Mohon tunggu...
Paryono Yono
Paryono Yono Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk berbagi

Blog pribadi https://dolentera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Filosofi Sapu Lidi, Jelang Tahun Politik 2019

15 Desember 2018   11:33 Diperbarui: 15 Desember 2018   11:52 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dari pixabay.com

Pada Pilpres 2014 terjadi polarisasi antara anak bangsa yang begitu nyata. Perang twit, hastag, dan komentar terjadi di setiap lini media sosial antar pendukung. Kalimat nyinyir, cacian saling sahut di sosial media. 

Yang awalnya berteman, bisa jadi musuh karena perbedaan kutub politik, dan sebaliknya. Seharusnya pesta menjadikan gembira, pesta demokrasi kala itu malah menanam dan memupuk kebencian.

Pemerintahan berganti, tentu ada yang ketiban kue dan ada yang kehilangan kue. Ada yang merasa diakomodasi dan adapula yang merasa didiskriminasi. Ada yang puas, ada yang tidak puas. Hal itu wajar, protes pun boleh selama cara-cara yang dilakukan tidak merusak.

Tentu kita mengapresiasi Aksi 212 yang dihadiri ribuan, bahkan jutaan orang untuk menyuarakan ketidakpuasannya pada pemerintahan. Meskipun pada saat yang sama juga menyayangkan adanya pihak yang mempolitisasi agama dan munculnya ujaran kebencian yang menyeruak.

Menjelang Pilpres dan Pileg di tahun politik 2019, sisa-sisa aroma pilpres sebelumnya memang masih terasa, meskipun tak se-menyengat kala itu. 

Sebagian orang mungkin sudah menyadari dampak rusak dari perang kata dan kalimat secara terbuka, atau kampanye persatuan yang didengungkan berbagai elemen bangsa sudah menunjukkan hasil, atau bisa juga masyarakat sudah anti pati dengan politik. Alasan yang melatar belakangi tidak terlalu penting, bagi rakyat kecil seperti saya yang terpenting hidup rukun, sesama anak bangsa bisa saling menghormati dan menjaga persatuan.

Kita perlu menggaungkan kembali filosofi sapu lidi yang diajarkan oleh orang tua kita. Bersama-sama dan bersatu padu kita akan lebih kuat, tidak mudah dipatahkan. Sebaliknya, jika sendiri sendiri maka mudah ditaklukkan. Layaknya sapu lidi, kebersamaan juga akan memberikan manfaat yang lebih daripada sendirian.

Apalagi bagi sesama umat beragama, dalam hal ini kaum muslimin, meskipun beda kubu dan pandangan, perintah agama tetap, yaitu tidak berpecah belah apalagi menjadi pihak yang memecah belah. Bahkan dalam Al Qur'an orang yang memecah belah dianggap orang yang menyekutukan Allah.

"... janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." [QS. Ar-Rum: Ayat 31- 32]

Sebagai kaum muslimin, seharusnya kita menjaga persatuan sesuai perintah agama sebagaimana dalam hadits.

"Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain." [HR. Muslim]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun