Mohon tunggu...
Ir. Pauline Boedianto MSc.
Ir. Pauline Boedianto MSc. Mohon Tunggu... Konsultan - Arsitek, Restorasi Kampung Kumuh, ahli pemukiman rumah susun

ir. Pauline Boedianto MSc, Phd (candidate) adalah arek Suroboyo, yang sejak masa kecilnya berangan-angan menjadi Arsitek pembela hak rakyat miskin seperti Romo Mangun dengan Kali Code nya. Dihadang uang pangkal selangit saat mau kuliah arsitek di Surabaya, namun juga didorong kesadaran bahwa pendidikan arsitektur di Indonesia terlalu berkiblat pada glitter and glamour, tekad itu membawanya mengejar beasiswa dari Yayasan yang didirikan oleh anak cucu dari sahabat pena R.A. Kartini di Belanda. Selesai SMA tahun 1988, langsung naik pesawat terbang untuk pertama kalinya, menuju ke negeri Belanda. Lulus dari Delft University of Technology dengan gelar Master spesialisasi pemulihan kampung kumuh dan pedalaman. Kelanjutkan penulisan thesis PhDnya dibidang pemukiman masal, sempat tertunda oleh keasyikan momong putra putri tercinta, sambil berkiprah dalam yayasan Shepherd of Nations untuk proyek2 sosial pemulihan pedalaman dan Kampung Kumuh. Sejak 2012 berkiprah dalam Taskforce Liveable Cities (Satuan Tugas Pemukiman Layak Huni), khususnya terfokus pada Rehabilitasi Kampung Kumuh dan Restorasi Pedalaman Nusantara dalam wadah Diaspora Nederland. Mei 2013 nekad terjun menjadi Negosiator ProDeo & Community Educator dalam memperjuangkan proyek I.K.A.N.M.A.S. (Integrasi Kampung Anugrah Nelayan Muara Angke Sejahtera) demi restorasi kampung kumuh secara Sustainable dan Terintegrasi. Meski sudah 26 tahun bermukim di Belanda, mengemban amanah orangtua saat melepas kepergiannya menuntut ilmu demi nusa bangsa, ditambah kerinduan mengabdi Nusantara, maka bersama keluarga memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman negeri Kincir Angin dan "bedol desa", pulang kampung. Sudah kadung jatuh hati membela hak2 para Nelayan di Muara Angke, perjuangannya bagi rakyat di kampung2 kumuh dan pedalamanpun akan dilanjutkannya melalui jabatannya sebagai Direktur REASSURE (Restoring Afflicted Shelters & Settlements in Urban+Rural Environments) dibawah naungan Surya University, Tangerang sampai mei 2015. Saat ini masih melanjutkan menjadi relawan dibawah penugasan resmi dari Pak Gubernur Ahok untuk mengkoordinasi Community Education dan melakukan pembinaan warga dikalangan Nelayan2 Muara Angke, demi realisasi secepatnya Kawasan Pemukiman I.K.A.N.M.A.S. yaitu Integrasi Kampung Anugrah Nelayan Muara Angke Sejahtera.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan featured

Pemulihan Ibu Kota, Pemulihan Jantung Hati Indonesia

9 April 2014   05:33 Diperbarui: 4 Januari 2020   03:42 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Arsip Nasional via Republika.co.id

Sejak 2012 berkiprah dalam Taskforce Liveable Cities (Satuan Tugas Pemukiman Layak Huni), khususnya terfokus pada Rehabilitasi Kampung Kumuh dan Restorasi Pedalaman Nusantara dalam wadah Diaspora Nederland. Mei 2013 nekad terjun menjadi Negosiator ProDeo & Community Educator dalam memperjuangkan proyek I.K.A.N.M.A.S. (Integrasi Kampung Anugrah Nelayan Muara Angke Sejahtera) demi restorasi kampung kumuh secara Sustainable dan Terintegrasi.

Meski sudah 26 tahun bermukim di Belanda, mengemban amanah orangtua saat melepas kepergiannya menuntut ilmu demi nusa bangsa, ditambah kerinduan mengabdi Nusantara, maka bersama keluarga memutuskan untuk meninggalkan zona nyaman negeri Kincir Angin dan "bedol desa", pulang kampung.

Sudah kadung jatuh hati membela hak2 para Nelayan di Muara Angke, perjuangannya bagi rakyat di kampung2 kumuh dan pedalamanpun akan dilanjutkannya melalui jabatannya sebagai Direktur REASSURE (Restoring Afflicted Shelters & Settlements in Urban+Rural Environments) dibawah naungan Surya University, Tangerang.

PB: Profesor Waterman, anda bekerja sebagai penasehat senior di pemerintahan 51 negara diseluruh dunia, apa kesamaan dari proyek2 dan lokasi yang anda tangani?

 RW: Pada umumnya daerah yang saya tangani adalah lokasi perkotaan yang bermasalah karena sangat padat penduduknya, tidak ada infrastruktur maupun ruang yang memadai untuk bekerja, bermukim maupun rekreasi.

Daerah2 ini pada umumnya menyangkut pemukiman disekitar muara sungai, dimana permasalahan timbul saat dataran bertemu dengan perairan. Disitulah rentan terkena banjir pasang surut, badai, maupun bencana kebanjiran yang berasal dari lebatnya curah hujan.

Juga banyak perusakan hutan2 mengakibatkan aliran air dari daerah dataran tinggi begitu cepat mengalir, sambil mengikis tanah dan membuat sungai serta kanal cepat tersumbat endapan lumpur.

Singkatnya, saya berkiprah di daerah2 dimana air bisa menjadi sahabat terbaik manusia, tapi juga musuh bebuyutan. Tapi ditengah tantangan itu, justru ada peluang untuk menyatukan alam, lingkungan hidup dan landscape tata kota. Khususnya keterbatasan ruang memerlukan pendekatan multifunction dimana pemukiman dimanfaatkan secara 3 dimensi, keatas menggapai cakrawala dan kalau perlu juga kebawah tanah, pembuatan kota satelit, atau reklamasi pulau di laut. Semuanya bisa diintegrasikan secara harmonis menurut asas Building with Nature. 

PB: Apakah anda juga terlibat dalam design Giant Sea Wall maupun reklamasi pulau untuk teluk Jakarta?

RW: Tentu saya terlibat dalam perencanaan kedua proyek tersebut. Seperti diketahui, 80% kota terbesar di seluruh dunia berlokasikan di area pantai atau muara sungai. Apakah itu Buenos Aires in Argentina, New York di USA, Lagos di Nigeria, atau Mumbai di India, Singapore, Manila, Tokyo, Kawasaki, Yokohama, Osaka, Kobe, Shanghai, Hongkong, dan contoh utama yang sering mencuat di pemberitaan adalah Jakarta.

Keunikan Jakarta dalam segala permasalahannya adalah bahwa bagaimanapun, Jakarta adalah seperti sebuah Berlian yang menyatukan rangkaian 17.000 pulau2.

PB: Bagaikan Jantung hati yang menyatukan Zamrud Kathulistiwa (Equator's Emerald), begitukah?

Tepat sekali, jantung hati Zamrud, dan itu harus kita pikirkan masa depannya

PB: Kalau anda mengilustrasikan Jakarta seperti Jantung Indonesia, apakah ada resiko jantung ini juga bisa terancam serangan jantung? 

RW: Ya, tentu saja, tanpa sedikitpun keraguan, Jakarta sudah jelas berada dalam posisi yang sangat terancam bahaya. Dan kita harus segera menemukan jawaban untuk permasalahan ini yang satu persatu sedang menunggu antrian untuk muncul dimasa depan Jakarta.

Dan solusi itu harus mempertimbangkan segala aspek, relasi Jakarta dengan daerah satelit maupun pedesaan disekitarnya, dan juga dengan pantai utara, teluk Jakarta.

Belum lagi permasalahan banjir, baik dari laut maupun dari gunung (akibat penggundulan hutan) dan penurunan tanah di Jakarta yang sangat parah, yang terutama disebabkan oleh penyedotan air tanah yang berlebihan untuk supply air minum/air bersih. Itulah inti permasalahan Jakarta.

PB: Sejarah mencatat bahwa system perairan di Jakarta adalah peninggalan system Belanda, system yang sebenarnya sudah terpuji dan teruji. Lalu kesalahan apa yang terjadi sebenarnya saat tongkat estafet ini diambil alih pemerintahan Indonesia sehingga begini runyam keadaannya?

RW: Jakarta sudah terlanjur menjadi sebuah lembah yang makin lama makin anjlog, karena penurunan tanah tadi. Ini yang memperparah keadaan. Ini yang harus dilindungi melalui dibangunnya bendungan laut, dibarengi dengan system pompa yang memadai.

Selain itu sungai dan waduk tidak boleh dibiarkan begitu saja menjadi dangkal dari tahun ketahun, melainkan harus senantiasa dikeruk sampai mencapai kedalaman yang memadai untuk menampung seluruh kapasitas total saat banjir sekalipun.

Juga harus diamati dan dikawal, bahwa tidak ada lagi kebiasaan membuang sampah begitu saja main lempar ke sungai. Inilah yang disebut kebijakan dan management lingkungan hidup. 

 PB: Jadi solusi yang diperlukan harus memiliki multifunction dan multifacet?

RW: Setuju, dan tepatnya ada 21 aspek yang harus ada dalam multifunction kebijakan yang diterapkan dalam Masterplan yang ada. Disitu harus ada kombinasi antara pengelolaan sumber daya alam, management lingkungan, kebijakan pemerintah dalam menentukan infrastructure.

21 aspek masterplan tersebut adalah ciri khas pendekatan yang saya lakukan, dan ini saya rangkum dalam bentuk pictogram untuk memudahkan orang mengerti bahwa ini satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.

Energi, infrastruktur, sumber daya alam, management, lahan untuk pemukiman, perkantoran, industri, pariwisata maupun rekreasi adalah aspek2 yang tidak bisa terlepas dari aspek sosial sebuah kota. Seringkali akibat dari kekurangan pemukiman, orang2 miskin membangun di bantaran sungai, dan hal ini dibiarkan saja oleh pemerintah yang ada, tanpa ditindak lanjuti.

Padahal tugas nyata pemerintah lah untuk mengurusi rakyat miskin seperti ini. Pendekatan yang terintegrasi ini membutuhkan keperdulian pemerintah dalam bentuk pengadaan pemukiman bagi rakyat miskin, tapi harus juga disertai ketegasan, dalam hal menggeser pemukiman2 bantaran sungai dan waduk, itu tidak boleh dibiarkan begitu saja karena membahayakan kesejahteraan kota secara keseluruhan.

Pendekatan tersebut hanya layak diterapkan berdampingan dengan pengadaan pemukiman rakyat miskin serta penyediaan lahan pekerjaan bagi mereka sehingga rakyatpun hidup sejahtera.

PB: Rupanya telah terjadi suatu mis-management selama puluhan tahun di Indonesia yang membiarkan perkembangan seperti itu merambah tanpa dijamah

RW: Benar, dan solusinya adalah sebuah Masterplan yang flexible, yang penerapannya dapat dilakukan dengan tegas step by step, dengan hasil yang jelas pula.

Mengapa ini sangat penting, karena keadaan yang sudah dibiarkan terpuruk sekian puluh tahun tidak bisa begitu saja dibenahi dalam sekejap mata, baik secara tenaga, waktu maupun biayanya.

Bahkan, menurut saya, membenahi Jakarta harus ditangani seperti perencanaan "perang". Harus ada dana, tenaga dan ruang yang khusus dialokasikan untuk demi tujuan memenangkan peperangan melawan kekumuhan ibukota.

Yang menarik adalah, apabila kita lulus menangani Jakarta dengan solusi yang tepat, melaksanakannya benar2 secara akurat, yaitu ada koordinasi dan kolaborasi penuh antara DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat, otomatis kita akan menemukan solusi untuk kota2 lain seperti Surabaya, Semarang, Makassar, Balikpapan, Pontianak dll diseluruh rangkaian kepulauan di Indonesia.

Karena meskipun Jakarta adalah puncak permasalahan di Indonesia, tapi kota2 lainpun menghadapi ancaman dan tantangan permasalahan yang persis sama seperti Jakarta. Kalau bisa menemukan solusi & eksekusi yang mujarab buat Jakarta berarti itu pula obatnya untuk seluruh kota2 besar di Indonesia. 

PB: Jadi kita bisa memakai kasus Jakarta sebagai contoh worst-case scenario untuk seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia?

RW: Tepat sekali, sebagai worst case, sekaligus sebagai pilot project, perintis yang punya peluang untuk sukses menjadi Jakarta yang hebat, dengan sudah terbukti sanggup menang dari permasalahannya dengan gemilang. Ini satu contoh cemerlang bagi seluruh Indonesia. Jakarta sungguh2 harus menang dari permasalahan ini.

Bersama2 seluruh rakyat Jakarta, pemerintah DKI Jaya, dan harus didukung oleh kementrian2 dari Pemerintahan Pusat yang juga terkait erat dengan permasalahan Jakarta.

Bergandengan tangan pasti ada jalan keluar. Sejak 1983 saya terlibat sebagai penasehat untuk proyek pantura, terutama fokus utama di jakarta utara, di Tanjung Priok.

Saat itu saya sudah mengusung ide2 tersebut untuk mulai berbenah secara infrastruktur, bahkan mulai reklamasi pulau di teluk Jakarta. Tapi ide2 itu tidak boleh berdiri sendiri, tanpa ada pembenahan 13 sungai dan kanal banjir & waduk2 di seluruh Jakarta.

PB: Apakah anda sudah sejak 1983 itu pula mendeteksi inti permasalahan yang saat ini sudah jadi begitu besar dan sudah menjadi ancaman didepan mata, ditahun 2014 ini?

RW: Ya tentu saja, karena untuk menangani ancaman itulah saya pada mulanya diundang datang ke Indonesia. 

PB: Kalau anda sudah menyuarakan solusi tersebut sejak tahun 1983, bagaimana saat itu respons pemerintah pusat maupun DKI menanggapi saran anda?

RW: Saran dan nasehat saya saat itu sangat jelas dan vokal, dan mendapat respons yang sangat minim. Hanya ada beberapa orang yang antusias menanggapi positif pengarahan saya, cuma beberapa orang saja, salah satunya Pak Emil Salim dan beberapa orang lagi yang mendukung ide saya. Tapi tentunya dukungan beberapa gelintir orang itu sama sekali belum cukup untuk menangani Jakarta.

Karena ide bagus untuk solusi tepat guna itu hanya satu sisi saja. Saya bisa melontarkan solusi tersebut. Tapi dipihak lain, harus ada suatu badan yang dengan kuat mengeksekusi ide saya tersebut sampai semua level.

Dan disitulah letak kelemahan yang selama ini berulang terus. Di Belanda pun saya menghadapi kesulitan yang sama, saya sudah sejak tahun 80-an mendesign proyek2 perairan.

Tapi pada taraf pelaksanaannya di Belanda, saya masih bisa menjaga supaya diterapkan dengan tepat dan akurat. Butuh waktu sangat lama untuk bisa meyakinkan semua pihak yang terkait. Kita harus berhadapan dengan semua level pemerintahan yang ada, baik di peringkat lokal maupun nasional.

Kita harus berhadapan dengan penduduk yang ada, serta dinas2 terkait, kotamadya, serta jawatan2 umum yang menangani publik maupun private sector untuk menjamin bahwa semua pihak mau turut berpartisipasi mensukseskan proyek ini.

PB: Ini layaknya operasi besar2an untuk mengeluarkan kanker dari dalam kota Jakarta. Karena saya lihat ini sudah bukan sekedar luka biasa, tapi sudah mengalami infeksi berkepanjangan, bahkan sudah menjadi kanker di peta Ibukota.

RW: Tepat sekali perumpamaan itu. Ini operasi besar2an yang harus didukung dari segala aspek, dari kehidupan bermasyarakat, kehidupan umat beragama, kehidupan berfilosofi kenegaraan dan kependudukan, aspek kultur, dan penanganan proyek yang benar akan bisa menciptakan situasi win-win-win dan semua pihak bisa disejahterakan.

Sebenarnya Indonesia sudah punya MasterPlan untuk memenangkan tantangan ini, yaitu dalam bentuk Pancasila. Kita bisa memakai dan menerapkan ini di tahap proyek rehabilitasi sebuah kota pula karena didalam asas Pancasila, sudah terangkum segala jaminan bahwa disamping perkembangan ekonomi, selaras pula kesejahteraan rakyat dan tertatanya lingkungan hidup. 

PB: Luar biasa, bahwa anda sebagai expert malah bisa melihat Pancasila lebih dari sekedar ideologi Indonesia, tapi bahkan sebagai intisari dari solusi proyek restorasi tata kota pula? 

RW: Pancasila adalah dasar yang sangat hebat untuk membangun sebuah negara serta menangani segala tantangan yang dihadapi!

PB: Saya rasa bahkan tidak banyak orang Indonesia yang menyadari betapa ampuhnya pengaruh Pancasila kalau diterapkan sampai pada taraf perkembangan fisik sebuah kota, bahkan didalamnya terkandung solusi untuk menangani banjir dan macet ibukota.

RW: Maka dari itu kan sayang sekali kalau tidak ada kesadaran tersebut, karena mereka sudah memiliki ideologi yang begitu indah dan harmonis, yaitu Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Ini modal terbesar untuk menemukan solusi harmonis satu dengan yang lain, menguntungkan semua pihak.

PB: Anda mengikuti perkembangan Indonesia sudah puluhan tahun, dan sejak september 2012 Jakarta punya Gubernur dan wagub baru, Jokowi dan Ahok. Kesan apa yang ada dalam benak anda tentang kiprah mereka berdua? Apakah ini angin baru untuk Jakarta, apakah gebrakan mereka cukup kuat untuk bisa benahi Jakarta? 

RW: Kesan saya, adalah sangat positif, saya bahkan berani mengatakan bahwa saya sepenuhnya berani merekomendasi Jokowi dan Ahok karena saya menangkap di batin saya bahwa mereka berdua inilah orang2 yang tulus penuh integritas dan mereka bertekad mengatasi problem apapun secara tepat, akurat, dan seksama.

PB: Apakah menurut anda gebrakan Jokowi dan Ahok sudah mengena akar permasalahan Jakarta?

RW: Dalam pandangan saya memang seperti itu. Tapi mereka masih membutuhkan kolaborasi sepenuhnya dari semua pihak, yang bukan hanya akan menguntungkan Jakarta, tapi juga seluruh Indonesia. 

PB: Anda pasti mengikuti pula bahwa Jokowi saat ini menerima pencalonan dirinya sebagai presiden. Tapi seandainya Jokowi tetap menghabiskan masa menjabat sebagai Gubernur DKI sampai 2017, apakah gebrakan Jokowi sebagai Gubernur DKI tersebut sudah cukup untuk memberi impact demi pemulihan Jakarta?

RW: Bisa jadi bahwa itu sudah cukup, tapi dipihak lain, untuk pelaksanaan dari gebrakan beliau dari tahap awal sampai akhir, justru kemungkinan bahwa Jokowi menjabat Presiden adalah satu peluang besar demi restorasi Jakarta. Sebagai Presiden RI, Jokowi justru bisa berkoordinasi erat dengan DKI di mana Ahok menggantikan posisinya sebagai Gubernur DKI.

Karena saya lihat mereka berdua ini punya kemampuan untuk bekerja sama dengan erat dan kompak, bertekad untuk saling membangun. Itu bisa jadi solusi yang sangat baik

PB: Jadi tetap berkolaborasi dalam duet ini dimana Jokowi sebagai pencetus kebijakan nasional yang diterapkan pelaksanaannya sampai tahap akhir oleh Ahok di tingkat provinsial? Karena kalau melihat setahun kebelakang ini dalam penanganan banjir dan macet ibukota, halangan2 apa yang mereka hadapi dalam penerapan nya sampai pada akar permasalahannya? Misalnya, apakah 13 sungai Jakarta itu hanya wewenang provinsi ataukah sebenarnya dibawah otoritas pemerintah pusat? Apakah Jokowi Ahok cukup otoritasnya untuk mengendalikan semua?

RW: Tanpa keraguan sedikitpun saya menyatakan, bahwa dalam kasus penanganan banjir Jakarta, sebenarnya yang memegang peranan utama seharusnya Direktorat Jendral di bidang perairan, dari Kementrian di tampuk pimpinan pusat.

Jadi seharusnya ini koordinasi kerjasama antara DKI dan Bappenas, dan dirjen2 lainnya seperti Lingkungan Hidup dll. Juga peran dunia Akademis, dunia private sector, bahkan Institute Teknology Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, dan tentunya juga dengan peranan Surya University yang baru didirikan, semuanya seharusnya dikerahkan secara terkoordinasi untuk menangani banjir Jakarta.

Dan peran terpenting penanganan banjir Jakarta seharusnya ditangan Presiden RI. Tidak bisa DKI saja. Tidak ada jalan keluar lainnya, no way back!

Dan juga kita tidak bisa menunggu atau menunda sejenakpun. Harus dari sekarang ditetapkan gebrakan kebijakan seperti route yang akan berlanjut. Semua pihak harus bersatu memerangi ancaman ini. Tidak ada waktu lagi. Kita harus menyikapi tantangan ini dengan benar, demi masa depan Jakarta yang lebih baik.

PB: Kita sedang berpacu dengan waktu, menghadapi penurunan tanah yang begitu parah diseluruh Jakarta, dimana dibeberapa tempat yang terparah seperti yang sedang saya tangani di Muara Angke, mengalami penurunan sampai 17 cm per tahun!

RW: Ya itulah daerah2 Jakarta Utara yang paling menderita terkena ancaman ini, tapi sebenarnya seluruh Jakarta dalam keadaan terancam. Maka dari itu harus secepatnya menangani 13 sungai ini dengan pendekatan yang mengintegrasikan penggunaan sungai sebagai alat transport, sarana rekreasi tepi sungai maupun tepian pantai , dan infrastruktur yang terjalin dengan baik, seperti yang "jaman doeloe" pernah ada. Itulah konsep Aquapuncture yang saya cetuskan.

Pemanfaatan maksimal dari 13 sungai Jakarta untuk pengembangan perekonomian, lapangan pekerjaan, bahkan pelestarian lingkungan hidup. Jangan remehkan kapasitas sungai2 tersebut sebagai sarana transport.

Di jaman dulu pernah ada transport sungai, tapi seakan2 sudah dilupakan. Sekarang orang sibuk mencetuskan pendekatan baru, Green Jakarta, tapi jangan lupa Blue Jakarta, sarana perairan harus dioptimalkan.

Secara kesatuan menyeluruh, 13 sungai, kanal banjir, waduk, tapi juga reklamasi di teluk Jakarta yang ada harus harmonis terpadu dalam sebuah system yang sosial. Intinya, penyembuhan Jakarta hanya bisa ditangani secara Integral, Sustainable, Multifunctional.

PB: Seperti anda sadari dan alami secara langsung pula, tampuk pimpinan di Indonesia silih berganti, setiap penguasa yang datang mengintroduksikan program pribadi maupun parpolnya sendiri2, istilahnya siapapun dia dan apapun jabatannya, setiap manusia tentunya membawa "baggage & garbage" masing2 pribadi. Lalu tantangannya, apakah yang bisa membuat sebuah visi proyek pemulihan besar2an ini sanggup bertahan ditengah aliran arus datang dan pergi ini. Bagaimana kita bisa mengintegrasikan begitu banyak pemeran supaya tetap bisa fokus berjuang menangani satu tantangan yang sama?

RW: Maka dari itu kita perlu satu visi misi yang solid secara ilmiah, yang secara kukuh dijadikan pegangan bersama dalam menangani problem Jakarta, dan MasterPlan nya yang menaungi diatas harus kukuh pula agar tidak ikut terombang ambing gejolak silih bergantinya pemimpin. Dari tahun ke tahun harus ada kemajuan yang dicapai secara Sustainable, hasil2 nyata yang beranjak dari master Plan ini.

Ada suatu kombinasi dinamis antara kukuh dan flexible, tapi semuanya bertujuan untuk pelaksanaan Master Plan ini dari segmen ke segmen, dari suksesnya satu fase ke fase berikutnya.

Intinya, Visi pemulihan harus dipertahankan dengan kukuh yang dikomunikasikan dengan akurat ke masyarakat sampai ke segala lapisan, dan juga diperjuangkan bersama2 oleh semua lapisan pimpinan, dari pemprov ke pusat sekalipun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun