Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ucapan Selamat Natal dan Sikap Hidup Bersama

29 Desember 2017   10:41 Diperbarui: 29 Desember 2017   10:43 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ucapan Selamat Natal dan Sikap Hidup Bersama

Ucapan Selamat Natal dan sikap hidup bersama, hall yang sudah basi karena lewat waktu, namun penting dengan pertimbangan beberapa hal. Saya menuliskan sudah lewat waktu biar tidak dihakimi mita ucapan, seperti waktu lalu. Sama sekali tidak menambah apapun apalagi kadar keimanan ataupun keselamatan saya, juga relasional dengan rekan yang lain, sama sekali tidak akan pernah berubah hanya karena sebentuk ucapan.

Saya tulis hari ini juga agar menjaga jarak, agar tidak heboh, nanti ada yang GeeR dan  merasa dimintai ucapan. Sama sekali gak ngaruh juga, jika mereka mengucapkan atau tidak. Hal yang tidak aktual, dan juga tidak mengganggu persiapan batin dan sikap rohani yang bagi saya jauh lebih penting.

Ucapan dan ketulusan. Hal yang tentu tidak mudah ketika sudah masuk ranah keagamaan dan politisasi yang mengemuka. Mengapa politisasi? Pertama, dengan agama lain tidak pernah riuh rendah, hanya soal kekristenan heboh. Artinya ada perbedaan sikap ini mengapa? Tidak penting bagi saya. Kedua, mengapa hanya orang-orang dan kelompok yang itu-itu juga, sedang yang lain juga tidak heboh dan ribut. Artinya, ada maksud tertetu, khusus, dan tidak soal agama pada esensinya. 

Jauh lebih penting adalah persaudaraan yang sejati, jika tidak mau mengucapkan ya sudah tidak perlu ikut campur soal dogma yang memakai ukuran sendiri lagi, tahu kalau bodoh jangan dipertontonkan.Atau jika mau mengucapkan, ucapkan dengan tulus jangan karena kepentingan politik misalnya. Jangan kotori hati nurani masing-masing dengan kebencian dan politisasi busuk yang merusak. Nyaman tidak sih sebenarnya hidup dengan penuh kebencian tidak berdasar begitu?

Tidak mengucapkan karena meyakini mengganggu imannya, silakan, toh saya pribadi juga tidak mengharapkan itu kog. Tidak perlu malah mengatakan ini dan itu yang jauh lebih menyakitkan. Sudahlah tidak perlu berdalih yang malah kalau pihaknya yang dibegitukan melaporkan dan menjadi pensitaan agama. Coba mengapa harus menyoal dogma agama lain, sedangkan agama sendiri tidak mau dipertanyakan ajarannya. Janganlah seperti anak kecil yang selalu ngributi urusan orang, tapi ketika diusik sedikit saja berguling-guling menangis meraung-raung.

Satu saja sebenarnya prinsip hidup bersama itu, kalau mau dihargai, hargailah juga, kalau tidak mau disakiti ya jangan menyakiti. Namun lucu dan ironisnya, perilaku yang diterapkan itu, ketika dilakukan padanya, ngamuk dan berguling-guling. Kembali sikap tidak dewasa.

Bedakan kritik itu pada pribadi, tulisan, atau "label" apa, jangan semua dicampur adukan tidak karuan. Ketika sebuah tulisan jelek, belum tentu orangnya juga buruk dan sebaliknya. Belajar obyektif, membedakan "label" dan mana yang esensial sangat penting. Jangan mempermalukan diri sendiri atas nama kelompok apalagi agama.

Miris dan lucu adalah, hal ini kelihatannya hanya terjadi di negeri Pancasila ini. Di negeri lain juga tidak ada kog, keanehan yang sangat lucu ini. Agama jelas diakui oleh UU bahkan UUD, mengapa hanya kekristenan, kalau yang gak tahu dan sok tahu bir makin tahu, kalau kekristenan itu sangat banyak. Ada yang penakut dan takut terintimidasi, namun juga banyak yang tidak takut hanya karena tidak diucapi. Tidak karena iri kalau melihat agama lain tidak menerima perlakuan yang sama.  Namun betapa munafiknya yang mengaku pembela agama, polisi moral    apalagi di media sosial, namun ternyata perilaku munafik seperti itu?

Toh tidak sedikit juga perilaku pejabat yang mendua. Mengucapkan namun hanya sebagai bentuk lamis,politik, politis demi tenar dan serasa nasionalis, namun perilaku setiap saatnya sama saja dengan yang tidak mengucapkan, atau berdalih macam-macam, bahkan menuduh ini dan itu. Jauh lebih keren yang berdalih daripada mengucapkan hanya di bibir.

Jangan pernah mengukurkan baju sendiri pada ukuran orang lain, kalau tidak mau dikenakan ukuran orang lain juga. Tidak habis pikir, ketika bisa dengan seenaknya sendiri menakar ukuran sendiri bagi orang atau pihak lain. soal ucapan selamat sama sekali tidak menjadi yang utama, namun mengapa harus ribut bahkan menuduh meminta ucapan segala? Hal ini ketika ada ucapan hari raya yang bersangkutan. Ingat tidak pernah ada permitaan balik. Prinsip do ut des,jauh dari kehidupan spiritulaitas. Memberi biar diberi bukan ajaran spiritualitas yang baik. Akhirnya sama juga artikel ini bukan meminta ucapan, namun mau mengatakan apa yang menjadi keanehan dalam hidup bersama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun