Eskalasi Strategis Israel di Laut Merah : Respons terhadap Houthi dan Proyeksi Kekuatan terhadap Iran
Pada 10 Juni 2025, dunia dikejutkan oleh keterlibatan langsung Angkatan Laut Israel dalam menyerang dermaga Hodeida di Yaman, wilayah yang dikuasai oleh kelompok pemberontak Houthi. Serangan ini menjadi babak baru dalam konflik yang melibatkan kepentingan regional dan global, khususnya menyangkut ketegangan antara Israel dan Iran, serta dampaknya terhadap stabilitas kawasan Laut Merah dan Timur Tengah secara keseluruhan. Tindakan Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya ini menandai perubahan taktik dari dominasi udara ke operasi maritim.
Sejak pecahnya perang antara Israel dan Hamas di Gaza pada Oktober 2023, kelompok Houthi di Yaman menunjukkan solidaritasnya terhadap Arab-Palestina dengan meluncurkan rudal dan drone ke arah Israel. Kelompok ini, yang didukung oleh Iran, juga menyerang kapal-kapal dagang dan militer di Laut Merah sebagai bagian dari tekanan terhadap Barat. Dari Nopember 2023 hingga Januari 2025, serangan Houthi telah menargetkan lebih dari 100 kapal dagang, menenggelamkan dua di antaranya dan menewaskan empat pelaut. Serangan ini menurunkan drastis arus perdagangan global di koridor Laut Merah, yang biasanya dilalui barang senilai $ 1 triliun per tahun.
Respon terhadap serangan ini pun datang dari Amerika Serikat melalui Operasi ROUGH RIDER yang sempat berhasil menekan aktivitas Houthi. Bahkan pada pertengahan Maret 2025, Amerika melakukan serangan besar-besaran dengan menggunakan pesawat siluman B2 Spirit dan F/A-18 Super Hornet yang diklaim telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur militer Houthi, termasuk bunker-bunker bawah tanah mereka. Namun, kenyataannya Houthi masih mampu menyerang Israel beberapa bulan kemudian yang menunjukkan baik serangan udara AS maupun pengumpulan intelijen belum cukup untuk melumpuhkan kelompok tersebut secara total.
Israel dan Dimensi Maritim dalam Konflik
Serangan Israel ke dermaga Hodeida merupakan peristiwa pertama keterlibatan Angkatan Laut Israel dalam konfrontasi langsung terhadap Houthi. Hal ini membuka dua kemungkinan penting.
Shifting Tactical Doctrine. Israel memilih jalur laut untuk menghindari wilayah udara yang mungkin dijaga oleh sistem pertahanan udara Houthi atau sistem pertahanan milik Iran di sekitarnya. Hal ini menandakan perubahan taktik dari strategi udara menjadi strategi maritim.
Proyeksi Kekuatan di Laut Merah dan Laut Arab. Jika benar Israel telah mengerahkan kapal selam berpeluru kendali ke wilayah ini, maka hal tersebut merupakan sinyal kuat bagi Iran dan sekutunya bahwa Israel siap melakukan serangan mendalam dan presisi terhadap target strategis jauh di luar wilayahnya.
Israel diketahui memiliki armada kapal selam Dolphin-class buatan Jerman yang dimodifikasi untuk membawa rudal jelajah berkemampuan nuklir. Keberadaan kapal-kapal selam ini di Laut Merah atau Laut Arab akan menjadi game changer karena memungkinkan Israel menyerang target di Iran dari dua arah : melalui udara (dari arah barat dan utara Iran) dan laut (dari selatan).
Houthi : Kekuatan Asimetris yang Bandel
Kemampuan Houthi untuk terus melancarkan serangan bahkan setelah digempur habis-habisan oleh Amerika menimbulkan pertanyaan serius : bagaimana kelompok ini bertahan.