Mohon tunggu...
YR Passandre
YR Passandre Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

menulis membaca menikmati

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pemimpin Besar

19 Februari 2021   22:38 Diperbarui: 20 Februari 2021   21:00 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum bertemu Pak Keimena dan Pak Lubandrio, kami hampir tidak bisa bertahan hidup. Sejak Ayah menjadi tahanan politik, tak satu pun pintu yang berani terbuka lebar menerima kami. Nyaris semua rumah, lebih-lebih kantor pemerintah, menutup diri dari kami. 

Aku tak habis pikir, betapa kuatir orang-orang kepada kami, bahkan tak jarang berpesan agar merahasiakan jejak pertemuan. Pemimpin besar tidak bileh tahu. 

"Ternyata..." 

"Ternyata apa, Bu?"

"Pak Keimena marah besar mendengar rumah kita disita, dan menyuruh anak buahnya mengurus rumah itu untuk kembali kepada kita."

"Jadi..."

Sontak, Ibu mengangguk. Matanya menyala. Senyumnya mengembang. "Besok kita akan pulang ke rumah kita lagi."

"Apakah berarti ayah juga akan bebas?"

Ibu tercekat. Seketika senyumnya hilang. Aku menunggu jawaban dengan rasa cemas sedalam ngarai. 

"Ayahmu akan tetap di sana sampai selesai waktu hukumannya, tapi pemimpin besar tidak mau kita menderita."

Sebelum jauh beranjak, Ibu menoleh kepadaku. "Sekarang hari apa?"

"Jumat, Bu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun