Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berebut "Penggemar" Cendana demi Pemilu 2019

21 Maret 2018   17:20 Diperbarui: 21 Maret 2018   17:23 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berebut penggemar Cendana demi pemilu 2019, memang secara matematis sedikit setelah hampir 20 tahun trah Cendana lengser. Sesepuh dan pinisepuh sudah uzur dan lengser, generasi muda pun tidak kenal, menengah enggan. Jangan dianggap remeh kekuatan finansial dan kapital yang sangat mungkin menentukan.

Gerak kembali ke gelanggang dengan Tommy, Titiek, dan melalui parpol baru sebanyak dua partai politik, dengan Titik pada partai lama Golkar, apa yang mau didulang? Suara dengan mengembalikan memori bayangan lama, yang maaf seribu maaf para putera dan puteri Soeharto sendiri nampaknya tidak yakin dan tidak pasti dengan mana sih prestasi yang bisa dibanggakan. Mengapa demikian, mereka pada masa jaya itu asyik dengan dunia main mereka, bukan dunia politik, dan ya sudah kini bingung, bak ayam kehilangan induknya.

Gerak cepat Airlangga Hartarto yang menempatkan Titik pada posisi strategis di majelis, pun menyiratkan kemauan, mendulang penggemar Soeharto itu. Tidak banyak, namun potensial dan cukup strategis. Posisi di MPR tinggi, namun tidak strategis, pun tidak perlu banyak kecakapan yang mendasar. Cerdik dan cerdas pemilihan ini.

Memberikan kursi yang cukup empuk, membuat posisi Titik tampak terhormat, mentereng, dan Golkar masih mengingat Pak Harto, tanpa mengurangi posisi Golkar secara umum. Sangat jauh berbeda jika pada posisi pimpinan di dewan. perlu ketrampilan mumpuni, posisi sangat strategis, dan politis yang terlalu besar. Pilihan pas dan matang.

Posisi ini membuat banyak penggemar trah Cendana tetap di Golkar tanpa berpaling ke dua parpol baru yang susah juga banyak berbuat. Paling-paling akan ke Perindo yang secara tidak langsung pun bersinggungan dengan kejayaan masa lalu keluarga Cendana. Hanya ini yang lebih menjanjikan, pun memiliki agenda sendiri yang terlihat selama ini. Bicara loyalitas dalam politik, masih jauh lah, apalagi politik dan demokrasi akal-akalan jauh lebih kuat dan besar.

Golkar tetap berhitung dengan kedua partai baru besutan kekuatan utama Orba itu, meskipun tidak juga sampai khawatir. Tetap potensi perlu disikapi, dna ternyata cerdik juga dengan memanfaatkan yang sudah ada. Posisi yang tidak merugikan bagi partai pun tidak juga cukup berpengaruh bagi keberadaan pribadi tersebut di sana.

Keluarga Besar Cendana yang dekat dengan politik, sudah disiapkan dengan baik, bahkan sudah masuk dalam birokrasi pada kementrian pada sosok Tutut. Usai '98, pribadi satu ini malah mundur sangat jauh, dan yang maju malah Tommy yang sudah terkena noda hitam pidana. Pidana pembunuhan bukan hal main-main. Kriminal, bukan politis. Berbeda sangat jauh.

Pengalaman Tommy pun jauh dari memadai untuk bertarung dengan AHY misalnya. Kalah jauh dalam segala hal. Dulu kebanggannya adalah soal fisik, tampan, kini kalah masa dengan AHY. Politik pun sudah dua tiga langkah di belakang AHY. Dulu di masa jaya Orba Tommy asyik dengan balapan, perusahaan, dan ya itu glamor. Jauh dari persiapan untuk berpolitik, apalagi jika berbicara pada tataran RI-1. Sekali berbicara pun tidak menjual dan kelihatan kualitasnya masih standar saja.

Tutut sebagai pribadi yang sangat dekat, mungkin juga dipersiapkan oleh orang nomor satu di Indonesia dan ASEAN demikian lama, nampaknya juga gamang mau masuk ke gelanggang lagi, usai terlalu jauh menarik diri. Atau memang tahu tidak cukup berbakat dan mampu untuk itu? Semua bisa terjadi.

Posisi cukup signifikan memang sudah ada di tangan Titik, di Golkar pun memiliki kedudukan, namun berbicara Beringin-1 pun susah. Paling tidak tunggangan cukup lah bagi keturunan penguasa sekian lama. Namun melihat sepak terjangnya selama ini juga biasa-biasa saja. Kalah jauh dengan yang tanpa modal darah, seperti Nurul Arifin misalnya. Artinya ya hanya segitu.

Partai politik dan siapa yang di belakangnya, berkaitan dengan trahh Cendana sebenarnya sudah buram, tidak ada lagi yang menghawatirkan, pun tidak akan signifikan dengan reputasi keberadaan Pak Harto yang demikian. Penggemarnya yang akan mudah dipengaruhi pun tidak cukup besar, ingat jargon iseh enak zamanku to, pun malah jadi semata olok-olokan saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun