Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Yudhoyono, Berkat dan Beban bagi Agus Harimurti

29 Juli 2018   08:46 Diperbarui: 29 Juli 2018   08:54 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Salah satu nama yang paling moncer di dalam pesta demokrasi tahun depan adalah AHY. Dengan Y yang tersemat di sana, memang memberikan banyak "kemudahan" dan tentunya langsung menjadi tenar. Coba bayangkan mana ada mayor militer atau komisaris polisi yang setenar nama yang satu ini. 

Jelas lah anak presiden dua periode yang sekaligus ketua umum bahkan "pemilik" partai yang pernah berkuasa, menantu pejabat Bank Indonesia, suami dari artis, paket komplit di dalam pentas nasional berdemokrasi bangsa ini. Seolah sempurna sebagai modal untuk menjadi sesuatu di negeri ini, bukan tidak mungkin di alam demokrasi yang masih kagetan dan gumunan itu.

Citra yang dijual sebagai pemimpin masa depan, muda, cerdas, dan tampilan fisik yang menarik bagi kalangan tertentu sangat menjanjikan. Tidak heran kekalahan di Jakarta seolah menjadi modal sosial, makin dikenal oleh kalangan nasional, sangat wajar.  Tidak ada yang salah, kan tidak bisa orang menjadi iri mengapa tidak lahir sebagai anak presiden.  Itu berkat yang tidak bisa dijadikan alasan untuk mengritik keberadaan AHY.

Posisi inisiator, "pemilik", dan ketum parpol yang memiliki nilai signifikan tentu memiliki kedudukan istimewa. Bayangkan coba, kader lain apa bisa secepat itu moncer dan bisa bersaing dengan nama besar negeri ini yang sudah bermain lama di dunia politik.  Sekali llagi itu adalah anugerah yang sah milik AHY. Tidak bisa itu disalahkan karena namanya rezeki, darah, dan guratan jalan hidup siapa bisa memilih.

Mentor-mentor politik yang mumpuni, berpengalaman, dan berkualitas. Coba mana ada politikus mendapatkan guru sekualitas AHY. Presiden dua periode, menteri-menteri pada era lalu, politikus ulung baik di pemerintahan ataupun luar pemerintahan. Guru yang sangat berharga.

Mengapa ternyata hingga kurang dari setengah bulan ternyata tidak juga ada titik terang di antara dua kandidat terkuat, pun jika menjadi alternatif bak kuda hitam?

Pertama, mengenai pemerintahan Y Sr sebelumnya. Masih begitu paham dan belum banyak yang lupa bagaimana kualitas pemerintahannya. Tidak perlu sewot di kolom komentar, buat artikel saja. Dan menjadi-jadi karena pemerintah selanjutnya justru kebalikannya, minimal sial infrastruktur yang lebih menonjol, belum lagi jika bicara korupsi yang begitu kuat.

Kedua, keberadaan nama Y di sana, orang masih berpikir, jangan-jangan ini nanti hanya menjadi pelaku, sedang yang semua-muanya Y Senior. Boneka terlalu kasar dan tidak patut, menjadi kepanjangan tangan semata, dan bagaimana hasilnya poin satu sudah menjelaskan lebih banyak.

Ketika, memberikan gambaran sangat minim usai kegagalan di pilkada Jakarta. Jaminan untuk menunjukkan AH tanpa Y yang berkualitas, memiliki visi dan pandangan bagi negeri ini. sampai hari ini belum memberikan gambaran yang cukup menjanjikan bagi parpol lain, pun rakyat untuk memilih.

Keempat, beberapa kali mengeluarkan pernyataan malah menyerang salah satu kandidat yang mungkin dirasa tidak memberikan respons. Padahal pernyataan yang sama dikemas dengan kemudaan bisa menjadi jualan yang sangat layak. Dengan demikian, makin membuktikan, belum layak untuk masuk pentas nasional.

Kelima, terlalu terburu-buru membebani untuk level nasional, pangkat militer, usia, pengalaman politik pun orgaanisasi. Kesalahan jelas pada Y Senior yang terbaca. Justru Y Jr jadi korban jika demikian.

Apa yang bisa dilakukan untuk bisa membuktikan, meyakinkan, dan memberikan gambaran utuh sebagai pemimpin muda, masih ada kesempatan tahun-tahun mendatang.  Apakah Y Sr rela dan setuju itu juga menentukan.

Satu, menjadi ketua umum Demokrat. Ini pun simalakama karena dengan nama Demokrat namun perilaku politiknya jauh dari itu. Toh masih cukup lama dan isu ini akan terpinggirkan jika bisa sukses menjadi partai yang cerdas dan modern.

Dua, jika mampu menjadi penguasa, tunjukkan kualitas yang berbeda dengan apa yang selama ini tergambarkan dari Demokrat, lamban, cari aman dan main dua kaki, tidak pernah bersikap jelas, menyikapi isu-isu terkini dengan tegas dan jelas, bukan hanya cari aman.

Tiga, jika belum kesempatan ikut gerbong pemerintahan, bangun sikap "oposisi" modern, bukan semata mengintip di tikungan untuk menjatuhkan pemerintahan. Bangun sikap politik dewasa untuk bisa kritis dan solutif. Ingat rekam jejak untuk mudah meriah dalam era modern ini.Hhanya mencaci bukan modal baik bagi partai dalam jangka panjang.

Empat, bangun citra sendiri, lepas dengan bayang-bayang Y Sr. Tentu bahwa ini adalah mentor dan guru terbaik, namun memiliki sikap, cara, dan pola pikir sendiri itu bukan kesalahan. Justru menampilkan gambaran utuh sebagai pribadi jauh lebih baik, kekurangan dan kelemahan bisa diatasi dengan tim termasuk di sana Y Sr.

Jika memang mau masuk dalam kepemimpinan formal, tidak salah sebenarnya mencoba dari daerah setingkat kabupaten-kota, jika gilang gemilang di sana dapat dipastikan pemilih akan merekomendasikan ke level lebih tinggi.  Pilihan yang dipikir terlalu lama dan panjang mungkin dan malah tidak dijadikan sekolah yang akan melengkapi jika sekadar mentor politik. Politik di lapangan jauh lebih komplek dan bisa menjadi bekal luar biasa.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun