Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manipulatif dan Kita

26 Agustus 2018   09:36 Diperbarui: 26 Agustus 2018   09:55 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Manipulasi dan kehidupan kita nampaknya tidak jauh-jauh amat, bahkan saling berkelindan, ironisnya kini menjadi seolah matapencaharian dan lahan keuntungan pihak-pihak tamak tertentu. 

Ada dua kisah dalam bidang agama yang memanfaatkan celah manipulatif ini, di seminari dan pesantren, jadi tidak perlu sensi dan marah soal bias agama.

Kisah pertama, ada "surat" yang ditulis rapi, jelas cewek, di tempel di gerbang sebuah seminari dengan kalimat, sepanjang ingatan saja, "Terima kasih Bunda Maria atas bantuan doamu, aku jadi tahu pria macam apa yang ada di sana. Lupa persisnya, tapi bahwa ada kekecewaan atas apa yang terjadi di antara mereka tentunya.

Kisah kedua, baru saja, seolah guru pesantren menikahi santrinya tanpa sepengtahuan pengurus ponpes dan orang tua si gadis. 

Apa yang dinyatakan ketika melamar adalah, jodohmu usia 60 kalau menolak. "Kekuasaan" dan "posisi" yang membuat si gadis "takut" dan jerih.

Kisah itu sebenarnya melengkapi banyak manipulatif lain, bagaiman pilot ganteng, tentara cakep, atau polisi macho bisa memperdayai luar dalam banyak pihak. 

Ada yang lucu, mengaku polisi tetapi jelas saja bohong, ketika tanda pangkat ada pada pundak sekaligus kerah baju, yang menandakan tidak mungkin polisi asli jika demikian. Toh ada yang ketipu juga. Mengapa hal tersebut seolah terulang?

Pertama, cara pandang, apalagi kalau berkaitan dengan tokoh agama, apapun agamanya, sering terjadi tindak manipulatif dan jatuh korban baik materi, nama baik, dan kadang kesucian. 

Melihat pemuka agama sebagai seperti "calo" surga saja, sehingga dekat, apalagi bisa akrab dengan mereka jaminan surga, padahal jelas tidak demikian. Ada kadang  ketakutan yang dirasakan karena ancaman nanti tidak  masuk surga.

Kedua, kekaguman yang sangat terbatas dan itu dimaknai sebagai segalanya. Dalam kasus keagamaan, pemimpin agama jelas dia tokoh, namun apakah dalam ranah lain juga demikian? 

Pun dalam diri si gagah, tampan, atau macho tersebut mungkin saja seragamnya bagus, rupawan, dan menjanjikan, dan nyatanya tidak demikian bukan? Kesempitan dalam menilai kepribadian masih menjadi masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun