BLOKIR yang diberlakukan oleh  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atas sekitar 1 juta lebih situs porno sejak tahun 2019, ternyata tidak mempan menghadapi kecanggihan teknologi dunia maya '(cyber)'.Â
Padahal, tugas kementrian ini berat dan mulia: menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Toh apa mau dikata. Ibarat kalimat 'tak ada yang mustahil bagi teknologi 'cyber', maka situs-situs ini bisa saja diakses.Â
Dengan menggunakan  jaringan pribadi virtual (virtual private network/VPN), teknologi ini memberikan akses ke situs secara aman '(secure)' dan pribadi '(private)', dengan mengubah jalur koneksi melalui 'server', dan menyembunyikan pertukaran data yang terjadi.
Jika komputer (server) di negara yang berbeda, itu akan menjadi negara yang digunakan ketika internet mencoba mengenai si peselancar melalui koneksi tersebut.Â
Dengan demikian, situs tertentu yang sudah diblokir di dalam negeri, bisa diakses. Seab, jaringan VPN melakukan enkripsi pertukaran data, bahkan dibaca oleh koneksi publik, semisal di warung kopi atau warung internet.
Ketika terhubung dengan internet menggunakan koneksi VPN, maka jaringan tersebut menggunakan 'lorong khusus' alias tidak menggunakan jaringan utama.Â
Server VPN bertugas untuk meneruskan koneksi peselancar ke situs yang ingin diakses. Â Koneksi tersebut akan dikenali sebagai koneksi dari jaringan server VPN, bukan jaringan utama.Â
Beda halnya jika menggunakan jaringan 'non;-VPN, di mana koneksi yang dilakukan secara langsung '(direct)' terjadi, tanpa enkripsi.
Situs-situs 'saru' tersebut, seharusnya bisa diblokir oleh pihak Kemenkominfo. Sebutlah situs bernama Pornhub, atau sebuah situs serupa lain yang namanya didominasi huruf X.Â