Mengapa Segala Sesuatu di Alam Semesta Menjadi Lebih Kompleks
Dalam edisi 2 April 2025, Quanta Magazine menyoroti sebuah gagasan revolusioner yang diajukan oleh tim ilmuwan lintas disiplin mengenai arah perkembangan alam semesta bahwa kompleksitas meningkat secara konstan dan tak terelakkan. Gagasan ini bertolak belakang dengan pandangan umum bahwa entropi atau ketidakteraturanlah yang mendominasi perjalanan waktu. Jika benar, teori ini bukan hanya menantang pemahaman kita tentang evolusi biologis, tetapi juga mengubah cara kita melihat eksistensi dan kemungkinan kehidupan di luar Bumi.
Kompleksitas yang Tumbuh Lawan Entropi
Dalam kerangka termodinamika klasik, hukum kedua menyatakan bahwa entropi dalam sistem tertutup selalu meningkat - artinya, semesta bergerak dari keteraturan ke ketidakteraturan. Namun, realitas sehari-hari tampaknya memperlihatkan hal yang berbeda : dari partikel dasar menjadi molekul, dari molekul menjadi sel, dari sel menjadi organisme, lalu menjadi ekosistem yang kompleks, hingga peradaban manusia dan teknologi modern. Adakah hukum lain yang bekerja diam-diam di balik semua ini.
Robert Hazen, ahli mineralogi, dan Michael Wong, ahli astrobiologi dari Carnegie Institution di Washington, DC, bersama koleganya, mengusulkan sebuah "meta-hukum" baru bahwa entitas yang dapat menyimpan dan memproses informasi untuk menjalankan fungsi tertentu akan lebih mungkin bertahan dan berkembang. Dengan kata lain, kompleksitas bukanlah anomali, melainkan keniscayaan.
Evolusi bukan sekadar Biologi
Dalam pandangan ini, evolusi tidak terbatas pada organisme hidup. Prinsip seleksi juga berlaku bagi sistem tak hidup, selama sistem tersebut memiliki kapasitas untuk menyimpan informasi dan menjalankan fungsi yang relevan. Hal ini menjadikan proses evolusi sebagai prinsip universal yang dapat bekerja pada mineral, atmosfer, bahkan struktur galaksi.
Sebagai contoh, planet Bumi memiliki kombinasi kondisi yang memungkinkan terbentuknya sistem yang kian kompleks : air cair, atmosfer yang stabil, serta suplai energi dari Matahari. Dalam jangka waktu yang panjang, sistem ini membentuk ekosistem dan akhirnya peradaban. Menurut hipotesis Hazen dan Wong, ini bukan kebetulan langka, melainkan ekspresi dari prinsip kompleksitas yang meningkat.
Revisi atas Paradox Fermi
Gagasan ini memiliki dampak besar terhadap cara kita memahami Paradox Fermi - pertanyaan mengapa, jika kehidupan cerdas di alam semesta seharusnya umum, kita belum melihat buktinya. Salah satu jawaban klasik adalah bahwa kehidupan cerdas sangat langka, atau peradaban cenderung musnah sebelum mencapai kemampuan komunikasi antarbintang. Namun, jika kompleksitas memang meningkat secara alami dan universal, maka kehidupan - bahkan kehidupan cerdas -seharusnya menjadi hal yang biasa dalam sejarah alam semesta. Dengan kata lain, kita belum menemukannya bukan karena mereka tidak ada, tetapi mungkin karena keterbatasan pengamatan kita saat ini.