Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gaya Hidup Itu Bisa "Membunuhmu"

11 Agustus 2018   09:20 Diperbarui: 11 Agustus 2018   15:01 1722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.brilio.net

Gaya hidup bisa membawa pada kematian dalam arti  tertentu. Ada tiga kisah yang benar-benar terjadi. Bagaimana orang lebih memilih kemudahan dan enak dari pada perjuangan dan usaha, yang bisa pada akhirnya menyalahkan pihak lain sebagai biang keladi, tanpa mau menelisik bahwa dirinya juga terlibat di dalam keadaan yang tidak enak tersebut. Hal yang sangat sederhana, terjadi sehari-hari, dan bisa menjadi bumerang kala itu dilakukan terus menerus dan menjadi sebentuk budaya.

Kisah satu, tetangga sangat dekat, memiliki anak tunggal, yang tidak pernah boleh bergaul, sekolah hanya sampai kelas lima, memiliki tanah cukup luas, ada barang setengah hektar, sebidang tanahnya yang dulu dijual 23 juta, baru saja terjuang 400 juta. 

Ukuran tanah sangat menggiurkan. Si ibu ini, ditinggal pergi suaminya. Si anak yang kini lebih dari seperempat abad, hanya diuja, sehari-hari hanya dengar radio dan main fb.

Ibunya jual jasa pijat dan kerik masuk angin yang kadang dapat orederan dan tidak. Padahal pulsa dan rokok si anak tidak pernah berhenti, selain makan dan  hidup sehari-hari. 

Hari ini si  anak masuk RSJ dibawa pihak desa karena menghajar ibunya hingga patah tulang. Ibunya pun dikelabui kalau anaknya dimasukan pondok pesantren. 

Anak ini sebenarnya waras, hanya karena ibunya over protektif dan tidak pernah bergaul jadi malah seperti gila. Minta menikah dan ceweknya harus seperti yang di fb. 

Kisah kedua, tetangga dekat rumah juga, buruh cuci tapi mencucikan bajunya ke jasa laundry. Sungguh ajaib benar memang. Bagaimana ia menjadi buruh menjadi orang jompo dan mencuci baju dan piring di rumah orang lain, ia sendiri mencucikan pakaiannya pada pihak lain. Paling tidak bayaran sekali datang untuk mencuci baju yang ia pakai untuk tiga empat hari. Padahal waktu juga ada untuk sekadar mencuci sendiri.

Kisah ketiga, seorang sopir angkot, pas ramai-ramainya dengan angkutan online, ia mengeluh makin sepi, jam sekolah yang jaya era 90-an itu pun tidak jauh berbeda, dapat penumpang anak sekolah penuh pun sudah bersyukur. Saat saya tanya, anaknya sekolah mengendarai motor, ia mengiyakan. Lha kan  dia sendiri mengeluh banyaknya motor, ia sendiri membelikan anaknya motor.

Gaya hidup, orang berkendaaran, mobil-motor, mencucikan ke jasa laundry, menggunakan hape, smartphone, media sosial lebih ke arah gaya hidup. 

Boleh mobil, motor, dan sebagainya itu kemajuan, memudahkan hidup manusia, namun ketika hanya sebatas gaya hidup, kemudian dengan berhutang, mencari pinjaman, bahkan membunuh mata pencariannya sendiri, apa itu tepat? 

Di sinilah peran pengetahuan terhadap kehidupan itu sendiri. Orang tidak diatur oleh teknologi dan kemajuan zaman, namun kemajuan itu digunakan untuk memudahkan hidup manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun