Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik itu Waktu dan Momentum, Seandainya Gatot Tidak Panglima di 2015

30 April 2018   15:20 Diperbarui: 30 April 2018   15:35 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com/Kristian Erdianto)

Politik itu waktu dan momentum, seandainya Gatot Nurmantyo pada 2015 tidak diangkat jadi Panglima TNI, kisah pilpres akan berbeda. Gatot jauh lebih menjual dan memiliki nilai tawar yang jauh lebih kuat, tidak perlu merasa resah akan keberadaan partai politik yang terlalu menyandera. 

Tim penasihat militer Jokowi patut mendapatkan acungan jempol dengan merekomendasikan nama Gatot Nurmantyo daripada Agus Supriatna kala itu, yang dalam "budaya" ala SBY bergilir. Usai dari Moeldoko dari Angkatan Darat, kembali ke Angkatan Udara, kebiasaan, bukan sebuah aturan. Jadi memang idealnya itu AD, AU, AL, dan begitu terus. Hal  ini berkaitan dengan sejarah Orde Baru yang hampir tidak pernah tidak AD yang selal menjadi PangAB.

Reformasi hendak mengubah model itu dengan adanya ketiga angkatan yang sebaiknya bergilir. Namun toh hal prerogatif presiden, dan kemampuan serta kebutuhan negara, yang tidak semata-mata militer, kadang politik juga berperan. Kalkulasi politik sering berbeda dengan pemahaman militer, dan seterusnya dan seterusnya, ini ranah mereka ahli politik tingkat tinggi.

Jika, 2015 di mana Jenderal AD Moeldoko memasuki usia pensiun, dan memang yang mendapatkan "giliran" adalah AU, paling mungkin adalah Marsekal Agus Supriatna, yang telah mendapatkan kenaikan bintang dua ke tiga, hanya dalam waktu dua hari. Dan menjadi calon KASAU, dan akhirnya menjadi pimpinan tertinggi di AU. Bintang empatpun dalam waktu yang relatif singkat tentunya.

Moncer dan lapangnya jalan itu, sangat layak, apalgai jika mengikuti tradisi bergilir panglima TNI dari ketiga matra, AU paling  mungkin. Toh rekomendasi ke DPR adalah Jenderal Gatot Nurmantyo dari angkatan darat. Tidak ada yang dilanggar secara hukum, pun kepatutan. Bergilir hanya soal mekanisme, kan bisa saja AD AD kemudian AU AU dan ke AL AL demikian dan seterusnya. Soal kepentingan dan keperluan berbangsa dan bernegara. Soal kepentingan politis, bisa saja demikian.

Posisi jika bergilir demikian tadi, kini, adalah posisi AD yang menjadi tampuk pimpinan tertinggi TNI.  Secara politis, jauh lebih berpengalaman, rindu untuk kembali ke tampuk tertinggi, solidaritas korps, tentu sangat menggoda panglima yang sedang bertugas. Posisi yang sangat strategis.

Secara politis, tiga tahun lalu, Jenderal Gatot Nurmantyo belum "terlihat" akan bisa menjadi bintang baru dalam kancah politik nasional. Masih prajurit, dan tentara atau militer tulen. Ganti waktu, tahun politik  menjelang, dan kondisi mendukung, apalagi ada momentum parede demonstrasi lalu, menggeliatlah jiwa politikus banyak pihak untuk mengusung Gatot N. Gayung bersambut dan ternyata respons senada ada. Akhir masa aktif sebagai panglima dinilai banyak pihak ada potensi untuk menjadi salah satu kandidat dalam kontestasi pilpres.

Masa pensiun yang sebelum saatnya, apalagi masih bisa diperpanjang sebenarnya, dengan alasan kepentingan nasional, stabilitas politik, cukup masuk akal. Melihat perilaku yang cenderung ugal-ugalan dengan beberapa friksi yang malah berpotensi menggoyang keadaan makin panas, naiklah Marsekal Hadi sebagai pimpinan tertinggi militer.

Politik itu momentum. Momentum tertukar dan susah untuk mengembalikan pada posisi semula. Semua lewat. Upaya berat untuk bisa mengendalikan diri. Kisah bisa berbeda jika AU dulu dan kini AD di sana.

Pun, beda jika Jenderal Gatot mendapatkan durian runtuh dengan perpanjangan usia purna yang masih bisa sebenarnya.  lumayan waktu yang ada digunakan untuk membangun brand dirinya. Salah langkah membuang momentum yang ada. Kini porak poranda dan hendak membangun dari puing-puing, susah untuk bisa menjanjikan.

Momentum dan waktu yang pas model SBY memang tidak mudah. Dan itulah dewi fortuna milik Pak Beye, dan nampaknya Gatot Nurmantyo tidak memiliki pulung. Melihat langkahnya yang kurang mulus ini nampaknya memang bukan pulung Gatot untuk kali ini. kali lain, bisa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun