Seandainya, Kinerja DPR Selalu Cepat seperti Memilih Panglima TNI
Seandaianya kinerja dewan selalu cepat begini, negara tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Pimpinan yang ada dua hanya label dan bak macan ompong, yang dua hanya banyak omong kosong, dan pimpinan utama yang halus tutur katanya itu, malah sibuk dengan masalahnya sendiri. Dugaan kriminal lagi. Mereka lama, berlambat-lambat, dan seolah tidak bekerja. Apalagi jika menyangkut hidup hajat rakyat, bangsa, dan negara. Tarik ulur kepentingan kelompok jauh lebih kuat dan dominan. Eh tiba-tiba kemarin, dua pemilihan petinggi negeri ini dengan gegap gempita usai ketok palu hanya dalam sehari.
Miris dan malas membicarakan lembaga miskin prestasi ini. Namun kalau tidak ditulis mereka merasa tidak ada masalah. lha dikatakan masalahnya, dikritik, dinyatakan kemalasan, kebodohan mereka saja masih berlari ke sana ke mari mengejar proyek, menilai lembaga lain, sering pula menekan lembaga lain demi kepentingan sendiri.
Pergantian Panglima TNI
Sama juga dengan penggantian Kepala Kepolisian RI yang hanya membutuhkan persetujuan. Mereka tidak banyak masalah dan ribut. Namun curiga, mereka tidak tulus dalam bekerja sama ini, karena reputasi buruk mereka memang sangat tidak bisa dipercaya. Bagaimana mereka bisa menyetujui penyalonan Komjend Budi Gunawan kala itu. Di sisi lain, BG sudah tersangka dalam bidikan KPK. Jika mereka kritis, cerdas, dan tidak culas mereka akan menolak.Â
Mereka menerima karena akan berdalih, itu presiden yang salah. Konteks memang saat  ini berbeda, karena Marsekal Hadi relatif bersih, tidak ada masalah, dan belum pernah berurusan yang menjadi cacat cela. Kritikan tidak ada capaian menonjol masih sangat wajar. Toh mana ada sih kepala staf yang berprestasi? Panglima pun demikian, kontroversi iya. Jadi kecepatannya bukan sebuah prestasi, kinerja ogah-ogahan. Apalagi jika dugaan adanya kunjungan yang dikemas bahasa agamis, silaturahmi itu tidak polosan.Â
Susah menduga apalagi memercayai hanya makan pagi, atau makan siang, atau makan malam saja. Melihat perilaku tamak mereka selama ini susah melepaskan diri dari amplop. Yang jelas mereka lepas dari soal dugaan, baik culas, atau tamak mereka kerja cepat. Sehari bisa kelar tanpa ada yang menyatakan berbeda secara mendasar. Wajar karena toh ini mereka sangat lepas kepentingan, tidak bisa memaksa panglima untuk bergerak seperti kemauan mereka. Sangat normal dan wajar.
Pengukuhan Dua Periode Ketua MK
Menarik, ketika di tengah desas-desus adany kongkalikong, bukan lobi-lobi. Lobi-lobi masih ada kebaikan, demi kepentingan lebih besar. Kalau kongkalikong, demi kepentingan diri sendiri. Hanya satu yang tidak setuju, artinya ada sembilan fraksi yang setuju atas majunya kembali Hakim Arief Hidayat, dan melengganglah ia.Â
Padahal pernah berbuat tidak patut dengan katabelece untuk keponakannya. Jelas MK lahir era reformasi untuk menghilangkan nepotis, eh malah kembali gaya Orba nepotisnya keluar. Ini hakim MK lho, jabatan tinggi, ketua lagi, tidak patut melakukan perbuatan seperti itu. Komisi etik memang melihat ini sebagai hal yang tidak luar biasa.Â
Namun di tengah gencarnya ia mencoba kong kalikong, sebenarnya memperlihatkan bahwa  ini pemimpin yang rendah kualitasnya. Pemimpin yang berkualitas, berprestasi akan dengan tenang-tenang yakin akan dipilih. Prestasi juga tidak ada berarti. Jika memang berprestasi buat apa ia hari melobi DPR? Hal ini sudah ada yang membahas, soal isi kongkalikongnya itu, namun sangat mengerikan bagi keberadaan KPK dan ugal-ugalannya DPR jika mulus menjabat ketua lagi. Jangan sampai dua hakim yang telah menghuni sel bertambah.