Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bagaimana Detik, Tribun, dan Kompasiana Masuk 10 Besar Media Digital?

2 Maret 2018   05:20 Diperbarui: 2 Maret 2018   15:43 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (kompasiana.com)

Membaca mengapa Detik, Tribune, dan Kompasiana masuk 10 besar media digital Indonesia, menarik karena adanya Detik dan Tribune pada posisi teratas, Kompasiana pada posisi sembilan. Mengapa Kompas.com yang tentunya memiliki pembaca fanatis Kompas cetak begitu besar tercecer pada posisi empat, sedikit di atas Kaskus, dan masih juga di bawah Liputan6. 

Melihat banyak data disajikan rekan-rekan dalam grup, tentang rangking media, atau mengapa itu menjadi nomor ini dan itu yang heboh sama sekali tidak masuk, ada beberapa hal berkaitan dengan pengalaman pribadi mengapa jawaranya itu, dan K bisa ada di 10 besar. Soal pengalaman bukan karena riset dan mencari dari berbagai faktor.

Pertama, pengalaman membaca paling tidak tiga saja Detik, Tribun, dan Kompas, masing-masing sangat beragam berita, banyaknya pilihan ragam berita tentu cukup bagi pembaca yang hanya iseng dan mengisi waktu luang. Kadang satu peristiwa bisa menjadi lima enam artikel dengan pengulangan beberapa alinea, jika ada peristiwa aktual, banyak dicari, dan sangat menarik pembaca. 

Keragaman pemberitaan juga menarik bagi pembaca awam sehingga Detik dan Tribune sangat menjanjikan. Tribun identik dengan media cetaknya yang seribuan, sangat menarik, dengan gambar gede-gede, berita singkat, dan kadang bombastis.

Kedua, Detik lebih dari dua belas jam masih bisa diakses, sedangkan Kompas tiga jam saja sudah susah untuk diklik berikutnya. Ada banyak kesempatan membaca berita yang sudah lumayan tertinggal, di dalam perkembangan media sangat menentukan. Kadang orang karena ada kesibukan bisa terlewat beberapa hal. Jika melalui PCatau laptop, pun Kompas hanya kisaran delapan jam, beda dengan Detik yang bisa lebih 12 jam.

Ketiga, interaksi, sangat menentukan, keriuhan komentar terutama berkaitan dengan sepak bola misalnya, kalau el classicokomentar bisa lima tarus enam ratus, dan itu enak dibaca, daripada artikelnya. Coba bayangkan berapa menit waktu ngendon baca sambil senyum kadang ngakak di sana. Kompas memang beda, sehingg tidak begitu heboh, karakter seriusnya terbawa, ramai saja, tidak heboh. Senada dengan politik yang kontroversial juga akan demikian, kadang komentarnya lebih cerdas dari pengamat atau ahli yang menjadi nara sumber berita itu sendiri.

Keempat, kedekatan geografis dengan pembaca, kadang juga emosional. Keberadaan Tribun di daerah---daerah menjadi daya tarik pembaca. Akhirnya orang akrab dengan media ini. Bagaimana  orang daerah hanya dicekoki kisruh Jakarta terus, malas jadinya. Membaca Tribun Bangka, Tribun Jateng, orang merasa ada ikatan, tahu daerah yang dibicarakan, mengerti bencana di sisi mana dengan baik. Tidak heran bisa mengalahkan Kompas sebagai sesepuhnya. Ada ikatan pembaca dan yang ditulis ikut membantu.

Kelima, mengenai penulisnya, misalnya Kaskus dan Kompasiana bisa masuk 10 besar. Sebagai penulis amatiran tentu memiliki kawan, kenalan, keluarga, dan rekan yang tertarik juga membaca. Adanya interaksi antaranggota juga membuat berlama-lama di sana. Sangat signifikan hal ini tentunya membawa posisi yang cukup tenar dan menjadikan besarnya media digital.

Keenam, kehebohan dan kemeriahan masih menjadi jaminan. Tentu banyak yang paham lebih menjamin mana Kompas dengan yang lainnya, dengan media lain, namun nyatanya posisi Kompas hanya nomor empat, dua teratas banyak dipahami sebagai media judul yang menggoda, soal isi ya bisa dipahami. Mirip-mirip krupuk lah, menyenangkan namun tidak memberikan banyak selain di lidah.

Ketujuh, kegiatan membaca, mengikuti berita masih cenderung pengisi waktu luang, bukan mencari informasi secar mendalam dan benar-benar secara hakiki dan mendalam. Tidak heran, lebih besar media yang dikenal tidak bagus dalam kedalaman isi, namun lebih memilih judul yang merangsang dan menggoda saja. Interaksi juga kadang jauh dari artikel, namun ada waktu yang lama untuk menjelajahi media.

Kedelapan, isu seputaran artis dan kehidupannya  serta pesohor ternyata masih cukup menjanjikan. Maka tidak heran media yang fokus pada hal ini masuk lima besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun