Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gara-gara Elit Maling, Rakyat yang Pening

21 Februari 2018   11:11 Diperbarui: 21 Februari 2018   13:38 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: http://theconversation.com

Gara-gara elit maling, rakyat jadi pening, edisi nggondok tingkat lanjut, bagi yang komeng mengaitkan dengan presiden mending minggir atau buat artikel sendiri. Berkaitan dengan registrasi nomor kartu ponsel, semua tentu paham apa yang perlu dilakukan. Memasukan baik via sms,atau melalui internet sesuai dengan operator masing-masing.

Ide KTP-el, tentu berkaitan dengan kartu keluarga, dengan nomor, identitas, dan segala hal ikhwal kependudukan yang satu, terdata, dan rapi, mudah untuk segala urusan. Di rumah pun bisa semua terakses dan teregister dengan mudah dan tidak perlu susah payah, antri, masih juga ping pong ke mana-mana. Jangan sewot dulu dan komen enggan susah, ingat ini zaman teknologi, kalau masih wira-wiri, ya sudah pakai saja KTP lama coklat yang tidak ada yang namanya databasesekalian, toh sama saja susahnya.

Registrasi gagal, dan datanglah ke gerai operator, sebagaimana kata Simbah Google, yang menyatakan pun pejabat terkait di pemberitaan berbagai media arus utama. Di sana sarannya adalah datang ke dukcapil untuk konfirmasi masalah data atau identitas dalam kartu KK. Gampang, sederhana, simpel, dan mudah, mengatakannya. Ini sih semprul namanya, sudah menggunakan KTP-el modern toh perilaku dan penangannya masih jadul, ndeso,dan jelas tidak bermutu.

Apa bedanya dengan KTP kuno yang perlu photo copy coba kalau katanya KTP-el, dengan biaya mahal banget itu? Buat apa uang negara (uang rakyat) harus dihambur-hamburkan dengan kenyataan dan fakta yang sama juga dengan KPT lama itu. Mendaftar ini dan itu juga masih perlu capek ngantri, datang, dan lagi-lagi kopi kartu tanda penduduk. Lha apa bedanya coba.

Aneh dan ajaib, kartu yang sama bisa dipakai untuk mengurus kelakuan baik dari kepolisian, mengurus bebas pidana dari pengadilan, mndaftarkan ke JPN-BPJS, semua bisa, eh ketika registrasi nomor sim-card,tidak bisa.

Waktu dan tenaga yang terbuang untuk muter-muter karena adanya maling di dalam sistem yang dicoba ini tidak pernah dimasukkan dalam kerugian para maling berdasi dalam kasus KTP-el. Coba bayangkan saja, kartu yang sudah hancur, kemudian harus keluar uang untuk memberi lapisan anti-gores, sebagai siasat agar kartu bagus, ini secara fisik. 

Belum kerugian ketika kartu itu ternyata, palsu, alias datanya ternyata tidak ada. Coba bayangkan hey para maling, yang sidang saja berpendingin ruangan itu, kalian pernah tidak susah panas, kehujanan ngurus kartu buatan kalian, dan sisa dari yang kalian maling?

Perhitungan ini sangat serius, negara sangat dirugikan dengan perilaku tamak mereka. Bukan sederhana jika mau sedikit saja menggunakan otak. Satu kasus untuk resgistrasi nomer ponsel, lha yang lain-lain? Antrean membuat KTP-el-nya pun luar biasa susah, katanya canggih dan modern? Semua sama saja masih lebih dengan yang kuno, tidak ada anggaran untuk bancaan dan tentunya, sama saja kacaunya.

Bangsa ini akan selalu kerdil, karena ekonomi beaya tinggi yang diciptakan maling, blantik, dan penguasa tamak dan rakus. Semua bisa dibuat susah, semua dibuat berliku, yang nampaknya mudah di atas kertas dan logika itu hanya ilusi, karena semua berkaitan dengan uang dan proyek semata. Padahal semua mengakui beragama, mengaku berpancasila, ternyata omong kosng belaka. 

Lebih banyak maling yang berkedok pejabat, sumpah-janji ketika diangkat menjadi apapun itu sudah dilupakan, atau malah merasa toh hanya didekte dan bukan keluar dari hati nurani dan sadar?

Peraturan dibuat bukan untuk menjaga tertib hidup bersama, namun oreintasi proyek dan adanya bancaan dana yang bisa diembat. Kemudahan untuk berbangsa dan bernegara tidak pernah ada dalam benak elit dan politikus.

Apakah akan selalu demikian?

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun