Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

FPI, Senjakala atau Mau Berubah dan Berbenah?

22 Januari 2017   18:02 Diperbarui: 22 Januari 2017   18:17 2912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

FPI, Senjaka, atau Mau Berubah dan Bebenah


Dalam negara Pancasila ini, pemerintah sah harus kita dukung, dan jangan coba-coba bertindak anarkis, tegas Ruhut. Perkataan Ruhut itulah yang akhirnya memicu emosi perwakilan FPI dan FUI dalam rapat. Alkhattath Sekjen FUI langsung merespon dan mempertanyakan maksud dari pernyataan Ruhut tersebut.
 Karena kondisi rapat yang mulai memanas, rapatpun akhirnya ditutup. Bukannya tenang, salah satu anggota FUI yang juga merupakan Ketua Majelis Intelektual Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Alfian Tanjung langsung menghampiri Ruhut setelah rapat ditutup.
 "Apa maksud Anda bicara seperti itu? teriak Alfian. Ruhut pun menjawab pertanyaan itu dengan percaya dirinya. Ini (Gedung DPR) rumah saya, saya berhak mengatakan apa saja. Itu hak konstitusi saya, jawab Ruhut dengan nada yang tidak mau kalah.
 Untuk menghindari adanya amuk masa, Ruhut pun diamankan ke ruang sekretariat Komisi III DPR oleh petugas Pamdal DPR. Ruhut dimasukan ke ruangan tersebut agar tidak ada aktivis FPI dan FUI yang mengetahuinya.

Sebentuk ulasan dalam salah satu berita mengenai sepak terjang FPI, bahkan dengan anggota dewan, di gedung dewan pun bisa berlaku demikian. Belum lagi soal perilakunya yang lain, dari warung pinggir jalan hingga pejabat tinggi negarapun pernah dilaporkannya ke kepolisian. Film yang tidak sesuai dengan nalar mereka dilarang diputar, kegiatan yang tidak sepaham dengan mereka dibubarkan dan tidak jarang dilakukan dengan kekerasan.

Apapun bentuk “kejahatan” akan mereka singkirkan, namun sama sekali mereka belum pernah berteriak lantang soal korupsi dan terorisme sebagaimana mereka menolak Miyabi atau majalah Playboy.

Mengapa saya memilih bebenah dan berubah?

Keberadaan mereka obyektif sering baik, namun cara dan sikap mereka yang kadang lebih dari  polisi dan pejabat sah negara yang perlu diubah dan dibenahi. Soal miras mereka getol ini baik, namun mengapa diam sejuta kata kala bicara narkoba? Ada apa ini?

Kegiatan mereka soal puasa Ramadhan baik, namun berlebihan. Baik dalam arti jika mereka mau menasihatkan pemilik warung dan pembeli, bisa saja, asal tanpa kekerasan apalagi kalau mengambil dagangan sendiri. Ini tentu yang perlu diubah.

Sikap dan pilihan untuk minta polisi memediasi, meminta penyelesaian kekeluargaan atas berbagai kasus yang membelit ternyata berbanding terbalik dengan kebiasaannya melaporkan artis, orang, pejabat ke kepolisian. Mengapa perilaku standart ganda ini terjadi? Ini yang perlu dibenahi, berani melapor, tidak perlu khawatir kalau dilaporkan bukan? Inilah yang perlu dibenahi dan diubah dari pilihan dan perilaku elit kelompok ini. Pas melaporkan garang, ganti dilaporkan jadi diam dan minta mediasi, apakah seperti ini perilaku yang patut menjadi pemimpin?

Senjakala.

Perilaku mereka yang sering ugal-ugalan, hidup seperti di atas hukum, bisa menguasai jalanan bahkan, membubarkan kegiatan agama yang tidak sejalan dengan paham mereka dengan dalih polisi tidak mampu, dan banyak lagi, ternyata kini sudah berbalik.

Dulu, polisi bahkan menyerah kalah seperti artikel ini. Polisi bisa mengatakan masyarakat untuk mengalah karena kondisinya tentu tidak memungkinkan untuk membela rakyat berhadapan dengan perilaku oknum ini. seolah ada angin segar yang membiarkan, ingat pembiaran dari polisi untuk kelompok itu sewenang-wenang. Mengapa polisi di lapangan bicara demikian? jelas atasan, kebijakan dari atas yang membuat petugas lapangan tidak berdaya.

Bagaimana jawaban pejabat polisi kala keadaan berbeda kini?

Permintaan mediasi dan penyelesaiaan kekeluargaan dijawab dengan berkaitan dengan fakta hukum, jika tidak ada bukti selesai, namun jika terbukti, lanjut. Artinya, bahwa mereka tidak lagi kebal akan jamahan tangan penegak hukum. Mengapa menjadi lembek dan seolah mewek (bahasa K kalau ada akun yang demikian ). Bisa saja merasa bahwa dari beragam kasus yang membelit tetap susah untuk berkelit dan dibela oleh “sang operator” yang selama ini melindungi perilaku ugal-ugalannya.

Selalu saja pengerahan massa untuk memaksakan kehendak dan kebenaran. Polisi sekarang jauh lebih tegas, cerdas, dan berani bersikap. Berbeda dengan yang lampau di mana mereka bisa seenakay melakukan kekerasan dan pemaksaan kehendak bahkan dalam “kawalan” polisi. Tentu hal ini berbeda jauh dengan hari-hari ini. Sikap pejabat teras ini tentu akan disikapi dengan sejalan dengan polisi di semua level.

Toleran, Pembiaran, dan Kebingungan pada Akhirnya

Beberapa tempat bahkan kelompok ini sudah tidak bisa bergerak bebas. Di Kalimantan, mereka tidak bisa berbuat, beberapa tempat di Jawa juga memberikan batasan yang sangat tegas sehingga mereka tidak bisa semena-mena lagi. Mengapa demikian? Tidak ada pembiaran dan kesempatan untuk mereka bersikap semaunya sendiri. Penegakan hukum atas kasus hukum bagi perliaku mereka yang salah  tentu menjadi senjata ampuh, apalagi jika benar mereka belum terdaftar sebagai ormas yang sah.

Perilaku yang mengedepankan kekerasan dan pemaksaan kehendak dengan pengerahan massa perlu dibina agar tidak semakin menjadi. Cukup sudah “kebebasan” dan “kebiasaan” mereka ini cukup sampai di sini, kalau tidak mau tunduk aturan hukum, meninggalkan kekerasan dan pemaksaan kehendak, hukum dan perangkatnya bisa berbicara. Pembiaran dan bahkan selah “pengawalan” membuat  mereka menjadi dan ngelunjak.

Belum lagi, sepak terjangnya akhir-akhir ini semakin lebih menjurus ke arah politis dari pada keagamaan. Belum pernah mendengar mereka mengadakan acara besar berkaitan dengan kegiatan sosial keagamaan berskala besar daripada kehebohan soal politik akhir-akhir ini.

Polisi maju terus menjadi punggawa keamanan dan ketertiban bukan pengawal kelompok yang mau memaksakan kehendak.

Jayalah Indonesia!

Salam

Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun