Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Hambalang, Suramadu, Waduk Jatigede, dan Amour Proper versus Amor de Soi JJ Rousseau

20 Maret 2016   17:55 Diperbarui: 20 Maret 2016   18:25 2381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Antara Hambalang, Suramadu, Waduk Jatigede, dan Amour Proper versus Amor de Soi JJ Rousseau

Beberapa hari kita sebagai rakyat sedang disuguhi tontonan drama dari petinggi negeri. Pak Jokowi yang biasanya ra papa tumben menjawab sindiran soal gelitikan Pak Beye dengan datang ke Hambalang. Usai peristiwa ini, banyak dagelan bermunculan. Soal mangkrak dan tidak, perbandingan antara Hambalang yang konon berhenti gegera KPK, atau malah ada ide Suramadu segala.

Mangkrak itu sesuatu yang pernah direncanakan, dibangun atau dikelola, kemudian terhenti dengan berbagai alasan. Artinya pernah ada penanganan dan terhenti. Hambalang jelas saja pernah dilakukan dan berhenti, berarti mangkrak. Suramadu memang dalam pemerintahan beliaulah ada pembangunan, dan selesai, soal ide dari masa lalu tentu berbeda, namun bukan menyelesaikan yang sudah dimulai pihak lain dan dihentikan kemudian dilanjut, pemerintahan sebelumnya mengawali dan selesai pada masa yang berbeda. 

Berbeda lagi dengan Waduk Jatigede, yang sejak Belanda telah digagas, tahun ’82 sudah mulai direlokasi beberapa desa, dan tahun ’90-an sudah ada pembangunan fisik namun terhenti (kayaknya Pak Beye juga alami dan diam). Hambalang, onggokan sampah, besi, semen, pasir, dan ilalang yang sekian lama mengotori pemandangan. Mengapa KPK melarang? Karena persoalan yang ada di balik pembangunan itu. Ada jeda, terhenti, dan tidak ada penanganan sama sekali, itu yang dikatakan mangkrak, Suramadu, tidak ada terhenti.

Amour Proper dan Amour de Soi

JJ Rousseau menyatakan kepribadian manusia di dalam memahami cinta diri di dalam dua kelompok, amour proper, di mana orang mencintai diri, menghargai diri, dan merasa diri ketika sama dengan apa yang dikatakan lingkungannya. Dia akan berusaha sebisa mungkin menyenangkan semakin banyak orang (itu mustahil, karena namanya orang tidak mungkin bisa dipuaskan semuanya), menyesuaikan dengan lingkungannya. Apa yang disukai, apa yang dinyatakan sebagai kebaikan oleh lingkungan itu yang akan didukung. 

Menyesuaikan diri dengan keras dengan kata orang dan kata lingkungan. Jiwa perfeksionis, selalu berbuat yang terbaik, tertata rapi, teratur, dan selalu dalam kendali menjadi kekuatannya. Bangunan cintanya akan runtuh ketika  ada kritikkan pada apa  yang dibangun itu. Dalam sebuah kisah spiritual, bangunan dinding yang terdiri atas ribuan batu bata, gegara ada dua yang tidak pas penempatannya dianggap sebagai kegagalan seluruh bangunan. Ternyata, ada pengamat lain yang melihatnya sebagai keindahan dan bagian dari sebuah ornamen yang indah. Pembangun ini melihatnya dengan kacamatanya yang perfeksionis, kesempurnaan, dan semua harus bagus sebagaimana konsepnya.

Amour de Soi, penghargaan dirinya atas kebebasan yang ia miliki, sepanjang tidak merugikan pihak lain, ia tidak membandingkan dengan apa yang orang lain katakan. Apa yang ia rasakan, apa yang ia lakukan, dan apa yang ia jalani itu dalam pandangan diri yang nyaman. Bisa melakukan apapun yang ada bukan karena akan mendapatkan penolakan atau kata orang. Dalam kisah bangunan dua batu bata yang tidak rata tersebut, ia mengatakan dari ribuan ada dua bata yang tidak rapi masih pantas, tidak mengurangi keindahan dan usaha keras yang telah dilakukan.

Mau memilih yang mana, amour de proper atau amour de soi itu pillihan, namun tidak bisa dipisahkan dari didikan dan pengalaman yang mendahului. Biasanya masa kecil yang memegang peran penting di dalam kehidupan semasa dewasa. Pengalaman masa kecil akan menjadikan seperti apa pribadi itu di kelak kemudian hari. Apakah itu bisa berubah? Bisa. Sepanjang ada kesadaran dan menggali apa yang ada di dalam diri terdalam.

Salam

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun