Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tugas Baru yang Dimaui DPR, Apakah Mafia Narkoba Masuk Kura-Kura Hijau?

1 April 2016   08:53 Diperbarui: 1 April 2016   09:45 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tugas Baru yang Dimaui DPR, Apakah Mafia Narkoba Masuk Kura-Kura Hijau?

Di masa lalu, ketua MK yang dahulu di tangan Pak Machfud MD, menyatakan ada mafia narkoba di istana, tidak heran ada masukan yang tidak pas ke presiden sehingga terpidana narkoba dari Australia bisa mendapatkan grasi yang sangat signifikan. Kali ini hembusan tidak enak keluar dari Kura-Kura Hijau. Ide-ide cerdas satu demi satu gugur karena memang sangat memalukan. Perpustaan fantastis yang kelihatannya juga tidak cerah menambah daftar panjang kegagalan mereka dalam keanehan yang mereka telorkan.

Tugas DPR

Legislatif. Tidak perlu berpanjang lebar kalau hal ini, jelas saja tugas pokok mereka, soal hasil yang tidak sampai 10% pada tahun lalu bukan hal yang buruk, jika memang berkualitas. Tiga dari tigapuluh lebih dari target mereka, wajar kalau tidak tuntas karena sibuk mereka mengurusi tugas rekan kerja mereka. Sama sekali mereka tidak punya inisiatif baik untuk bangsa ini. Kemarin presiden mengatakan negara yang terlalu banyak aturan itu negara yang masih belum begitu beradab (apakah sama dengan biadab?). Sepakat ide presiden tersebut. UU yang kebut-kebutan model DPR juga biasanya mentah oleh MK, ketika ada yang menggugat. Jelas di ranah tugas utama ini sangat-sangat buruk.

Anggaran. Mereka bersama eksekutif membicarakan dan mengesahkan APBN untuk kehidupan berbagsa dan bernegara. Tentu bahwa ada kerja sama, bukan menang-menangan dan saling menyandera. Pelaksana anggaran tentu saja eksekutif, berkaitan dengan tugas ketiga, penggawasan. Ide cerdas mereka pun terlontar ketika mereka menghendaki mengelola anggaran dengan istilah dana aspirasi. Lha siapa yang ngawasi mereka, sedang rekam jejak mereka soal uang sangat buruk.

Pengawasan.  Model panggil memanggil, bukan soal memanggilnya, namun kesiapan mereka bekerja sangat rendah. Belum pernah mereka bisa mencegah adanya kejadian buruk, di dalam mereka sendiri pun masih jauh dari harapan. Janganlah diharapkan lebih baik, kalau absensi saja masih amburadul dan penuh dengan kepentingan pribadi dan parpol saja.

Bangsa ini telah memilih bentuk republik dengan sistem presidensial, yang dibangun dengan sistem trias politika. Namun mereka ternyata tidak tahu pemisahan ketat di antara penyelenggaraan negara ini.

Legislatif, jelas bahwa memang wewenang dewan untuk mengesahkan, bukan hanya mengesahkan sebagaimana selama ini, ada pula ide dari mereka, jelas bagi bangsa lho bukan untuk diri sendiri dan kelompok. Sangat memprihatinkan kalau tidak mau malah menghambat kinerja dua lembaga lain.

Eksekutif,  jelas pelaku dan pelaksana pembangunan dan jalannya pemerintahan ada di tangan pemerintah dan jajarannya.  Dewan atau legislatif hanya menjadi pengontrol, ingat pengontrol bukan penghambat apalagi penyandera. Aneh bin ajaib ketika keluar permintaan dana aspirasi yang akan mereka kelola. Lha pemerintah mau ngapain coba?

Yudikatif, jelas mereka ada di tangan kejaksaan dan kehakiman yang mengelola ranah hukum untuk tata kelola bangsa ini agar berjalan sesuai koridor hukum. Punggawa hukum bangsa ini eh malah akan diikutcampuri oleh dewan alias legislatif. Ide untuk mengubah hukuman mati bagi gembong narkoba bisa diganti dengan hukuman dua puluh tahun jika berperilaku baik. Lha mereka ini siapa?

Dewan sebagai lembaga pengawas boleh memiliki ide-ide dengan baik dan banyak pun tidak masalah, namun apakah tidak ada yang lebih cerdas lagi? Sangat memalukan ketika idenya tidak jauh melemahkan KPK, meneror menteri yang kinerjanya baik, dan malah meminta-minta yang bukan kewenangannya, sedang kewenangan mereka sendiri amburadul.

Hukuman mati masih berlaku di Indonesia, untuk pelaku terorisme, korupsi (belum ada satupun),  dan pelaku narkoba khusus gembong. UU untuk itu sama sekali masih berlaku dan tidak ada HAM yang dilanggar, jangan karena HAM, kemudian tiba-tiba dewan mau jadi malaikat kesiangan. Apa yang perlu diperhatikan?

Pertama, dewan selama ini hasilnya amburadul dan abal-abal, apapun itu. Semua bidang mereka tidak memberikan hasil yang positif, sangat buruk. Bagaimana mereka bisa mengubah hukuman yang menjadi hak yudikatif dan kasus tertentu ada di tangan presiden?

Kedua, selama ini hukum belum berjalan sebagaimana mestinya. Apakah tidak tambah parah ditambahi pelaku yang jauh lebih buruk. Bukan menambah baik malah menambah buruk iya. Bukan soal pesimis namun realistis.

Ketiga, dihukum mati sedang menunggu antrian saja masih membangun pabrik di dalam sel kog, malah mau dicabut dan diganti 20 tahun apa tidak akan lebih parah. Ide maaf bodoh, bukan bijak dan membela HAM kalau ini.

Keempat, narkoba ini soal bangsa bukan hanya pemerintah dan BNN saja. Mengapa ada ide ini, apakah karena ketahuan mereka telah ada yang positif narkoba? Wah bisa-bisa nanti bangsa ini jadi bangsa zombie karena semua menikmati narkoba karena legal. Apakah ini tidak menjadi pintu gerbang untuk masuk ke dunia bebas sebebas-bebasnya narkoba di Indonesia.   BNN dan pemerintah kerja keras eh koleganya malah membuka celah untuk keuntungan pelaku dan menyudutkan program pemberantasan narkoba.

Kelima, dewan belajar dulu dan cepat-cepat bertobat. Kalian jangan sampai lebih lama lagi menyesatkan anak bangsa yang sedang berjuang hidup lebih baik, teratur, dan taat hukm dan aturan.

Ide cerdas itu penting namun bukan hanya untuk kepentingan sektarian. Di dunia tidak mungkin bisa puas semua pihak, paling tidak bisa memuaskan lebih banyak pihak, dan yang tidak puas itu justru pelaku kejahatan. Bukan malah memuaskan penjahat dan menyudutkan seluruh masyarakat yang baik tentunya.

Salam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun