Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada yang Salah Pertemuan Presiden dengan PA 212

26 April 2018   11:28 Diperbarui: 26 April 2018   11:38 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada yang salah pertemuan presiden dengan PA 212, yaitu soal kedewasaan berpolitik. Tidak heran ketika ada yang merasa jengah, bahkan ada yang perlu sampai menuntut adanya pemeriksaan siapa pembocor pertemuan itu. Aneh saja, mengapa ada sekelompok warga bangsa bertemu dengan presiden harus dirahasiakan. Kedua, bertemu siapapun sangat wajar, termasuk  yang pandangan politiknya berbeda.

Tidak heran ketika usai pemilihan ini dan itu seolah permusuhan terjadi bahkan hingga bertahun-tahun. Melihat kompetisi dalam pilkada dan pilpres seolah permusuhan berkepanjangan. Padahal usai ya sudah, pemimpin yang dipilih, suka atau tidak ya harus diterima sebagai pemimpinnya. Pemimpinnya juga berkewajiban menerima, melindungi, dan memberikan hak dan perhatian yang sama bagi setiap pemilih atau bukan.

Apa jalan dibangun khusus pemilihnya saja? Kan tidak, pun harga naik, apa yang memilih turun yang tidak memilih naik? Jelas tidak bukan? Semua jadi satu lagi, yang kalah siapkan amunisi dan senjata yang lebih canggih untuk lima tahun ke depan.

Melihat dan menilai, bahwa perbedaan pandangan politik itu hal yang sangat wajar. Mengapa harus sampai gontok-gontokan. Ini kan khas anak-anak semata sebenarnya. Pun bagi yang  tidak memilih, mosok mau lari keluar negeri dan tidak mau mengakui pemerintahan yang sah, apalagi segala tuntutan yang mungkin sudah menyatakan yang sama.

Lobi-lobi politik itu jelas pada lawan politik, dan itu sahih, benar, dan tidak ada yang memalukan. Salah, melanggar hukum, menerabas kepantasan, jika dalam lobi itu justru mengedepankan uang suap, sogok, barter kasus, dagang sapi, dan sejenisnya. Di sinilah yang tidak boleh. Jika pertemuan, ada dialog, dan paparan yang baik, kemudian ada titik temu, sama-sama paham yang dimaksud, bersikap menang-menang, mengapa tidak.

Selama ini, demokrasi yang ada memiliki warna sebaliknya. Lobi itu identik dengan suap, bagi-bagi kue, dan menang-kalah, ada pihak yang menjadi tuan dan korban. Nah di sinilah ketika ada pihak yang berseberangan bertemu, ada pemikiran buruk, ah dikooptasi, sudah dibeli, dan sebagainya.

Pemiliki pemikiran yang berbeda pun enggan, merasa gengsi, tinggi hati, untuk menjadi "mitra" dalam sebuah isu yang memang memiliki sudut pandang sama. Kesamaan ide demi bangsa dan negara mengapa tidak?

Orientasi sebatas kepentingan pribadi dan kelompok. Ingat sila kelima, atas nama bangsa dan negara, kelompok itu ada di bawah kepentingan nasional. Di sinilah masalah menjadi timbul. Sepanjang demi bangsa dan negara, toh pandangan pribadi, pandangan kelompok bisa dipinggirkan, dan menerima pandangan yang lebih luas.

Ketidakdewasaan dalam melihat perbedaan politik ini memang ada yang memanfaatkannya. Tidak suka jika negara aman, tenang, tenteram, dan bisa membangun. Rupa-rupanya, suka jika ada yang memiliki sikap dasar permusuhan. Permusuhan yang dibuat-buat untuk menjadikan keadaan bisa sewaktu-waktu dimainkan sesuai kepentingan.

Ingat, perbedaan dalam demokrasi itu sangat dimungkinkan, kebersamaan dalam pertemuan, lobi, atau diplomasi itu sangat wajar. Lha apalagi dengan anak bangsa sendiri, dulu dengan penjajah saja ada forum diplomasi, ingat Liggarjati, Roem Royen, Renville, dan KMB itu semua kan lobi dan diplomasi. Dengan penjajah saja bisa duduk bersama kog, apalagi anak bangsa yang berbeda pandangan seolah menjadi musuh. Aneh dan lucu.

Beberapa elit dan kelompok membuat persepsi politik yang memang buruk. Tidak ada kerja sama, titik temu, dan permusuhan seolah abadi. Mengapa demikian? Ya  agar kondisi bangsa dan negara tidak kuat. Negara yang lemah dan bisa mengeruk kekayaan bangsa dan negara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun