Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Erick Tohir, AHY, dan Sandiago Uno, Gambaran Milenial

12 September 2018   16:01 Diperbarui: 12 September 2018   16:38 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilpres kali ini entah mengapa ada yang "membenturkan" milineal dan tidak. Episode dulu semua kalangan "kasepuhan" toh tidak ada yang meributkan soal muda atau tidak. Angka yang dikatakan 50-an% pemilih usia muda, apa iya akan pasti berkaitan dengan sosok muda dalam diri calon? Toh di DKI yang diwakili kaum muda, pada sosok AHY tidak juga menjanjikan. Apa salah kalau usia sepuh seperti KH Ma'ruf Amin dibutuhkan bangsa ini dengan segala catatannya itu dianggap tidak mewakili kalangan muda?

Cukup menarik tarik ulur mengenai isu dan wacana ini. Apalagi semenjak Erick Tohir dipilih menjadi ketua TKN pasangan Jokowi-KHMA, berbagai hal ditiupkan, bahkan hingga soal korupsi dana sosialisasi AG yang sudah memutuskan siapa yang bersalah, pun diciutkan ulang.

Sandi sebagai sahabat dalam relasi pribadi yang harus suka atau tidak menjadi "rival" utama, berkali ulang menyatakan hal yang sangat tidak menyepakati dengan pilihan ET itu. Sangat bisa dipahami karena keadaan yang makin membuat tidak mudah.

Sandi yang merasa milenial, disukai mak-mak, dan kemudian menjual ke mana-mana politik ganteng ala SBY masa lalu itu, sekarang ada yang sepadan. Lebih berat lagi adalah reputasi ET dalam banyak bidang ternyata melaju lebih jauh daripada Sandi. Terbaru jelas kesuksesan AG dengan segala kerumitan dan kerja tim yang cukup besar, dan tidak ada kendala yang berarti.

Mengapa kubu Prabowo-Sandi belum juga menyatakan dengan jelas siapa ketua tim sesnya? Jelas karena mereka masih kebingungan dengan keberadaan partai-partai yang jelas makin berat untuk melangkah.

Mereka selama ini menjual kemudaan, toh hanya diwakili satu sosok Sandi, apalagi jika berpikir mengenai pola pikir dan cara kerja partai politik mereka secara umum. Jadul banget. Bolehlah bangga sedikit adannya Sandi dan AHY, namun ternyata tidak ada titik temu yang bisa membuat mereka berdua sebagai duet maut untuk menjadi sebuah bola salju yang menjual untuk menarik pemilih.

Sandi yang menawarkan diri dengan citra muda jelas sudah dipatahkan oleh ET, mengenai ekonomi, kaliber usahanya juga masih kalah mentereng dengan ET, bagaimana ia sudah melangkah bahkan USA, telah menjadi tempat usaha. Sisi lain Sandi malah sering terdengar pelaporan kepolisian, meskipun hingga hari ini belum terdengar langkah konkretnya, toh cukup mengganggu.

Soal dollar yang menjadi sebentuk "serangan " dari kubu Sandi toh selama ini juga mentah dan tidak lagi bisa memberi efek kejut yang signifikan. Malah tiupan isu yang hendak ditunggangi cenderung melempem dan menghantam sendiri, tempe setipis ATM, belanja 100.000, dan seterusnya. Selama ini lebih banyak memukul muka sendiri.

Posisi AHY dan Demokrat yang ternyata tidak beda dengan ayahnya, mainkan politik dua kaki, cukup telak memberikan pukulan ke jantung pertahanan koalisi mereka. Gambaran milineal, idola mak-mak, ternyata juga tidak bisa diharapkan. Hanya dua kekuatan itu yang mereka miliki semua terpatahkan dengan telak.

Gambaran muda AHY langsung pudar begitu memahi demokratis itu bisa memilih siapa saja dan melupakan komitmen dan kesetiaan atas konsensus. Ini tua banget, bukan generasi milineal yang cerdas.

Erick Tohir berhadapan dengan Djoko Santoso, sangat berat bagi Djoko (atau siapapun yang dideklarasikan) karena beberapa hal.

ET menjembatani banyaknya kepentingan partai politik yang memang harus diakomodasi, bukan orang partai politik, namun bisa bekerja tim dan melibatkan begitu besar mesin organisasi. DjS, orang partai politik, yang sangat menyakitkan bagi Demokrat dan AHY yang sangat berharap akan posisi itu. Susah bisa berharap banyak sinergi geraknya sebagaimana arah ET.

DjS itu militeristik, ahli strategi, pola kerja dan birokrasi yang sangat kaku, komando garis lurus, apa bisa luwes menghadapi politikus yang plintat plintut begitu. Sangat susah, memang komando panglima sangat besar, namun bukan model kerja sama, adanya bekerja bersama-sama, bukan bekerjasama sebagaimana politik, pengalaman di dunia luar militer masih sangat minim.

Menghadapi model barisan sakit hati seperti yang ditampilkan Demokrat yang digawangi Andi Arif itu entah bagaimana menjawab, toh hingga detik ini belum juga ada redaman, soal pernyataan AHY dan pilihan kader Demokrat yang terang-terangan memilih Jokowi-MA. Ini serius jangan dianggap sepele. Ketika Sandi menjadi lemah untuk tawar menawar dengan Demokrat, peran Djoko bisa lebih memungkinkan, pun belum bisa terjadi.

Pilihan ET ternyata mujarab untuk menjawab banyaknya potensi tantangan yang terjadi, millenial yang ditawarkan Sandi-AHY, jelas bisa terjawab dengan baik. Kampanye mak-mak yang cukup masif didengungkan pun bisa teredam.

Masalah ekonomi yang akan dijadikan andalan kubu Sandi, toh juga bisa dijawab dengan baik melihat pengalaman dan kapasitas ET, yang lagi-lagi dua tuga level di atas Sandi. Lobang yang sudah diintai itu sudah terkover dengan baik.

Laiknya adanya kapal yang sedang berlayar, terombang-ombang di dalam lautan dengan segala keadaannya, pihak lain melihat ada yang tidak beres. Nah ternyata yang dinilai kurang pas itu sudah bisa diatasi dengan jitu.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun