Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setya Novanto Meradang, Fahri pun Ikut Tertendang

12 Desember 2017   08:39 Diperbarui: 12 Desember 2017   13:09 2262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setya Novanto kembali membuat drama. Usai isunya mengirim surat ke presiden yang berisi soal daftar jasanya, yang tidak terkonfirmasi benar atau salah, dan tidak juga ada balasan ataupun tanggapan, akhirnya ia menyatakan mundur dari ketua DPR. Mundur rutin setiap Desember, eh begitu mlah buat "ulah" dengan mengangkat ketua menurut kehendaknya sendiri. Apa yang menimpa Setya Novanto, berimbas pula pada sang wakil Fahri yang kembali digugat oleh partai politiknya, PKS.

Setya Novanto mengangkat ketua DPR sebenarnya mengikuti sesepuh, mentor, dan pendiri Golkar sendiri.  Bagaimana Eyang Harto mengangkat BJ Habibie menjaid presiden. Sebenarnya kan MPR yang menetapkan bukan atas perintah atau permintaan Eyang waktu itu, toh semua bisa berjanlan dengan mulus. 

Eh berbeda kisah, ketika Setya Novanto mengangkat Azis Syamsudin, ternyata 50 dari 90-an anggota fraksi Golkar menolak. Padahal sesepuh Golkar yang ketua umum lalu sudah pula turun tangan mendukung. Jadi ingat jalan-jalannya ke LN dengan artis tempo lalu. Lebih dari separo kelompok mereka sendiri menolak, meski dengan dalih hanya soal prosedur. Tetap nuasan orangnya siapa, di baliknya siapa toh jauh lebih bisa dipercaya.

PKS ternyata mengail di air keruh, banyak yang paham kalau Fahri juga kuat dan seolah tidak tersentuh. Dengan momentum ini, mereka, pengurus de jure ini mau menurunkan Fahri yang telah ngeyel sekian lama. Pimpinan dewan independen inipun kini tidak boleh disebut sebagai politikus PKS, hanya mantan. Sadis kan, padahal sekian lama tidak ada suara apapun. Paling tidak, mereka tidak mengungkit-ungkit keberadaan Fahri.

Ada dua masalah besar dari partai politik yang kemudian berimbas perutusan mereka ke dewan. Dewan ini menjadi bobrok, minim prestasi selain sensasi dan kontroversi karena sejak awal dibangun dan disusun oleh parati politik yang bobrok juga. Bagaimana tidak, seorang ketua yang maling namun bersikukuh dengan  berbagai cara untuk bisa bertahan di sana. 

Manuver demi manuver, tipu muslihat yang tidak habis-habisnya. Bahkan bisa membahayakan dua lembaga negara satu korup satu tepercaya, yaitu dewan dan KPK. Toh merasa benar. Satu sisi pimpinan juga ternyata tidak memiliki legitimasi dari partai politiknya. Meskipun bersikukuh mewakili konstituennya, memang ada partai independen? Tidak ada.

Golkar dengan intrik dan pengalaman culas dan licik masa lalu. Bisa menduduki tampuk pimpinan dengan kelompok dan barisan sakit hati usai pilpres masa lalu. Sama sekali tidak ada legitimasi yang selayaknya, bukan pemenang namun memimpin, hanya karena kesamaan nasib kalah pemilihan presiden. 

Artinya memang sejak awal sudah tahu kalau kedudukan tidak patut ini akan menyandera bangsa dan negara. Lihat tiga empat bulan hanya rebutan seperti anak kecil. Rebutan kursi hingga yang sangat memuakkan itu. Kini dalam perjalanan juga masih identik. Setiap Desember ketua dewan kog berganti-ganti. Mana ada, sejarah di dunia ada ketua dewan ganti karena maling, beda kalau mosi tidak percaya. Toh hal itu tidak ada di sini.

PKS, jelas mereka sah menurut hukum perundangan, namun toh tidak mampu mengeliminir apa yang tidak sesuai dengan keputusan mereka sendiri. Artinya, ada kekuatan lain yang membuat Fahri bahkan bisa merajalela dengan perilaku dan perbuatannya yang sering tidak berdasar sekalipun. Memang hak untuk mengeluarkan pendapat, namun ingat implikasi pejabat dan bukan tentu berbeda. Pejabat perlu tata krama dalam berbicara, bukan asal jeplak saja. Apa beda dengan obrolan pinggir jalan kalau dewan bahkan pimpinannya seperti itu.

Masalah ada pada partai politik. Mau berbuat apa saja, sepanjang partai politik dibangun dengan model yang sama tidak akan ada perubahan. Maling alias korupsi, birokrasi buruk, pendidikan amburadul, hukum tidak  jelas, dan sebagainya, semua bermuara paa sistem politik yang buruk bahkan busuk.Bagaimana produk hukum, pilihan pejabat, dan sebagaimana dibangun dan disusun olh perilaku tamak dan kotor mereka. Lihat saja mana ada hukum yang bener karena motivasinya proyek. Mana ada pemilihan pejabat yang bisa bekerja, karena mereka juga tidak bisa bekerja. Sapu kotor untuk menyapu malah nambah kotor. Masalah yang akan menjadi lingkaran setan kalau partai politik tidak dibenahi.

Kepolisian makin, KPK meskipun diserbu toh masih bisa bekerja dengan baik, hal ini menjadi harapan baik untuk membersihkan sarang penyamun itu. Sebenarnya ada juga anggota dewan yang baik, namun kalah nyaring dengan para penyamun yang banyak cakap dan  teman itu. Harapan besar untuk berubah dan berbenah ketika para penyamun dibersihkan dan dikarungi. Apakah itu bisa? Jelas bisa, harapan selalu ada, resisten memang besar karena banyaknya kerukan mereka yang hilang, membuat mereka meradang dan marah.  Sangat wajar penolakan itu, toh KPK dan polisi makin bisa diandalkan.

Parpol dibenahi harapan perubahan bukan hanya angan kosong semata. Itu perlu kerja keras dan cerdas, dan juga waktu.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun