Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Covid-19 Infeksi Musiman

30 Oktober 2021   10:53 Diperbarui: 30 Oktober 2021   10:59 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Corona dalam foto makro

Sebuah studi baru yang dipimpin oleh Institut Kesehatan Global Barcelona (ISGlobal), sebuah lembaga yang didukung oleh Yayasan "la Caixa", memberikan bukti kuat bahwa Covid-19 adalah infeksi musiman yang terkait dengan suhu dan kelembaban rendah, seperti halnya influenza musiman. Hasil penelitian, yang diterbitkan oleh Nature Computational Science itu, juga mendukung adanya kontribusi besar penularan SARS-CoV-2 melalui udara dan karenanya dunia harus beralih ke langkah-langkah yang mempromosikan "kebersihan udara."

Pertanyaan apakah Covid-19 adalah penyakit musiman asli menjadi semakin sentral, dengan implikasi untuk menentukan langkah-langkah intervensi yang efektif. Untuk menjawab pertanyaan ini, peneliti ISGlobal terlebih dahulu menganalisis hubungan suhu dan kelembaban pada fase awal penyebaran SARS-CoV-2 di 162 negara di lima benua, sebelum perubahan perilaku manusia dan kebijakan kesehatan masyarakat diberlakukan. Hasilnya menunjukkan hubungan negatif antara tingkat transmisi (R0) dan suhu dan kelembaban pada skala global : tingkat transmisi yang lebih tinggi dikaitkan dengan suhu dan kelembaban yang lebih rendah.

Tim kemudian menganalisis bagaimana hubungan antara iklim dan penyakit berkembang dari waktu ke waktu, dan apakah itu konsisten pada skala geografis yang berbeda. Untuk ini, mereka menggunakan metode statistik yang secara khusus dikembangkan untuk mengidentifikasi pola variasi yang serupa (yaitu alat pengenalan pola) pada jendela waktu yang berbeda. Sekali lagi, mereka menemukan hubungan negatif yang kuat untuk jangka waktu singkat antara penyakit (jumlah kasus) dan iklim (suhu dan kelembaban), dengan pola yang konsisten selama gelombang pertama, kedua, dan ketiga pandemi pada skala spasial yang berbeda di seluruh dunia, negara, hingga ke masing-masing wilayah negara yang sangat terpengaruh seperti Lombardy, Thringen, Catalonia, Jawa Barat, Jawa tengah, Sumatera utara dan bahkan ke tingkat kota seperti Jakarta, Barcelona, Tokyo, Manila dst.

Gelombang epidemi pertama berkurang saat suhu dan kelembaban naik, dan gelombang kedua naik saat suhu dan kelembaban turun. Namun, pola ini rusak selama musim panas di semua benua. "Ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor, termasuk pertemuan massal anak muda, pariwisata, dan penyejuk udara, antara lain," jelas peneliti di ISGlobal.

Akhirnya, dengan menggunakan model epidemiologi, tim peneliti menunjukkan bahwa memasukkan suhu ke dalam tingkat penularan bekerja lebih baik untuk memprediksi naik turunnya gelombang yang berbeda, terutama yang pertama dan ketiga di Eropa. "Secara keseluruhan, temuan itu mendukung pandangan Covid-19 sebagai infeksi suhu rendah musiman yang sebenarnya, mirip dengan influenza dan virus corona yang beredar lebih jinak.

Suhu rendah musiman ini berkontribusi penting pada penularan SARS-CoV-2, karena kondisi kelembaban rendah telah terbukti mengurangi ukuran aerosol, dan dengan demikian meningkatkan transmisi virus musiman melalui udara seperti influenza.

Hasil penelitian ini menjamin penekanan pada "kebersihan udara" melalui peningkatan ventilasi dalam ruangan karena aerosol dapat bertahan lebih lama, dan menyoroti kebutuhan untuk memasukkan parameter meteorologi dalam evaluasi dan perencanaan tindakan pengendalian.

Inilah masalah kita sesungguhnya yi iklim global dan dalam konteks Indonesia adalah densitas penduduk di kota-kota besar dan morat-maritnya pengembangan kota dan buruknya manajemen lingkungan. Faktanya kita memang tak pernah serius membuat RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) sebuah wilayah dan bagaimana mengimplementasikan RTRW di segala sektor dengan tegas dan pasti tanpa embel-embel politik.

Kita lihat kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dst termasuk kota-kota kecil yang berkembang pesat seperti Sukabumi, Salatiga, Malang dst. Perhatikan dengan seksama setiap pemukiman baru atau zona ekonomi baru, saya yakin sekali para pengembang sekedar hanya mengiyakan RTRW dengan segala fitur di dalamnya, tapi merasa rugi besar kalau harus mengurug atau mengorek dan mengiris kemiringan tanah agar sesuai dengan RTRW pembuangan limbah lingkungan. Cermati lagi di zona pemukiman atau zona ekonomi di sebuah kota, drainase lingkungan dibuat kecil-mungil ibarat mainan anak-anak dan datar-datar saja tanpa kemiringan yang disesuaikan dengan RTRW setempat. Tak heran limbah dan lemak jenuh rumahtangga kecebur begitu saja ke drainase asal-asalan itu dan di saat hujan baru genangan busuk itu mengalir, tapi celakanya malah tersiram banjir dari ketinggian dan air limbah malang itu tak tahu harus mengalir kemana lagi, karena memang posisinya konyol di kerendahan yang seakan tak terlihat di musim kemarau panjang.

Dan filter lingkungan ntah itu sabuk hijau perkotaan atau zona-zona tertentu yang seharusnya hijau, termasuk berbagai pemukiman dan zona ekonomi yang seharusnya menyisihkan kl 25% zona untuk tanaman filter penghijauan. Zona hijau itu ntah dimana dan kemana. Contoh kampus UI, sebagian zona hijaunya sudah diubah jadi pusat aktivitas mahasiswa, jadi gedung-gedung baru untuk perluasan fakultas dst. Inilah semua yang mengakumulasi masalah perkotaan terkait lingkungan hijau yang seharusnya  menghasilkan udara nyaman dan suasana asri.

Apalagi kalau kita lihat DAS (Daerah Aliran Sungai) perkotaan yang merupakan zona yang diperkosa begitu saja oleh macam-macam kepentingan, ntah itu masalah kemiskinan yang memaksa wong cilik selalu berkumpul di sekitar DAS, ntah itu pembuangan limbah pabrik dan rumahtangga seperti sungai Cilemahabang Bekasi yang sempat disorot karena pencemaran luarbiasa dari industri sekitar. Tak heran masalah kanal barat dan kanal timur di Jakarta selalu menjadi isu politik ketimbang harus diselesaikan secara teknis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun