Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sengkuni dan Politik Sengkunian

6 Oktober 2018   13:50 Diperbarui: 6 Oktober 2018   13:59 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik balas dendam yang mencapai kekuasaan dengan kepalsuan, kecerobohan, namun menghendaki kemenangan. Sikap iri dan dendam lebih mengemuka. Ketika mereka menang dengan segala tipu daya, tetap saja mereka memasang perangkap untuk menjebak agar Pandawa tidak   bisa kembali ke tahta yang memang haknya itu.

Pengusiran dalam pengembaraan mereka, tetap saja Pandawa dikondisikan untuk tidak bisa kembali, padahal jelas dalam perjanjian permainan itu taruhannya adalah berbatas waktu. Mereka abai akan komitmen, apa yang menjadi dasar berpikir adalah pokoke. Mereka merancang dan merekayasa untuk tetap menguasai kerajaan.

Ketika berkuasa, mereka tidak peduli soal kehidupan bersama, pemerintahan, dan juga pembangunan. Mengapa? Pusatnya adalah kepentingan mereka sendiri. Pengakuan akan keakuan, balas dendam, dan iri hati yang makin meluap untuk dinyatakan dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari.

Dalam konteks modern mereka berlaku seolah-olah demokratis, padahal sejatinya sama sekali tidak demikian.  Mengaku sebagai punggawa demokrasi, namun mereka memaksakan kehendak, enebar kebencian, dan membolak-balikan fakta seolah kebenaran, dan yang benar malah mereka nyatakan salah.  Konsistensi dan kesatuan antara ucapan dan perilaku tidak ada.

Apa yang bisa diharapkan politikus Sengkunian ini, jika mereka berteriak taat hukum namun ketika berhadapan dengan penegak hukum mereka tidak mau. Hayo siapa yang menyebarkan kabar palsu ketika dipanggil polisi untuk bersaksi tidak datang. Ada juga yang kabur ke negeri seberang ketika menghadapi masalah hukum. Padahal mereka selama ini berperilaku seolah  paling suci, paling taat hukum. Faktanya? Nol besar.

Ada dua tokoh sentral dengan banyak anggota dalam kisah Sengkuni dan Kurawa itu. Sengkuni sebagai sosok utama, paman yang mendidik Kurawa, dan jelas Kurawa sendiri yang berseratus itu. Pun di dalam hidup bersama sebagai bangsa dan negara ini, kita pun mengalami hal yang identik.

Lihat bagaimana tokoh bangsa yang merasa memperjuangkan perubahan kondisi 98 lalu dengan segala perilakunya. "Mendidik" Kurawa modern untuk menebarkan kepalsuan, berita bohong, dan segala jenis upaya untuk meronngrong keberadaan pemerintahan yang sah.

Kepalsuan demi kepalsuan lahir dan diolah untuk menjadi senjata dan andalan di dalam menggapai kekuasaan. Lha apa yang mau ditawarkan coba jika asyik dan sibuk mencipta kepalsuan semata, padahal persoalan bangsa sudah banyak. Program kerja pun belum ada. Lebih fokus pada hal yang pemenuhan hasrat pribadi dan kelompok yang mengalami keadaan yang sama.

Pemerintahan, kekuasaan, dan pemerintah, sebaiknya dijabat oleh pribadi yang sehat secara jasmani dan rohani, bergaul juga dengan orang yang sehat pula. Bagaimana jika kebersamaan itu hanya oleh sesama orang gagal, semua orang yang sakit hati, pendendam pada obyek yang tidak jelas. Lha mau ke mana jika fokusnya hanya memenuhi hasrat dan kehausan akan pengakuan diri, balas dendam, dan sejenisnya. Kapan berpikir bangsa dan negara?

Siapa Sengkunian itu? Siapa saja yang di dalam berpolitik hanya berdasar atas balas dendam, menghidupi sikap iri dan dengki, susah melihat kelebihan dan prestasi pihak lain, alergi atas kemajuan, dan ingin membuat kekacauan demi kekacauan. Apa yang ada di dalam dirinya adalah yang utama dan pertama. Keberadaan yang di luar adalah menjadi penopangnya untuk menjadi sesuatu.

Siapakah mereka? Jelas tampak dengan gamblang, hidup dengan kepalsuan dan kecerobohan dalam bertindak. Apa iya model demikian yang hendak menjadi pemimpin?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun