Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Maarif Institute: Radikalis Bisa Masuk lewat Sekolah

28 Januari 2018   08:23 Diperbarui: 28 Januari 2018   08:35 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maarif Institute: radikalis bisa masuk lewat sekolah, baik ekstrakurikuler atau kegiatan belajar mengajar biasanya. Pemahaman guru yang mengikuti paham radikalis akan dengan sendirinya masuk ke sana. Apalagi jika itu adalah yayasan yang memang diasuh oleh kelompok radikalis. Generasi muda dibina untuk sebagaimana mau mereka. Apakah hal ini benar terjadi? Jelas dan sangat faktual. Apalagi yang merilis lembaga yang tidak pernah bicara politis, selain kemanusiaan yang memang sangat mendesak untuk dibenahi di negeri ini.

Apa yang disampaikan Maarif Institute ini sebenarnya bukan hal yang baru-baru amat, namun sangat penting didengar karena ada rekomendasi dari dua ormas terbesar bersama-sama NU dan Muhamadiyah dalam Ilusi Negara Islam Indonesia,mengenai sepak terjang kelompok radikalis yang meronrong NKRI dan Pancasila. Sejak 2009, dan nampaknya hingga hari ini masih  sebatas wacana dan belum ada aksi nyata.

Beberapa bukti bahwa memang sekolah telah menjadi ajang "kaderisasi" bisa dinyatakan. Baik yang semata desas-desus atau kata orang, hingga yang sudah dilaporkan media massa. Beberapa sekolah, termasuk negeri, mengubah libur. Libur resmi dalam kalender itu diubah. Masih bisa diterima, jika itu adalah sekolah berbasis agama, jika itu negeri? Sekolah-sekolah ini, juga akan memiliki kebijakan meniadakan upacara bendera karena tidak diperbolehkan agama. Memang kalau sekolah model inii, nampaknya sudah minim, namun pernah bisa bergerak leluasa dan didiamkan saja.

Kepala sekolah dengan dinas terkait, membuat libur hanya untuk agama tertentu. Negeri dan dinas pun terlibat, artinya, bahwa selain sekolah birokrasi kependidikan pun telah terindikasi untuk menjadi cara untuk mengubah pandangan tentang pendidikan. Hal ini terjadi kisaran 2007-an, sudah terdengar sejak 96-an, model-model demikian berani beraksi.

Guru-guru yang masa pendidikannya mengenal gerakan radikal yang masif tentu akan memasukkan kepercayaan ideologinya dengan berbagai cara. Salah satu guru agama di sekolah favorit sebuah kota, melarang muridnya bersalaman dengan guru yang beda agama, dia juga berlaku demikian, namun lucunya, ia mau menerima anak kost di rumahnya bagi  mahasiswa calon pemuka agama lain. Bagaimana pendidikan diisi oleh pribadi model demikian? Ini fakta dan benar ada, jangan dipikirkan bahwa hanya ilusi. Guru sekolah dasar yang mengharuskan muridnya untuk melanjutkan ke sekolah tertentu. Pendidik tidak bisa mewajibkan muridnya sekolah  ke mana setelah ini, bukan ranah pendidikan.

Sekolah menengah atas dan pertama, gerakan dan paham ini masuk melalui kegiatan ekstrakurikuler. Maarif Institute menemukan fakta yang sama. Model pembinaan iman, pembentukan karaker yang melibatkan alumn atau  pihak luar sangat mungkin dipakai untuk memasukan unsur radikalis di dalam muatan mereka. Jika generasi awal saja sudah "digarap" demikian, jangan heran 10 hingga 15 tahun kemudian keadaan seperti sekarang ini.

Apakah ini gerakan instan dan baru terjadi? Jelas tidak. Hari-hari ini adalah panenan generasi pertama yang mulai memanen garapan mereka. Artinya sudah ada dua generasi yang tergarap dengan baik. Kehebohan ini sudah terencana dan memang demikian adanya. Pembiaran sekian lama, dibarengi dengan penggembosan Pancasila menjadi dua kinerja mereka menjadi sukses besar. Di satu sisi kerja masif, di posisi lain Pancasila melemah dengan berbagai argumennya.

Apa yang sebaiknya dilakukan? Bubarkan kelompok, organisasi, dan apapun bentuk  kegiatan yang meman berindikasi melemahkan Pancasila dan NKRI apapun bentuk dan alasannya. Kriminalisasi dan bentuk pembelaan diri semua karena mereka kadung kuat, cenderung terlambat memang apa yang perlu dilakukan sepuluh hingga lima belas tahun lalu. Pemerintah tidak perlu takut dengan maling teriak maling. Ini teori copet yang kepepet dan meneriaki copet pada korbannya. Kejelian dan ketegasan sangat dibutuhkan.

Penegakan hukum, lagi dan lagi, jika ormas sekaliber Muhamadiyah bersama NU saja mengelurkan rekomendasi sejak 2009 dibiarkan saja, mau jadi apa negara ini, apalagi lembaga atau ormas kecil-kecil, akan disepelekan. Sangat mendesak, eh masih diperbarui oleh rilis Maarif Insitute ini, makin jelas belum ada tindakan nyata sejak 2009. Pemerintahan siapa, tentu semua tahu kan? Mosok Salawi juga.

Mengembalikan pendidikan pada posisi sebagai lembaga pendidikan. Melepaskan kepentingan ekonomi, apalagi jika itu politik, dan agama di dalam pendidikan. Sangat terlambat, namun bukan berarti tidak berguna. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Menghentikan pembiaran dengan tindakan tegas. UU dan segala perangkatnya sudah ada, menegakan UU dan Pancasila bukan kriminalisasi. Kepolisian dan negara tidak perlu takut dan jerih oleh perilaku "preman" berkedok agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun