Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat Kena Sengat Ryamizard

5 Mei 2018   09:42 Diperbarui: 5 Mei 2018   09:48 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrat kena sengat, bijaksana saja biar tidak menambah musuh, lagi---lagi  soal balasan atas sambutan. Aneh saja, jika sambutan menjadi luar biasa, entah karena "sukses" saat membuat Ahok jadi terpidana atau memang hanya segitu kemampuannya. Usai heboh kalajengking, kini Demokrat juga menjawab sambutan  Menhankam, soal menjadi prajurit jangan di tengah jalan pengin yang lain.

Demokrat ada yang reaksioner dan  malah melebar ke menhan yang dulu pernah mau dicalonkan wapres segala. Tentu beda kasus, jika menyalonkan diri dan gagal bolehlah dikupas demikian. Kalau hanya  kata survey, tidak sepatutnyalah. Beda kalau model Cak Imin yang sudah pasang baliho dan tidak dilirik parpol masih bisa diterima akal.

Pun konteksnya juga pas, di mana memberikan pengarahan bagaimana menjadi prajurit itu tujuannya menjadi tentara dan kalau memang sampai ya bintang empat, bukan malah di tengah jalan berubah haluan. Sangat netral. Masalahnya Demokrat punya dua pribadi yang demikian, Pak Beye yang bintang tiga dan Agus yang melati satu.

Padahal tentu menhan tidak menyebut satu kasus atau dua kasus, banyak kasus kog. Hampir semua parati kepnicut militer, yang sepi nampaknya hanya PAN dan PKS. Lainnya berlomba-lomba menawar dan menawarkan diri. Jadi Demokrat tidak perlu terlalu sensi dan melebar malah menambah musuh sendiri.

Demokrat usai memecat Ruhut tanpa surat itu seolah menjadi bulan-bulanan rival politik bukan karena kompetitor yang cerdik, namun karena pola reaksi dan penedekatan mereka yang makin parah dan buruk. Hal ini sangat merugikan partai di masa menjelang gawe politik seperti ini.

Apa yang disampaikan menhan masih pada batas wajar, koridor yang semestinya, dan tidak ada unsur sindir menyindir sebenarnya. Jika tentara diharapkan  untuk tidak ingin menjadi kepala daerah dan seterusnya, iyalah. Idealnya menjadi panglima, namanya jadi tentara kog.

Apa yang disampaikan Menteri Pertahahanan Ryamizard Ryacudu menunjukkan bahwa hal yang cukup memprihatinkan sebenarnya. berapa beaya negara untuk mendidik prajurit, apalagi jika  dari akademi. Perwira yang seyogyanya demi pertahanan negara diambil secara egois oleh sekelompok orang atau parpol.

Kaderisasi masalah besar partai politik. Kaderisasi, kepemimpinan, dan birokrasi memang tidak ada yang sebaik militer dan kepolisian untuk menjadi pimpinan daerah dan presiden. Namun jika pendidikan militer diambil oleh parpol?  Bagaimana reformasi 98 memiliki gema dan pengaruh?

Salah satu adanya reformasi adalah dominannya militer dalam birokrasi. Golkar dengan ABG-nya. Sipil hanya menjadi pelengkap penderita. Sebagian besar politikus Golkar berasal dari militer, utamanya AD. Jaminan lah AD tidak ada usainya hingga mati. Usai purna militer, karya di mana-mana,

Birokrasi dan kepala daerah militer. Bupati/walikota setingkat letnan kolonel. Bintang dua atau beberapa ada yang tiga jaminan gubernur. Lebih itu jelas menteri, duta besar, atau komisaris di mana-mana. Level bintara jangan pernah kalah di pilihan kepada desa. Mereka pasti menang, caranya? Jelas begini dan begitu.

Nah kini, ketika partai politik gagal melakukan kaderisasi, merambah lah pengusaha menjadi  politikus dadakan. Mendadak politikus, yang ternyata paradigma mencari keuntungan tidak pernah berubah. Dan masalah menjadi berkepanjangan berkaitan dengan kinerja dan korupsi. Rupanya masa di mana pengusaha menjadi politikus mulai bergeser, dan kini mulai menggoda militer.

Beberapa militer, pun polisi aktif digoda oleh partai politik untuk menjadi calon kepala daerah. Ada yang mendekati usia purna, masih sangat bisa dimengerti kalau yang ini, namun ada pula yang  masih sangat potensial menjadi punggawa negara di bidangnya, namun harus "berperang" di  laga yang berbeda.

Demokrat menjadi bereaksi berlebihan karena merasa malu dan tertampar paling keras karena keputusan menjadikan Mayor Agus HY untuk menjadi kandidat pada pemilihan kepala daerah di Jakarta. Dan ternyata kalah di putaran awal. Itu jelas sangat menyesakkan dengan berbagai pertimbangan dan tidak juga bisa berbicara banyak.

Upaya lebih lagi untuk bisa bersaing di tingkat nasional pun belum nampak titik terang. Di mana hingga hari ini, belum ada arah yang jelas untuk bisa menjadi kontestan di level pemilihan kepala negara. Mau membuat poros alternaatif pun tidak menjanjikan. Mau ikut kandidat presiden yang ada masih banyak kendala. Sangat dimaklumi  ketika mereka paling keras reaksinya.

Dua hal besar yang perlu menjadi perhatian adalah, pertama soal membalas atau menjawab pernyataan, apalagi jika itu sambutan, namun hanya sepenggal, ketika hal itu lepas dari konteks dan esensinya. Sebenarnya jauh lebih besar apa yang disampaikan Menhan Ryamizard dari sekadar dugaan sindiran ke AHY. Dua, jauh lebih mendasar adalah jangan sampai militer itu tergoda oleh polah partai politik yang enggan kerja keras kaderisasi dan kemudian ambil dan comot kader terbaik bhayangkara negara. Iya kalau menang, kalau kalah dan sudah mundur dari dunia lamanya, mereka bertanggung jawab?

Apakah pemerintahan sipil yang sudah memberikan angin baik itu mau lagi dimiliterisasi seperti Orde Baru lalu? Tentu hal yang patut disayangkan jika iya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun