Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Catatan di Penghujung 2021

22 Desember 2021   16:49 Diperbarui: 22 Desember 2021   16:52 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaboca seksi dari kios Guntur, Stadel. Foto : Parlin Pakpahan.

Catatan Di Penghujung 2021

Hampir 10 tahunan ini keqnya saya sudah blas lupa tentang apa itu surga-neraka. Bukannya tidak lagi percaya tentang kosa kata kuno itu. Tidak. Tapi hanya merasa penggambaran surga-neraka hitam-putih itu sudah klise banget. Kenapa sih sampai nggak ada view lain bahwa surga-neraka adalah gambaran realitas itu sendiri di muka bumi ini yang selalu ada tertulis dalam kamus pengharapan manusia.

Realitas pertama yang aku ingat adalah Maret 2020 lalu ketika lagi rame-ramenya penyelenggaraan JakJaz atau JJF 28 Pebruari-1 Maret 2020. Juga terbetik kabar adanya virus mematikan di Wuhan China. Aku dan my daughter Kenia nonton JJF-nya Peter Gontha pada hari terakhir yi 1 Maret di Jakarta International Expo atau JIE, Kemayoran, Jakarta pusat. Masih sempat tuh lihat penampilan Phill Perry yang masih Ok meski usia sudah semakin menua. Juga sempat lihat permainan brass jazz dari Ron King Big Band, Cosmo's Midnight dari Ausie, Brian Simpson ft Jackiem Joyner. Tiket hariannya Rp. 775.000 bo. Herannya ada musisi lokal salah tempat main keqnya. Lupa tuh namanya. Pokoknya dia lagi ngetrend di kalangan anak-anak muda Jekarte, tapi setelah aku jabanin, ee ternyata bukannya ngejazz, ybs malah bersenandung pop ho'oh model-model warkop zaman now. Untung pada hari ketiga atau terakhir JJF itu ada Benny Mustafa N Jongens dan kemarin-kemarin lainnya ada Idang Rasyidi, Maya Hassan dan Gerald Situmorang. Itu yang ngepas mewakili jazz cengkok melayu kita. Dan satu lagi Indra Lesmana? Herannya ni anak nggak kelihatan sama sekali. Jangan-jangan puteranya Jack Lesmana dedengkot jazz tempo doeloe ini terbenam di studionya di Bali sana. Hullo ananda Indra! He He ..

Thema JJF 2020 lumayan bagus yi "Redeem Yourself Through Music". Thema ini datang dari pemikiran bahwa banyak hal terjadi dalam hidup ini, bisa bagus, kacau. Pokoknya warna-warnilah. So, kita butuh sesuatu untuk melarikan diri dari kepenatan semacam itu. Itulah JJF 2020. Wow, gile juga tuh filosofi karena emang bener begitu.

Pulang dari JJF sudah malem, maka aku ke Palmerah saja nginep di rumah my daughter dan besoknya pulang. Masih sempet mampir di bilangan Sudirman, ngeliat pekerjaan my daughter. Disitulah aku baca headline tentang wabah virus eks Wuhan China sudah menghajar Depok, lokasinya sekitar Raden Saleh dekat SMAN 3. Juga yang jadi headline di Tempo ketika itu adalah ulah Anies bongkar-pasang Monas untuk balapan mobil katanya. Hayyo pohon-pohon yang sudah jadi kanopi Monas bertumbangan dihajar alat-alat berat. Padahal program balapan itu hanya tinggal kenangan dengan persekot milyaran yang tak bisa dibalikin sampai sekarang. Gendeng tenan. Dan semakin dekat ke Depok Bolanda suasana di krl semakin menghening dan kita hanya bisa saling tatap curiga jangan-jangan ni orang bawa virus. Pokoknya masker belum ada blas. Kacau.

Itulah realitas terakhir yang melekat kuat di benakku. Surga-Neraka persis disitu. Berbulan-bulan kemudian sampai Delta datang menyerang dari arah India dan mencapai kulminasinya pada Juli 2020, aku merasa memang ada yang salah dengan dunia ini, meski tidak seperti Albert Camus yang menuduh dunia ini adalah sesuatu yang absurd, dimana kita hanya menuju masa depan sementara, sedangkan masa depan itu mendekatkan kita kepada kematian. Kita sering salto tiba-tiba dalam kehidupan ini dan ujung-ujungnya tenggelam pada agama dan ideologi, demikian Camus. Meski tak kutampik, aku hanya berpikir ketika itu bahwa dunia ini salah bukan karena sistemnya atau absurditasnya. Tidak. Tapi karena kita tidak pernah bisa bersatu dalam melawan kematian dan penderitaan. Lha? Tanyakan saja kepada Sekjen PBB bagaimana kebersatuan dunia yang saya maksud. Kepanjangan tau kalau saya urai disini.

Saya pikir kita telah lama mengosongkan kosmos supranatural, sama halnya dunia industri mengosongkan perut bumi. Dalam bahasa Francis Bacon, kosmos supranatural kita sekarang adalah lautan kosong tempat kita hanyut sendirian. Tak ada yang penuh misteri disitu, karena itu sesungguhnya adalah lautan terluas dan terdalam di relung terdalam kita.

Jumlah fantasi kita sudah ribuan, jutaan, bahkan milyaran disana.  Banyak prajurit transenden disana yang melampaui alam rapuh dan terbatas dari realitas aku berpikir maka aku ada, kata Rene Descartes. Segala sesuatu yang tampak kosong itu dulu dipenuhi peri-peri fantasi kita, dan tidak ada tempat yang tidak didiami oleh mereka dulunya. Tapi kini itu kosong-melompong, kita kini berhadapan dengan prajurit-prajurit baret gendeng yang jualan keyakinan, ideologi rapuh, kebencian dan kematian.

Hijau-hijau di Menara Tower, Rasuna Said, Jakarta selatan. Foto : Parlin Pakpahan.
Hijau-hijau di Menara Tower, Rasuna Said, Jakarta selatan. Foto : Parlin Pakpahan.

Imajinasi saya yang dibentuk oleh pandangan kecewa tentang dunia kali ini sepertinya menukik ke bumi Indonesia. Saya gagal paham tentang ujaran kebencian yang merajalela sekarang ini. Kita lagi di masa pandemi lo. Saya baru lihat, betapa seorang Ruhut Sitompul dan seorang Ade Armando banyak dibully netizen. Yang satu soal kutu loncat dalam berpartai. Yang satu lagi mencoba meredam arus kebencian yang sengaja ditanamkan oleh selebrotos agama semacam Rizieq, Bahar Smith, Paul Zhang, Yahya Waloni dst. Puanjang amat, nggak bakal cukup halaman kompasiana kalau semuanya ditulis disini. Mereka lupa, baru saja mengosongkan lautan kosmos. Sampai-sampai Mayjen Dudung KSAD mengatakan kita tidak bertuhankan Arab lo. Kalau tidak ada Arab, anda pasti akan ke Semeru balas Bahar. He He .. Jangankan itu, Presiden Jkw sendiri tak pernah lepas dari bully-an semacam itu. Kalaupun ada Denny Siregar mencoba meluruskannya, maka Denny pun akan dihajar bully-an yang lebih parah lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun