

Mengapa sepuluh tahun bisa lempeng dan  berjalan secara normal-normal sebagai laiknya partai politik. Patut dicermati, siapa yang berperilaku miring dulu dan kini. Di sana ada PKS yang entah maunya apa sebagai partai, dulu ketika bersama Demokrat pun lebih galak  menghadapi pemerintahan SBY. Bayangkan bersama pemerintah dan mau kursi beberapa menteri namun perilakunya seolah di luar pemerintahan.

Sikap Gerindra dan PDI-P sangat normatif, tidak gila kuasa, bahkan juga tidak menguasai parlemen karena memang kalah. Kalah ya mengaku dan tidak mencoba memaksakan menguasai parlemen dengan main kayu.

Kini, PKS memilih oposisi, dan mengubah tabiat Gerindra menjadi garang. Cenderung kalau bahasa Jokowi itu nyinyir, di mana mengaku kritik namun tidak ada solusi dan sebuah tawaran alternatif, cenderung asal berbeda. Istilah Megawati, bukan kritik positif. Kritik itu boleh dan harus, namun tentu juga memiliki dasar, ada fakta dan data, kemudian memberikan alternatif, atau solusi kalau mungkin.

Salah teman itu juga bisa berpengaruh. Tidak heran sampai Prabowo heran karena banyak yang menudingnya terlibat dalam dukungan pada fundamentalis, padahal ia merasa sebagai militer, sebagai prajurit jiwanya adalah merah putih. Namun bagi yang menudingnya demikian juga memiliki dasar karena lingkarannya penuh dengan orang yang memang memiliki dukungan dan afiliasi demikian.

Kenakalan remaja itu lebih banyak pengaruh lingkungan dan teman bermain. Bagaimana mereka di rumah anak yang alim, namun di jalan bisa menjadi preman jalanan. Dan ternyata dalam berpolitik ternyata berlaku.

Koalisi Lupa Kawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun