Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Transportasi "Online" Penyebab Mati Surinya Angkutan Umum, Ah yang Bener?

16 Januari 2018   07:49 Diperbarui: 16 Januari 2018   16:57 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Tribunnews.com

Transportasi onlie penyebab mati surinya angkutan umum, ah yang bener, sebenarnya banyak pula yang terkena imbas kemajuan teknologi, namun hanya angkutan umum yang paling keras reaksinya. 

Mengapa? Banyak kepentingan dan korban di sana. Lihat saja wartel, era 90-an usaha rumahan sangat menggiurkan dengan membuka wartel. Kini satupun tidak ada, karena murahnya hapedengan pulsanya sekaligus. Mana ada demo pengusaha wartel. Pun dengan warnet, masa awal 2000-an masih sangat marak, apalagi dekat kampus, jangan ditanya. Warnet pun demikian, dulu hal yang sama melanda rental komputer.

Tidak jauh berbeda dengan pelayanan photo copy,dengan murahnya laptop menggulung jasa pengetikan dan sewa komputer, dan printer yang dilengkapi alat scanyang membuat orang jarang photo copy.  

Pun mengenai warnet yang tergulung oleh murahnya internet dengan smarphonedan laptop ataupun PC  masuk ke rumah-rumah. Awal 2010, masih ada cukup mudah menemukan warnet, kini paling satu dua untuk gaming.Semua legawauntuk tergilas, bahkan media cetakpun mengalami hal yang sama. Apalagi koran. Semua bisa menerima itu dengan "terpaksa", paling heboh ya jelas pada angkutan. Mengapa demikian?

Kalau mau jujur yang menghancurkan angkutan umum itu pertama-tama, murahnya motor dan mobil. Era 90-an, jangan tidak banyak anak-anak mengendarai kendaraan sendiri. 

Sekarang SMA lapangan penuh menjadi lahan parkir, SMP pun demikian, hanya memanfaatkan parkir dengan pengelolaan warga sekitar. Mobil yang terjangkau juga memberikan kontribusi cukup signifikan.

Dulu, selalu begini melihatnya, bus antara kota, seperti Semarang Solo, atau Jogja Semarang setiap akhir pekan akan penuh sesak, Senin pagi dari arah Magelang atau Solo dan Jumat atau Sabtu sore dari Semarang mengarah ke Solo atau Magelang Jogya, jangan ditanya bisa mendapatkan tempat duduk dari Boyolali, Salatiga, atau Secang, Ambarawa, semua itu kini masa lalu. 

Bus jualan kotak hal yang lumrah. Mobil bagi pegawai menengah ke atas, yang dulu naik bus. Pangkat perwira menengah, melati pun naik bus, kini? Mobil lah.  Motor dengan uang muka nol (0) rupiah, seolah hanya syarat dengan kisaran ratusan ribu. Mobil pun demikian juga, dua puluh juta sudah bisa mengendarai mobil sendiri, tidak kepanasan dan kehujanan, soal kualitas ya masih perlu dilihat lagi.

Mengapa "kemarahan" ke angkutan online? Hape, smarphone,motor murah, banyak, atau jauh lebih banyak orang diuntungkan. Tidak merasa kalau mereka juga penyebab sepinya angkutan mereka. 

Bahkan kru angkutan pun kini membekali anaknya dengan motor, namun juga ngomel dan nyumpahi pengemudi on-line. Terlibat di dalamnya sehingga tidak sadar hanya melihat orang lain sebagai penyebab. Pun dalam hal lain, seperti matinya warnet, wartel, dan jasa pengetikan dan photo copy. Ikut terlibat di dalamnya, ikut merasakan enaknya, dan mendapatkan kemudahan sehingga kambing hitam diperlukan.

Mengapa konsumen mendapatkan kemudahan, tawaran yang jauh lebih baik, murah, dan jauh lebih baik dilarang? Coba bayangkan, berempat dengan jarak tempuh kisaran enam tujuh kilo meter, dengan angkutan umum konvensional, panas, ngetem, berdesakan, lama lagi perlu membayar sekirar dua belas ribu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun