Mohon tunggu...
Patrianef Patrianef
Patrianef Patrianef Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Bedah di RS Pemerintah

Patrianef, seorang dokter spesialis bagi pasienku. Guru bagi murid muridku. Suami bagi istriku dan sangat berbahagia mendapat panggilan papa dari anak anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Insentif ,Jam Kerja Residen dan Perlindungan Hukum

29 Mei 2016   01:12 Diperbarui: 29 Mei 2016   07:40 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mereka belajar sambil bekerja dan merenungkan permintaan anak anaknya yang minta diajak makan keluar. Dia bekerja sambil merenung tempat makan manakah yang memenuhi bujetnya tetapi tetap membuat anak anaknya bahagia.

Mereka belajar sambil bekerja dengan diam sehingga pasien sering mengira mereka berfikir. Padahal yang ada dalam kepala mereka adalah kenaikan kelas sudah semakin dekat dan anak perlu membeli kebutuhan sekolah. Mereka juga sedang memikirkan lebaran semakin dekat dan anak anak perlu baju dan sepatu baru. Mereka memikirkan apa kata tetangga mengetahui bahwa bapaknya seorang dokter sementara anaknya susah. Tetangga mungkin memikirkan betapa pelitnya si orang tua, padahal problemnya adalah mereka mesti memprioritaskan penggunaan uang yang sedikit.

Mereka tidak sempat dan tidak ingin memikirkan rumah untuk anak anak dan istrinya. Biarlah itu jadi fikiran dimasa depan. Bisa ndak kita membayangkan akan jadi apa anak dan istrinya jika dia meninggal sebelum menyelesaikan pendidikan. Tak punya harta, rumah kontrakan. Kebayang gak akan kemana mereka pergi.

 

Saya sedih sangat memikirkan jika masih ada sejawat yang beranggapan hal itu wajar dan lumrah. 

 

Tahu tidak teman teman, sistem pendidikan spesialisasi kita ini menjadi olok olok dan guyonan serta lelucon dilingkungan spesialisasi negara tetangga kita. Malu tidak anda, negara besar ini jadi bahan olok olok dan lelucon. Saya malu sangat. Belum sampai satu bulan saya pulang dari negara tetangga dan pertemuan Faculty meeting dengan negara serumpun ASEAN, sungguh sungguh saya malu. Negara besar dan konon katanya merupakan negara dengan kekuatan ekonomi yang diperhitungkan di ASEAN memperlakukan peserta didiknya dengan kurang layak, kurang istirahat, tidak dibayar. Membayar malahan.

 

Berhentilah kita mencari pembenaran. Lihatlah mata anak didik kita yang tertunduk menghadapi kita dengan mata merah, dengan pakaian lusuh, dengan kepala tertunduk, dengan tangan memegang scrotum. Itukah yang kita inginkan.

Sudah saatnya kita hentikan cerita residen yang hidup susah sehingga memelas dan hilang akal mencari kontrakan yang murah. Sehingga tetanggapun ikut sedih melihatnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun