Mohon tunggu...
Patricia Daniela
Patricia Daniela Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Seorang guru SD kelas 6

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Behaviorisme di Kelas

9 September 2021   10:00 Diperbarui: 9 September 2021   10:03 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : History and Key Concepts of Behavioral Psychology (verywellmind.com) 

            Behaviorisme merupakan teori belajar yang berpaku pada prinsip-prinsip stimulus-respon, dan semua perilaku yang muncul tidak didasari oleh pertimbangan keadaan mental atau faktor internel seperti keyakinan, motivasi, kepuasan dan sebagainya (Wollard, 2010, chap.1). 

Orang-orang dengan paham behavioris ini menganggap bahwa semua perilaku adalah kebiasaan yang dipelajari dan mencoba menjelaskan bagaimana kebiasaan ini terbentuk (Brown & Zhou, 2017, p.6). Dalam pengembangan teori ini, terdapat dua teori utama yang berkembang. Pola pemikiran pertama yang berkembang adalah "Classical Conditioning (Ivan Pavlov: 1849-1936)" dan "Operant Conditioning (B. F. Skinner: 1904-1990)".

Classical Conditioning berkembang karena penelitian yang dilakukan oleh Pavlov (1849-1936). Dalam eksperimen yang dilakukan oleh Pavlov, Pavlov melihat apakah rangsangan dari luar (eksternal) dapat memberikan pengaruh pada proses pemberian respons (Brown & Zhou, 2017, p.7). Eksperimen ini melihatkan seekor anjing yang diberikan rangsangan. 

Pertama, anjing tersebut diberikan "unconditional stimulus" yaitu makanan hasilnya, anjing tersebut berespon dengan mengeluarkan saliva. Kedua, diberikanlah "neutural stimulus" yaitu bel namun tidak ada respon yang didapatkan. Selanjutnya, saat makanan (unconditional stimulus) dan bel (neutural stimulus) diberikan bersama-sama, anjing tersebut memberikan respon dengan mengeluarkan saliva (unconditioned response). 

Kemudian, tahapan terakhir pada saat bel diberikan kepada anjing tersebut, terlihat sang anjing meresponi dengan mengeluarkan salivanya (conditioned response). Dari eksperimen ini dapat disimpulkan bahwa pada saat seseorang diberikan suatu stimulus (rangsangan) secara terus-menerus, maka secara otomatis tubuh kita akan bereksi terhadap stimulus tersebut.

 Kedua, adalah pendekatan secara  Operant Conditioning. Pendekatan ini dikemukakan oleh Skinner (1904-1990). Teori yang dikembangkan oleh Skinner menjelaskan terdapat 4 kondisi rangsangan yang diberikan. Kondisi yang pertama adalah dengan pemberian positive reinforcement. 

Dalam positive reinforcement, respon atau perilaku diperkuat oleh penghargaan yang mengarah pada pengulangan yang diinginkan  (McLeod, 2008). Maka dalam hal ini hadiahlah yang menjadi penguatan terhadap rangsangan yang diberikan. Kedua adalah negative reinforcement. 

Negative reinforcement merupakan penghentian keadaan yang tidak menyenangkan setelah respons diberikan. Ini merupakan penguatan negatif karena menghilangkan stimulus (pengalaman) yang tidak menyenangkan  (McLeod, 2008). Ketiga adalah punishment. Punishment (hukuman) diartikan sebagai kebalikan dari penguatan, hal ini dikarenakan hukuman dirancang untuk melemahkan dan menghilangkan respons dari pada meningkatkan respons  (McLeod, 2008).

Dalam pendidikan sendiri, pendekatan ini sering dilakukan dan diterapkan di dalam ruang-ruang kelas oleh para pendidik. Pendekatan behaviorisme ini menjadi salah satu cara atau langkah dalam managemen kelas, dan sering dijumpai pada pendidikan dini maupun sekolah dasar. Pendekatan ini membantu guru untuk membentuk kebiasaan siswa terhadap aturan dan prosedur yang ada di dalam kelas. Pendekatan positive reinforcement juga dilakukan dalam ruang kelas saya sehingga siswa-siswi dapat beradaptasi dengan aturan dan prosedur dalam kelas online pada saat ini. 

Saya menerapkan sistem pemberian reward di dalam kelas saya. Reward yang digunakan berupa poin (stamp reward) yang akan dikumpulkan hingga akhir semester sehingga siswa yang mendapatkan stamp reward terbanyak akan memperoleh sertifikat penghargaan. Stamp reward tersebut akan diberikan di akhir sesi sinkronus. Siswa akan mendapatkan reward tersebut apabila ada siswa dapat menunjukan atau memberikan respons yang diharapkan. Hal-hal tersebut antara lain; masuk kelas dengan tepat waktu, menyalakan kamera pada saat sesi sinkronus, aktif bertanya maupun menjawab saat proses pembelajaran berlangsung, dan berpartisipasi aktif pada saat berdiskusi di dalam kelompok kecil.

Pengalaman ini memberikan kesimpulan yang dapat direnungkan oleh saya secara pribadi. Saat melakukan pendekatan ini di dalam kelas aka nada dua dampak yang dialami. Kedua dampak ini seperti dua mata koin yang tidak dapat terpisahkan. Pendekatan ini memang baik diterapkan untuk membiasakan siswa akan aturan dan prosedur yang berlaku di dalam kelas, namun perlu berhati-hati dalam penerapannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun