Mohon tunggu...
Pascal Wilmar Yehezkiel Toloh
Pascal Wilmar Yehezkiel Toloh Mohon Tunggu... Freelancer - Law Student

Pembelajar. Fiat Justitia Pereat Mundus

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kontroversi Perppu No 1/2020, sebagai Korupsi Politik atau Upaya Penyelamatan Rakyat?

29 April 2020   08:43 Diperbarui: 29 April 2020   09:02 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upaya Pemerintah dalam penanganan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) tidaklah terus mendapat dukungan dari masyarakat. Rakyat sebagai tuan rumah dalam suatu negara demokrasi terus memantau kebijakan-kebijakan pemerintah ditengah krisis kesehatan nasional ini.

Selama ini ada berbagai kebijakan pemerintah dalam penanganan bencana kesehatan ini dinilai tidak efektif, tidak transparan dan bahkan cenderung dinilai otoriter, tetapi itulah yang harus diterima pemerintah sebagai konsekuensi negara demokrasi.

Beberapa waktu lalu kebijakan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem, Keuangan menuai pro dan kontra ditengah masyarakat.

Rakyat menilai legal policy ini merupakan hasil dari politik hukum yang tidak demokratis sehingga melahirkan karakter produk hukum yang bersifat elitis yaitu produk hukum yang isinya lebih mencerminkan visi sosial elit politik, lebih mencerminkan keinginan pemerintah, bersifat positivis-instrumentalis, yakni menjadi alat pelaksana ideologi dan program negara yang tidak pro rakyat, juga produk hukum ini nilai memiliki substansi yang inkonstitusional.

Dilain sisi pembenaran dari pemerintah akan produk hukum ini, adalah sebagai upaya penyelamatan rakyat atas dampak ekonomi akibat wabah Covid-19 yang diprediksi akan mengalami krisis sehingga kebijakan hukum ini merupakan solusi untuk stabilitas ekonomi. Pemerintah juga menganggap kebijakan untuk pengeluarkan perppu ini ditengah bencana nasional ini adalah langkah yang tepat sesuai alasan keadaan pembentukan Perppu yaitu adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa. Pembenaran pemerintah tersebut juga menuai dukungan dari sebagian masyarakat bahwa langkah pemerintah sudahlah tepat dan representatif.

Gambaran substansi dari dua poros diatas akan menjadi objek permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini, yakni apakah perppu ini adalah suatu produk hukum yang tidak demokratis dan inkonstitusional dan apakah perppu ini merupakan upaya pemerintah yang efektif untuk menyelamatkan rakyat dari dampak krisis ekonomi serta mempunyai kedudukan konstitusional.

Perppu No 1/2020 Adalah Produk Hukum Inkonstitusional Hasil Dari Korupsi Politik?

John Emerich Edward Dalberg Acton atau yang lebih dikenal dengan Lord Acton (1833-1902) pernah mengatakan power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely atau kekuasaan cenderung disalahgunakan dan kekuasaan mutlak pasti disalah gunakan, adagium ini menjadi gambaran akan sifat pemerintah saat ini yang cenderung otoriter lewat produk hukum yang tidak demokratis.

Dalam Perppu No 1/2020 ada beberapa substansi materi didalamya yang membuat pemerintah kebal hukum atau pasal imunitas pemerintah seperti dalam Pasal 27 ayat (2) "Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Pasal tersebut bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 yang menganut prinsip equality before the law sebagaimana dalam Pasal 27 ayat (1) UUD yang menyatakan bahwa "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Sehingga bisa dimaknai bahwa pejabat negara maupun rakyat pada umumnya harus diperlakukan sama dalam praktik berhukum oleh aparat penegak hukum.

Merujuk pada pemaknaan prinsip equality before the law di atas jika substansi pasal ini diberlakukan akan terjadi suatu diskriminasi dalam berhukum kita dan juga merupakan pelanggaran HAM karena prinsip equality before the law bukan hanya prinsip yang berlaku dalam hukum nasional melainkan sebuah prinsip yang universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun