Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kursi Prioritas dan Hidup Bersama

18 Januari 2018   11:48 Diperbarui: 19 Januari 2018   13:06 1333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Kursi prioritas dan hidup bersama, sering terjadi kisruh. Dulu ada gadis yang merasa berhak mendapatkan tempat duduk karena memang sudah datang lebih pagi, ketika ada ibu hamil yang meminta, ia enggan. 

Ketika berkisah via medsos, kembali riuh rendah terjadi. terbaru, ada laki-laki muda yang bertikai dengan perempuan karena adanya orang tua yang berdiri. Si pemuda duduk dengan alasan kecapekan. Sangat manusiawi, dan wajar terjadi, apalagi ketika kebenaran itu soal keakuan.

Mengapa bisa demikian? Hal yang sangat biasa hidup berbangsa ini sebenarnya. Lihat saja mobil mewah ngemplang pajak, pakai BBM bersubsidi, motor puluhan juta tetapi menggunakan premium, restoran gede menggunakan gas LPG tabung tiga kilogram. Semuanya sebenarnya identik, mau enaknya sendiri, soal bahwa hal itu merugikan pihak lain yang jauh lebih berhak tidak pernah menjadi pertimbangan.

Kursi prioritas, itu sebenarnya bukan soal kesadaran, namun hak. Kalau pribadi, saya, memilih enggan di sana, karena saya bukan sedang hamil, sedang tidak menyusui, dan bukan lansia, juga bukan penderita cacat atau sakit. 

Namun banyak yang abai akan hal itu. Ada kisah di sebuah halte bus trans. Rupanya, ini menjadi pemberhentian terakhir banyak rute, sehingga banyak kru yang ngaso, dan yang perempuan sempat juga dandan. Mereka berkisah, ada penderita tuna netra yang selalu minta bantuan, kalau naik ke bis, atau halte, namun kalau yang membantu itu petugas laki-laki, bantuannya akan ditepiskan. 

Petugas cewek mengatakan kalau si penderita itu memang kurang ajar. Meraba-raba dirinya dengan dalih tidak melihat. Ternyata ada petugas lain yang mengerjain dan cerdik, ia berpura-pura sebagai perempuan dengan suara gadis, ia mau dibantu, mereka curiga bahwa dia tidak buta sepenuhnya, dan masuk kategori kurang ajar.

Jadi, siapa pun bisa jadi pelaku sekaligus korban di dalam kehidupan bersama ini. Lihat pribadi yang seharusnya mendapatkan pertolongan atau pun prioritas ini pun memanfaatkan situasi dan kondisinya.

Pihak pengelola baik bus atau kereta api selalu akan mengatakan sudah sosialisasi dan mengatakan ini dan itu, kalau ada kejadian. Padahal dalam kenyataannya, sering petugas juga mengatakan bahwa bangku prioritas silakan saja diduduki, dan ketika ada orang yang seharusnya mendapatkan prioritas mereka tidak berani dan tidak berdaya untuk meminta mereka berdiri dan memberikan kursi tersebut. Kembali, hal ini sebenarnya adalah kesadaran mau berkorban atau tidak.

Kursi prioritas itu ranah etis, bukan ranah hukum. Pelanggar hukum saja tidak malu, apalagi melanggar ranah patut dan tidak. Tidak ada yang salah secara hukum. 

Namun tidak pantas, tidak patut, dan tidak elok sebenarnya melihat orang lain susah payah berdiri karena tua, eh si muda enak-enakan duduk. Sikap empati susah tanpa adanya keteladanan dan pendidikan. Hukum rimba yang terjadi, miris bukan di abad modern malah balik menjadi penghuni rimba.

Alasan sama-sama membayar. Dua kisah, bukan kursi prioritas tapi mengalah memberikan tempat duduk. Pertama, ada ibu yang memohon bangku karena anaknya usai operasi. Si bapak yang merasa membayar tidak mau mengalah. Padahal anaknya bisa saja dipangku. Saya yang benar-benar capek sebenarnya mengalah. Mempersilakan. Kedua, bapak-bapak tua, saya memberikan bangku untuk ibu yang menggendong anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun