Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menyoal Gegeran Predator Seks Mantan Uskup Dili Carlos Filipe Ximenes Belo

30 September 2022   17:59 Diperbarui: 30 September 2022   18:19 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Uskup Diosis Dili Carlos Filipe Ximenes Belo dalam sebuah misa pagi pada Oct' 1999 di Dili, Timor Timur. Foto : groene.nl

Suatu hari dia meletakkan kulit jeruk di kepalanya, mengambil tongkat sebagai tongkat dan memerintahkan sepupunya untuk datang dan mencium tangan uskup, tulis Arnold S. Kohen dalam biografi pujiannya "From the Place of the Dead. Bishop Belo and the Struggle for East Timor", 1999.

Belo belajar di sekolah-sekolah katholik dan seminari. Dia keras pada teman sekelas. Dia biasa murung, suka berdebat, suka teater, suka sepak bola, menyukai lagu-lagu romantis dan The Beatles. Pada tahun 1968 ia meninggalkan Timor Timur untuk belajar di Portugal, dimana ia menyaksikan revolusi bunga yang mengakhiri kolonialisme Portugis. Ia kembali ke Timor Timur, menjadi Salesian pada 6 Oktober 1974, dan mulai mengajar di Fatumaca, Baucau.

Ketika Indonesia masuk Timor Timur pada tahun 1975, Belo tinggal di Macao. Pada tahun 1980 ia ditahbiskan sebagai imam. Pada 1981 ia kembali ke daerah asalnya Timor Timur yang sudah bergabung dengan Indonesia sejak proklamasi Balibo 30 Nopember 1975.

Belo ke Fatumaca, dimana dia menjadi master novis dan setelah satu tahun dia dipromosikan ke posisi superior. Pada tahun 1983, Paus Yohanes Paulus II memilih lelaki berusia 35 tahun itu sebagai kepala gereja di Timor Timur. Pada tahun 1988, Belo diangkat menjadi uskup. Ini adalah posisi yang sulit dan menegangkan. 

Kelompok klandestin yang disusupkan Falintil ke Dili sudah dibekali cara berbicara kepada uskup, misalnya membisiki dia bagaimana pasukan Indonesia menyerbu rumah mereka, mengambil orang, menyiksa dan membunuh. Itulah orasi provokatif para klandestin di hadapan Belo secara hidden tentu. Belo selalu dipanggil untuk menengahi ketika militer dan polisi Indonesia berhadap-hadapan dengan misalnya aksi demo ala Hamas yi menandu orang mati keliling kota dll.

Pada 12 Nopember 1991, Belo mendengar suara senapan mesin di pemakaman Santa Cruz di Dili, dimana tentara Indonesia menembaki para demonstran yang sebagian diduga bersenjata.

Korban jiwa yang tercatat oleh Tim yang dikirim Jakarta sebenarnya hanya 50 orang. Korban terbanyak adalah luka-luka karena terinjak-injak massa. Tapi klandestin yang menyusup disitu dan para operatornya memanfaatkan momentum Santa Cruz semaksimal daya dan selalu melebih-lebihkannya. Ratusan di antaranya lari ke kediaman Belo. Ketika uskup mengunjungi Santa Cruz, dia kemudian jadi lebih provokatif lagi dalam berkata-kata dimanapun.

Pada tahun 1996 Belo menerima Hadiah Nobel Perdamaian, bersama dengan aktivis dan jubir perlawanan di luar negeri Jos Manuel Ramos Horta, presiden Timor-Leste saat ini. Keduanya atas gonjang-ganjing PBB yang didorong AS dan barat menerima penghargaan atas kerja mereka menuju solusi yang adil dan damai untuk konflik di Timor Timur. Belo tampil dalam pidato Nobelnya sebagai "suara rakyat Timor Timur yang tak bersuara" dan menyatakan yang diinginkan rakyat adalah perdamaian, diakhirinya kekerasan dan penghormatan terhadap HAM.

Pada tahun 1999, Timor Timur atas pengawasan AS dan barat dengan PBB sebagai tool politik akhirnya melaksanakan jajak pendapat yang diplesetkan menjadi referendum tentang penentuan nasib sendiri. Dengan kemenangan 78,5 persen, rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka. 

Angka ini jelas rekayasa Australia selaku anggota mayoritas di Tim Jajak Pendapat yang tak pernah mengizinkan pengawas Indonesia hadir leluasa di kotak-kotak suara. Mereka banyak menghamburkan US $ dalam rangka memenangkan pihak pro kemerdekaan sesuai pesanan AS dan barat.

Dalam kegaduhan pasca pengumuman jajak pendapat atau terpeleset menjadi referendum versi AS dan barat, ribuan warga yang terkaget-kaget mengungsi ke kediaman Uskup, termasuk asrama di sampingnya. Pada tanggal 6 September 1999, milisi pro integrasi yang marah melancarkan serangan dan membakar kediamannya. Belo meninggalkan Dili. Ia melarikan diri dengan helikopter Indonesia, lalu dengan pesawat tentara Australia ke Darwin. Pada Oktober 1999, ia kembali ke Timor Timur. Di tengah kehancuran kota Dili, Uskup Belo kembali beraksi jadi predator seksual terhadap labarik Timor Timur, kata seorang saksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun