Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Menghargai Begitu Tinggi, Eh Hanya Dianggap Ban Serep

25 Juli 2018   13:25 Diperbarui: 25 Juli 2018   14:08 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bertemu Prabowo, SBY ternyata setengah hati, dan masih ngarep bersama Jokowi. Ungkapan yang menyesakkan tentunya bagi Prabowo dan kawan-kawan. Politik memang bukan perasaan, buat apa baper, tapi model Pak Beye yang baperan, sebenarnya layak dijawab dengan baper juga. Bayangkan saja sampai anak buahnya, wakil ketua diminta maaf, eh dibalas hanya ban serep. 

Politik tidak ada yang abadi,  Sangat cair dan tidak ada yang tidak mungkin. Pameo yang sangat dibanggakan politikus miskin idealisme dan prestasi ini, memang masih jadi tren dan gaya berpolitik yang menjua. Fokusnya kursi saja. Itu sah-sah saja, lha mbok ya tidak usah dinyatakan, konpress bareng lagi, setahun menjalin komunikasi, eh beralih hanya hitungan hari.

Puyuono yang berkomentar soal AHY yang masih hijau itu, ia katakan, si boncel, dan terdengarlah olah Prabowo. Diberinya pesan untuk meminta maaf, demi menjalin komunikasi yang baik. Dinyatakan bahkan Puyuono sudah berlebihan dan melebihi kewenangan. Diam saja dan tidak menanggapinya.

MK, bukan Mahkamah Konstitusi tentunya, memanggal Puyuono yang menolak minta maaf. Berbeda ketika ditegur karena pernyataannya soal PDI-P, ia   langsung menurut. Jelas posisi Gerindra memang menghormati partai lain.

Namun sikap berbeda ditampilkan Prabowo dan Gerindra, ketika Fadli Zon mengucapkan kata yang jauh lebih kasar, lebih tidak patut, pada presiden bahkan, bukan hanya calon rekan koalisi. Coba. Satu saja yang dijadikan contoh, presiden Cuma planga-plongo, bandingkan dengan si boncel, kasaran mana coba? Mana ada teguran untuk Zon apalagi sampai ke MK. Artinya AHY dan Jokowi posisi di depan Prabowo dan Gerindra tinggian AHY. Zon itu bukan hanya sekali, berkali-kali, dan bahkan lebih buruk lagi.

Posisi Zon dan Puyuono juga tidak sebanding, jauh lebih berdampak apa yang Zon nyatakan dan katakan. Apalagi posisi Zon sebagai wakil ketua dewan. Posisi di partai  dan parlemen memikili pengaruh  yang cukup besar, toh tidak ada teguran apalagi MK. Memang Prabowo penah menyatakan kewalahan mengatasi satu nama itu.

Prabowo yang menempatkan tinggi AHY dan Demokrat itu, pun berpotensi untuk menenggelamkan PKS dan PAN yang sekian lama sudah mendekat dan bahkan bersama-sama dalam banyak isu dan peristiwa. Kebersamaan yang didamba namun tiada kesampaian, hal yang sangat menyesakan bagi keduanya, dengan posisi tawar sangat rendah lagi.

PAN dengan 49 kursi atau dengan jumlah suara 7,59% jelas kalah menjanjikan dibandingkan dengan 61 kursi atau 10,19%. Belum lagi jika Amien yang sudah kadaluarsa dibandingkan AHY masih juga bisa lah menjamin AHY, apalagi perilaku ugal-ugalan Amien selama ini, dan Prabowo juga tidak menampakan sikap posistif untuk bersama di 2019.

Zulkifli yang punya jabatan strategis sebagai ketum dan ketua MPR pun soal keterpilihan belum meyakinkan Prabowo. Jauh dibandingkan dengan AHY dengan Y yang mengikuti itu, cukup mantab dengan sokongan SBY tentunya.

PKS pun sebelas dua belas, dengan suara 40 kursi dan 6,17 % suara, dengan keriuhan sembilan nama mereka membuat posisi AHY lebih tinggi memang. Apalagi manufer dari kesembilan nama itu membuat Prabowo makin pening karena malah potensial menggerus suara bukan mengumpulkan pemilih.

Kondisi rekan lama demikian, harapan Prabowo sangat logis dan realistis pada sisi Demokrat dan AHY dengan berbagai catatan yang sangat susah dihilangkan dalam waktu sesingkat ini. Beda dengan kali Item yang ditutup  dengan jaring dan belum selesai juga, he...he....

Demokrat ternyata belum sebulat hati mengantar "restu" untuk Prabowo menjadi kandidat RI-1. Justru kode keras ke arah sebelah dengan mengatakan, kami menemui banyak kesulitan, meskipun Pak Jokowi menghendaki dan kami mau. Setahun kami menjajaki untuk mendapatkan kesempatan bersama..... Ini sangat berbeda jika mengatakan, kami hanya sebentar dan menemukan titik temu, buat apa lama-lama tanpa hasil, hanya menemukan halangan saja, tidak perlu susah-susah. Kalau Pak Harto almarhum mengatakan, tidak dalam pemerintahan ra patheken.

Apa yang dilakukan Prabowo sangat tidak sebanding dengan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Demokrat. Mengapa? Jika Prabowo berani sedikit saja keras,  kami tidak perlu Demokrat. Justru Demokrat  yang rugi. AHY sama sekali tidak bisa apa-apa. lebih kuat posisi tawar Prabowo untuk PAN dan PKS daripada AHY untuk meyakinkan mereka dengan mengusung kandidat lain misalnya. 

Memang bisa saja Aher-AHY, atau Anies-AHY dengan komposisi bisa dibolak-balik, namun apa iya punya cukup keberanian dan modal? Modal tentu soal suara dan keterpilihan.

Posisi Prabowo jauh lebih unggul, bukan Prabowo butuh AHY, namun AHY butuh Prabowo, mengapa harus berlaku seolah tanpa Demokrat dan AHY usai koalisi. Jauh lebih meyakinkan bersama PKS dan PAN. Memang AHY lebih menjanjikan dalam raihan suara dan modal lainnya.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun