Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

(Jika Aku Menag) Tak Kenal Maka Tak Sayang

26 Juli 2018   19:35 Diperbarui: 26 Juli 2018   19:58 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hoax dan berita setengah fakta memang sangat meresahkan. Mengapa bisa demikian, karena adanya sebagian pihak yang mau mencari keuntungan dengan hal itu. Dengan posisi sebagai Menag yang memiliki tanggung jawab moral dalam pembinaan moral bangsa, sepatutnya memang memikirkan formula paling baik di dalam menangkal, minimal mengurangi penyebaran dan produsen berita bohong atau setengah fakta.

Ada dua hal penting yang menjadi penyebab atau akar dari keberadaan jenis warta ini, pertama itu sejatinya soal kekuasaan atau politik. Kedua demi memperoleh pamor politik yang menjual, meminjam agama sebagai sarana untuk  tujuan tersebut.

Stabilitas Politik

Mengatasi itu menjadlin komunikasi dalam bidang politik demi stabilitas politik. Jika ini sudah bisa ditangani, soal lain akan mengikuti. Salah satu jurus jitu adalah dengan adanya GBHN. Apapun namanya yang jelas adanya satu tujuan dari pemerintahan berjalan yang disusun oleh MPR misalnya, asal bukan DPR karena akan ribet dan berkutat soal itu-itu saja. Dengan MPR melibatkan semua golongan termasuk orang parpol di dalamnya. Mengapa demikian. Golongan di Indonesia bukan hanya politis, namun daerah juga. Dengan demikian unsur "oposisi" ikut terlibat di dalamnya.

Alasan mengapa visi atau "GBHN" ini penting karena selama ini "oposisi" dan pemerintah sering rebutan benar di sisi satu menglaim sebagai prestasi, sisi lain sebagai pencitraan. Jika kedua belah pihak terlibat, tidak akan ada yang menuding dan dituding. Selama ini adalah adanya janji kampanye, yang menjadi pusat masalah dan acap  menjadi dasar untuk membuat berita bohong. Paling tidak ada salah satu sarana untuk mengurangi ketegangan dan sikap saling mengintai ini.

Penggunaan agama dalam politik, ini sejarah panjang yang dipakai Belanda dan penjajah untuk mengotak-kotakan anak bangsa ini. Sikap saling curiga, saling tuduh, mayoritas dan minoritas, isu Kristenisasi dan Islamisasi, sering menjadi masalah. jembatan itu bukan soal FKUB, atau seminar ini dan itu. Akar rumput tidak ada masalah, elit pun demikian. Implikasi hidup sehrai-hari yang lepas dari hidup bersama sebagai individu pun sebagai lembaga yang ada masalah.

Tak Kenal Maka Tak Sayang, Menciptakan "Awareness"

Menteri Agama sama sekali tidak terlibat dalam seluruh agama. Kecil, ucapan selamat hari raya, itu bukan soal ucapannya, namun penghargaan. Tidak menambah iman dan kualitas keagamaan, namun bagaimana memberikan penghargaan yang sama. Oraang disapa, diuwongke. Ingat Menteri Agama bukan menteri salah satu agama. Ini sampai kantor setingkat kecamatan saja sama sekali tidak melakukan hal tersebut. Toleransi itu bukan konsep tapi soal laku.

Kerja bareng sebagai anak bangsa, selama ini dalam pesta keagamaan, ingat bukan ibadah, sering yang ada adalah dirjen masing-masing agama. Ke mana menteri? Soal nguwongke, sekali-kali hadir, di tengah mereka. Kerja sama dengan MUI jelas ada, dengan PGI, KWI, Walubi, atau Parisadha Hindu Dharma, atau yang lainnya, belum seintens dengan MUI. Padahal di sana saling mengenal, saling mendukung, ingat Pancasila sebagai dasar negara.

Sikap saling curiga, khawatir karena tidak kenal. Ada anggapan orang dibaptis dengan mudah, itu karena tidak kenal, atau ini dan itu. Maka menteri memulai memperkenalkan, ingat memperkenalkan bukan mengajarkan agama. Agama lain dilihat bukan dipelajari. Sikap ini akan mengikis sikap fundamentalis agama, pun akan menjadikan respek pada agama lain.Tidak akan ada sikap dan tuduhan macam-macam karena kenal dengan baik, masing-masing agama.

Menciptakan fanatisme ke dalam bukan ke luar. Agama ku yang terbaik itu harus, namun bukan mengajarkan agama lain jelek. Tidak demikian. Ini sikap  batin di mana agama ku terbaik dan lain jelek padahal bukan. Yang lain baik namun saya memilih ini karena yang terbaik bagiku. Tidak akan menimbulkan paksaan dan sikap bermusuhan jika demikian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun